Prolog.

77 25 38
                                    

"Amara!" panggil seorang pria yang tengah berdiri memperhatikan pelanggan kafenya serta para karyawan.

"Iya Pak," sahut cepat si empu nama seraya berjalan menuju sumber suara. "Iya Pak, ada apa?" tanyanya ketika sampai di hadapan pria itu.

"Segera ke dapur dan ambil pesanan makanan untuk meja nomer tujuh!" perintah pria itu. Amara mengangguk, dan langsung berlalu ke dapur.

Tak berselang lama ia kembali dari dapur, segera bergegas untuk mengantarkan makanan ke meja nomer tujuh, lalu, pada saat yang bersamaan pintu kafe terbuka, diiringi langkah kaki seorang laki-laki berjalan masuk ke dalam kafe. Amara melihat sekilas ke arah pintu, dan seketika bola matanya membola sempurna diikuti jantung yang berdegup kencang serta waktu terasa berhenti.

#

Flash back.

Tiga tahun yang lalu.

Di tengah taman yang ramai dengan para pengunjung, sepasang sejoli yang sedang dimabuk asmara menghabiskan waktu dengan duduk santai di bangku taman sembari bercerita juga sesekali bercanda gurau. Jika dilihat, kedua insan lawan jenis itu masih muda, mungkin masih bersekolah atau baru lulus dari sekolah. Namun, pasangan yang nampak serasi itu tiba-tiba berhenti bercanda, karena sang lelaki mulai berbicara serius.

"Sayang ...," ucap lembut laki-laki itu dengan memandang lekat wajah kekasihnya sambil membelai rambutnya.

"Iya sayang, ada apa?" balas perempuan itu, balik menatap mesra kekasihnya sembari tersenyum.

Laki-laki itu mengatur napas, mengumpulkan tekad dan keberanian, pasalnya sesuatu yang akan dikatakan olehnya bukanlah hal yang mudah. Selesai dengan hal itu, tangannya kembali membelai lembut rambut kekasihnya seraya berbicara. "Amara ... aku mau kita putus."

Deg

Deg

Deg

Jantung Amara langsung berdebar kencang setelah mendengar perkataan tersebut, diikuti raut muka yang berubah tegang dan sedikit sedih. Ia tidak salah dengar, ucapan dari kekasihnya terdengar sangat jelas di telinganya, tapi kemudian dia tersenyum serta tertawa kecil, menduga bahwa sang kekasih sedang mengerjai dirinya.

"Apaan sih Sayang, gak lucu tau."

Melihat kekasihnya tidak percaya dengan ucapan darinya, membuat lelaki itu tersenyum miris, ia pun mengulangi perkataan tadi sekali lagi. "Amara, aku tidak bercanda. Aku ingin putus darimu."

Kali ini mimik wajah Amara berubah total, tak ada suara tawa yang terdengar dari mulutnya, air matanya mengalir seketika tanpa mampu ditahan. Hatinya terasa pilu, sangat sakit seolah ditikam menggunakan belati. Dia menahan isak tangisnya sesaat, kemudian bertanya dengan suara bergetar.

"Kkk ... kkennapa Bintang, bukankah hubungan kita selama ini baik-baik saja?"

"Maaf." Hanya kata itu yang keluar dari mulut laki-laki bernama Bintang. Namun, setelah mengambil napas dia mulai menjelaskan alasannya. "Kedua orang tuaku menyuruhku kuliah di luar negeri, tepatnya di Amerika Serikat."

"Tapi kita masih tetap bisa berhubungan, kita bisa telepon dan chat setiap hari." Amara mencoba menolak keinginan putus dari kekasihnya dan memberikan beberapa alasan.

"Maaf ...." Lagi-lagi hanya kata itu yang keluar dari mulut Bintang, tanpa berani memandang wajah Amara, dia bangkit dari tempat duduk dan beranjak pergi.

Amara meraih tangan kekasihnya dan menggenggamnya supaya lelaki itu tidak pergi, tetapi usaha itu sia-sia. Bintang melepaskan pegangan tangannya dan berlalu pergi, meninggalkan dirinya yang terisak menangis sendiri. Suasana taman yang indah kini berbanding terbalik dengan suasana gadis yang hatinya sedang hancur lebur.

Flashback Off.

#

Amara masih berdiri mematung dan memandang ke arah pelanggan yang baru saja datang, dadanya terasa sangat sesak, seperti ada perasaan yang menghujam hatinya, ditambah iris mata yang berkaca-kaca, seakan tak sanggup membendung lagi perasaannya. Lalu, tiba-tiba tubuhnya bergetar, serta kaki yang mendadak lemas tak bertenaga, makanan yang dibawanya pun akan segera jatuh ke lantai.

Namun, tiba-tiba ada sentuhan halus di kedua bahunya dan menyokong tubuhnya untuk tetap berdiri. Gadis itu menoleh ke belakang, melihat seorang laki-laki tersenyum serta bertanya padanya. "Mbak tidak apa-apa?"

Amara tidak bisa menjawab, karena pikirannya dan suasana hatinya sedang kacau. Sedangkan laki-laki itu segera mengambil alih nampan makanan sambil menyuruh dirinya untuk duduk. "Mbak istirahat aja," ucap laki-laki tersebut sambil meletakkan nampan makanan ke meja dan memanggil beberapa pelayan. Saat beberapa pelayan datang, pemuda itu segera berjalan pergi dari kafe.

"Amara kamu kenapa?"

"Kamu sakit?" tanya dua perempuan yang menjadi rekan kerja Amara. Mereka berpikir begitu sebab melihat wajah temannya yang sangat pucat.

Amara hanya mengangguk tanpa bisa berkata, lalu seorang temannya membantunya berdiri dan mengantarkan dirinya ke tempat istirahat, sedangkan seorang lainnya mengantarkan pesanan yang tadi dibawa Amara.

*****

Unperfect StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang