12

5.3K 253 18
                                    

"Keyna, apa kau mendengar Ibu?" Sontak, aku menoleh kearah Ibu yang memanggil namaku.

"Ada apa bu?"

"Keyna... sebenarnya ada apa denganmu?" Ibu menghela nafas pelan.

"Aku tak apa bu..." Aku tersenyum kecil.

"Semenjak pulang liburan di Bali, kau jadi sering melamun walaupun hanya untuk beberapa minggu. Namun akhir-akhir ini, kau kembali melamun," Ibu mengusap kepalaku lembut dengan kekhawatiran yang terpancar dimatanya.

Aku menundukkan kepala dan memejamkan mataku seraya menggeleng pelan.

"Ibu sudah mengenalmu selama dua puluh dua tahun, Keyna... Ibu tahu kau sedang ada masalah, ceritakan pada Ibu. Sebisa mungkin, Ibu akan berusaha membantumu," Aku menggenggam kedua tangan Ibu seraya tersenyum menenangkan.

"Aku tak apa Ibu... aku hanya penat memikirkan skripsiku yang belum rampung, bu..." Tidak, aku berbohong pada Ibu. Sebenarnya aku sudah menyelesaikan skripsiku dari dua minggu yang lalu, aku hanya perlu memahaminya dan menguasainya lebih dalam.

'Maaf Ibu, mungkin setelah ini aku akan banyak mengucapkan kebohongan dan kata maaf padamu', Batinku pedih.

Aku menatap Ibu dengan bersalah memikirkan berbagai ucapan kebohongan untuk kedepannya, mengingat rencanaku dengan Sarah.

Flashback

"Bu Rose," Aku menatap Sarah tak mengerti.

"Ada apa dengan Bu Rose? Apa hubungannya?"

"Ya, Bu Rose. Kau ingat? Penawarannya ke Birmingham untuk penelitian," Aku menatap Sarah terkejut.

"Tapi... Sarah... aku..."

"Keyna, bukankah ini pilihan yang bagus?"

"Tapi, Sarah. Aku tidak bisa lari dari masalah. Kau tahukan, jika kita lari masalah, masalah itu hanya akan menjadi semakin besar dan cepat atau lambat akan terbongkar juga."

"Iya aku tahu itu, tapi ini yang terbaik. Kau bisa menjalani masa kehamilanmu dan melahirkan bayimu tanpa harus khawatir tentang orangtuamu dan orang lain."

"Tapi bagaimana?"

"Kau ikut Bu Rose ke Inggris, menetap disana untuk satu tahun. Namun jangan biarkan keluargamu mengunjungimu, cukup komunikasi saja. Setelah kehamilanmu menginjak delapan bulan, kau harus menghilang. Putuskan kontak dengan keluargamu selama beberapa bulan, jangan menghubungi keluargamu, pada saat itu kau bisa melahirkan bayimu dengan tenang. Disaat kau sudah siap, kau bisa pulang kembali ke Indonesia," Aku memandang Sarah ragu.

"Tapi bagaimana dengan anakku jika aku kembali? Apa yang akan kubilang pada keluargaku saat aku pulang dan membawa seorang bayi?"

"Itu masalah mudah, kita bisa pikirkan itu nanti. Kau bisa bilang bahwa itu bayi temanmu lalu kau mengadopsinya. Atau apapun itu. Kau bilang kau ingin melahirkan anak itu dengan tenang bukan? Sekarang, yang terpenting kau memikirkan rencana kita. Aku berjanji, aku akan membantumu semampuku," Sarah menatapku penuh tekat.

"Jadi bagaimana?" Sarah kembali mendesakku.

"Baiklah, aku akan ikut rencanamu. Mungkin itu yang terbaik."

"Tapi aku ragu, Sarah..." Lanjutku pelan.

"Kenapa?"

"Aku ragu, apakah aku bisa membohongi Ibu? Aku tidak bisa membohongi Ibu, kau tahu itu. Dan juga, pada akhirnya kebohongan kita akan terungkap. Tidak akan ada kebohongan yang bertahan selamanya."

"Keyna... dengarkan aku, kita tidak butuh selamanya, yang kita butuhkan hanyalah sementara waktu. Jika sekarang keluargamu tahu kalau kau sedang hamil, orangtuamu akan segera bertindak dan rumor akan menyebar, nama baik keluargamu akan tercoreng. Dan jika kau pulang dengan seorang bayi, tidak akan yang bisa memastikan itu anakmu atau bukan, karena mereka tidak melihat proses kehamilanmu."

Hujan Untuk JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang