Part 17 - Best Decision

2 0 0
                                    

Walau sempat ada sedikit masalah, akhirnya mereka sampai juga di Vatikan. Namun mereka mesti lebih bersabar. Pasalnya mereka baru tiba saat petang dan antrean di gerbang masuk pun mengular sangat panjang.


Meski begitu sama sekali tak menurunkan rasa antusias para peserta tur. Nyatanya penantian panjang mereka terpuaskan oleh pemandangan menakjubkan yang menyambut mereka di balik gerbang raksasa.


Selamat datang di kediaman Paulus!


Cheonsa menatap pemandangan negara terkecil di dunia itu dengan terkagum-kagum. Negara yang hanya seluas empat puluh hektar itu nampak antik dan memiliki aura magis tersendiri.


Kali ini ia tak mengeluarkan kameranya, membiarkan matanya memotret segala pemandangan dan menyimpannya di folder khusus. Di sebelahnya peserta tur lain tengah mengoceh, memuji-muji para Swiss guard–penjaga–yang berdiri tegak di depan gereja katolik Basilika Santo Petrus.


"Aku sudah memimpikan datang ke sini dari kecil, syukurlah bisa sempat ke sini," kata Nyonya Hong padanya.


Cheonsa hanya tersenyum, sambil mengangguk setuju pada wanita setengah baya itu. Yah, gereja megah itu memang menjadi semacam magnet tersendiri untuk para wisatawan yang datang ke Vatikan.


Sebelum bisa masuk ke dalam bangunan itu, mereka harus melewati para pengawal guna melewati serangkaian pengecekan; pengecekan barang dan juga pengecekan baju yang diawasi langsung oleh para paus. Dilarang menggunakan pakaian terlalu terbuka atau celana yang terlalu pendek. Kalau memakai tank top harus membawa syal atau kain sebagai penutup bahu.


Beruntung para peserta tur mereka lolos pengecekan dan bisa masuk dengan cepat.


Jika sebelumnya sudah dibuat menganga dengan keindahan Vatikan dari luar, kini mereka dibuat merinding oleh suasana khusyuk di dalam gereja dengan langit-langit tinggi itu. Mereka disambut oleh pilar-pilar tinggi serta ukiran indah di sepanjang dinding dan langit-langit.


"Nak, ini patung Petrus. Kita bisa menyentuhnya dan berdoa di sini."


Penjelasan Tuan Hong pada para peserta tur yang lain membuat sebagian dari mereka tertarik untuk mendekati patung suci itu, termasuk dirinya. Walau begitu ada sebagian lagi yang memilih untuk berfoto ria di dekat lukisan-lukisan yang terpajang di dinding.


Seperti anggota keluarga Hong dan beberapa turis lainnya, Cheonsa mengulurkan tangannya dengan hati berdebar. Saat tangannya menyentuh patung marmer itu, rasa tenang dan aman langsung menjalari sekujur tubuhnya.


Cheonsa memejamkan mata, menggenggam kedua tangannya dengan khusyuk. Sesaat kebisingan di sana-sini luput dari pendengarannya, seolah-olah ia sedang berteleportasi ke tempat asing yang begitu tenang.


Semoga aku bisa kembali ke sini bersama keluargaku. Ayah dan ibu pasti sangat senang kalau kuajak ke sini.


"Boleh sampaikan permintaanku juga?"


Hello ChinguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang