Owen bangkit dengan napas hampir putus dan mulai membalas serangan, berbeda dari sebelumnya, kali ini sama sekali tidak menghindar dari setiap serangan yang terarah padanya. Imbasnya adalah luka pada wajah dan badannya bertambah. Sedangkan Bambang merasakan hal aneh, seperti menghadapi orang yang berbeda dari sebelumnya. "Sial! Bocah ini lumayan juga!" makinya dalam hati, kemudian mengayunkan tangan kanannya ke belakang dan siap memukul sekuat tenaga.
"Mati kau bocah keparat!"
Mendapati serangan kuat tertuju padanya, Owen melayangkan tinju lebih dulu ke pergelangan tangan lawannya sebelum bogem mentah itu mendarat ke wajahnya. Upaya tersebut berhasil, segera memanfaatkan momentum menyerang balik, meninju sekuat tenaga pelipis mata lawannya.
Draaakk!
Bambang terdorong mundur disertai pelipis mata kanan berdarah, dia tidak dapat melihat normal karena darah menutupi mata kanannya. Pria itu mendengus kasar, dan akan membalas serangan, tapi sebuah pukulan kuat lebih dulu mengenai tulang rusuknya, membuka dirinya berteriak sakit.
"Arrhhh ...!"
Owen tak menyia-nyiakan kesempatan, meninju lagi tulang rusuk musuhnya dari sisi lain. Sorot matanya layaknya binatang buas, disertai setiap pukulan kuat yang selalu mengenai sasaran. Owen sudah lama tidak merasakan sensasi seperti sekarang, ketika darahnya bergejolak dan perasaannya menjadi liar.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Sial bagi Bambang, sebab terus-menerus menerima pukulan, bahkan sampai kesulitan untuk membalas serangan. Ia semakin kewalahan dan terus terdorong mundur, pertahanannya kian terbuka lebar sehingga semakin banyak bagian tubuhnya yang terkena serangan. Sampai tiba-tiba dia terkejut saat semua rangkaian serangan padanya terhenti, ketika itulah kedua bola matanya terbelalak.
Owen berteriak kecil sembari melompat ke udara dan melakukan tendangan dengan memutar badan. Serangan darinya sukses menghantam wajah lawan secara mutlak, sehingga musuhnya terlempar mundur serta terjatuh terlebih dulu sebelum muntah darah.
Huueeeekk.
Bambang muntah darah, menatap Owen sambil menghapus darah yang keluar dari mulut, tak menyangka kalau dirinya akan terluka parah. Ia mencoba berdiri, tetapi kakinya gemetar, tidak sanggup lagi untuk melanjutkan pertarungan. Selanjutnya, pria yang berprofesi sebagai pengawal itu terbaring di aspal, memandang gelapnya langit malam seraya mengembuskan napas.
Haah ....
Di sisi lain, Owen masih menatap tajam musuhnya sembari menenangkan deru napasnya. Pemuda tersebut harus mengendalikan emosi, sebab jika tidak maka dirinya akan membunuh pria tersebut. Ia kemudian melirik ke arah tiga orang yang tadi sudah dikalahkan dan kembali berdiri serta siap mengeroyoknya, tapi, sebuah suara menghentikan gerakan mereka.
"Hentikan!" Bambang bersuara dengan sisa tenaga. "Kita sudah kalah, jangan melukai harga diri kita."
"Tapi Ketua ...." Salah satu orang hendak membantah, tapi menghentikan niatnya dan memilih menunduk diam.
Owen mengedarkan pandangan ke arah empat orang itu, lalu membuang napas lega sembari mengucap syukur dalam hati, pasalnya dirinya sudah terluka dan kehabisan tenaga. Lalu, sebelum pergi dari lokasi, dia meninggalkan pesan untuk orang-orang tersebut.
"Katakan pada majikan kalian, jika dia menginginkan perang, maka akan kuberikan perang!"
****
00.30 WIB.
Amara sulit untuk tidur malam ini, sudah berulang kali memejamkan mata agar segera terlelap, tapi upayanya gagal. Semua perkataan dari Bintang berputar-putar di dalam tempurung kepalanya, membuat dirinya berpikir bahwa yang diucapkan oleh mantan kekasihnya sedikit benar. Namun, ia tak mau memikirkan lebih lanjut, sebab cerita cintanya bersama pemuda itu sudah lama usai.
Huft ....
Dia menghela napas, sebelum mulai memejamkan mata untuk segera tidur. "Ayo tidur Amara, besok kamu masuk pagi." batinnya. Hingga, tiba-tiba mulutnya menguap disertai rasa kantuk yang mulai melanda, lalu dalam hitungan detik sudah terlelap di alam mimpi.
07.00 WIB.
Amara terlambat bangun tidur, sebenarnya saat adzan subuh dirinya sudah bangun, akan tetapi setelah menunaikan shalat subuh kembali tidur untuk memejamkan mata beberapa jam. Naas, tidurnya sangat pulas sampai mengakibatkan bangun di waktu mepet sebelum jam berangkat kerja. Selepas selesai mandi dan berdandan, ia segera pergi ke ruang makan untuk berpamitan pada Sang Bunda.
"Bunda ... Amara langsung berangkat dulu."
Wanita tiga puluh tiga tahun itu menoleh ke arah anaknya sambil bertanya. "Kamu gak makan dulu Sayang?"
"Enggak Bunda, sudah telat," timpalnya seraya melirik jam ke arah jam dinding.
"Ya udah hati-hati di jalan," pesan Susi Astuti. Yang dibalas anggukan kepala serta senyuman dari putrinya. "Siap Bunda." Selesai bersalaman, gadis dua puluh tahun ini bergegas menuju tempat kerja.
Sedangkan Susi Astuti menikmati sendiri nasi goreng buatannya. Ia makan dengan tenang juga santai walau pikirannya sedang berkecamuk mencari cara menjodohkan anaknya dengan Bintang.
****
Di tempat lain, Nicholas Right Kiehl menatap tajam empat orang anak buahnya, dilihat dari wajah dan badan orang-orang itu, sudah jelas bahwa tugas yang diberikan olehnya berakhir kegagalan. Ekspresi mukanya sangat dingin, tetapi sorot matanya mengeluarkan hawa membunuh, membuat takut empat orang yang sedang menghadapnya. Sementara ke empat pria itu hanya mampu berdiri sembari menundukkan pandangan, sama sekali tidak berani melaporkan misi yang gagal. Mereka menelan saliva dan berkeringat dingin, karena tahu kekejaman sang bos tatkala gagal menjalankan tugas.
"Jadi kalian berempat kalah melawan satu orang?!" tanya Nicholas dengan suara berat.
"Iii ... iiyaa Bos." Mereka menjawab serempak sambil menelan ludah, tetap menunduk tanpa pernah berani mengangkat pandangan.
Nicholas menatap satu per satu empat orang tersebut, bibirnya melukiskan senyuman aneh, sebelum akhirnya tertawa puas sangat keras. "Hahahaha ...." Ia merasa sangat bergairah, pasalnya sudah sangat lama ada orang yang menghajar anak buahnya, secara tidak langsung sudah mempermalukan dirinya. Namun, suara tawanya terhenti oleh ucapan salah seorang anak buahnya.
"Laki-laki itu titip pesan buat Bos."
Nicholas menutup mulutnya seraya memicingkan mata ke arah Bambang. "Apa isi pesannya?!" tanyanya tegas.
Tubuh Bambang gemetar, bahkan harus berulang kali harus mengatur napas dan menelan saliva sebelum menyampaikan kalimat. "Katanya, jika Bos menginginkan perang, maka dia akan memberikan perang."
Ruangan seketika berubah sunyi dalam sekejap, ke empat orang itu menahan napas juga rasa takut, sebelum akhirnya mereka memandang bingung atasannya tertawa terbahak-bahak.
Hahaha ....
CEO dari beberapa perusahan itu berpikir, laki-laki yang menjadi teman dari putrinya itu berani atau bodoh, tapi yang jelas, dirinya merasa tertantang dan sangat bergairah. "Hahaha ...." Sekali lagi dia tertawa keras, sebelum menyuruh anak buahnya keluar dari ruangan.
****
Owen sedang duduk di depan cermin sembari mengolesi obat pada wajah juga badannya, ia melakukan itu sambil berpikir tentang motif ke empat orang tersebut, pasalnya dirinya sama sekali tidak pernah berurusan dengan atasan mereka. Sampai seberkas ingatan muncul di kepalanya, disertai dugaan kuat orang yang menyuruh empat orang itu. Ia terbakar amarah, lalu melemparkan kapas yang dipegangnya ke lantai.
"Dasar bajingan!" umpatnya. "Aku harus memberi gadis itu pelajaran!"
*****

KAMU SEDANG MEMBACA
Unperfect Story
Fiksi Umum[Update setiap senin] Tiga tahun berlalu kehidupan Amara sudah kembali normal, sosok yang selama ini ada di hatinya sudah sepenuhnya menghilang. Namun, sosok itu kembali datang dan membawa beribu kenangan, mungkin disertai juga perasaan Amara yang p...