Alyssa & Amara.

7 4 1
                                        

Sebenarnya tidak sulit mengalahkan empat orang pria itu, akan tetapi dirinya tidak ingin berurusan dengan polisi akibat membuat kekacauan di tempat umum, maka melarikan diri adalah pilihan utama. Ia berlari masuk ke dalam gang untuk bersembunyi juga memantau situasi, setelah yakin jika cukup aman, segera kembali ke lokasi sepeda motornya berada dengan cara memutar jalan. Namun, tatkala hampir sampai di tempat tujuan, terdapat satu orang yang berjaga di sana.

"Sial!" keluh Owen. Lalu, mencari cara menyingkirkan orang itu tanpa membuat keributan.

Owen tersenyum tipis saat muncul sebuah ide di kepalanya, kemudian bersiul ke arah orang itu guna memancing perhatian. Sosok berwajah garang dan berbadan kurus itu menoleh ke sumber suara, pandangan matanya terkunci pada laki-laki yang sedang dicari oleh teman-temanya. Tanpa banyak berpikir segera berlari ke arah Owen untuk menangkapnya. Sementara itu, pemuda berparas tampan hanya memasang senyum lebar karena rencananya berhasil, lalu memutar arah serta kembali masuk ke dalam gang.

Orang itu berhasil mengejar hingga masuk ke dalam gang, tapi tiba-tiba Owen berhenti berlari dan membalikkan badan menghadap lawannya. Ia merasa yakin kalau bertarung di dalam gang, maka tidak akan ada saksi mata atau terekam kamera cctv, jadi aman dari polisi. "Siapa yang menyuruhmu!" tanyanya tegas diikuti mimik muka dingin dan sorot mata tajam.

Alih-alih menjawab, orang itu hanya terkekeh sembari menatap tajam laki-laki di depannya dengan hasrat membunuh. Tangan kirinya menyentuh pelan bagian dada kiri yang tadi terkena tendangan, lalu tanpa perlu berbasa-basi segera mendekat seraya meluncurkan pukulan. "Akan kukatakan setelah aku puas menghajarmu!"

Owen menangkis serangan sambil memukul balik wajah lawan memakai siku tangan kanannya. Selanjutnya, tangan kirinya melancarkan pukulan balik berulang kali. Di sisi lain, sosok itu mengalami luka ringan karena menerima bogem mentah, dia yang awalnya meremehkan musuh kini dirundung takut, hingga tidak mampu membalas dan hanya pasrah menerima serangan.

Bugh! Bugh! Bugh!

Owen berhenti memukul, sedikit mengatur napas sebelum melompat sembari menghantamkan lutut kaki kanannya pada wajah lawan, menjadikan sosok tersebut terhuyung mundur dengan penuh kesakitan. Orang itu kian ketakutan, melangkah mundur lalu berbalik arah untuk melarikan diri. Namun, Owen tak membiarkan musuhnya pergi, mengejar cepat pria tersebut dan menendang kepalanya dari belakang.

Broook!

Orang itu jatuh terjerembab ke depan, langsung berusaha berdiri agar bisa melarikan diri, tetapi tendangan keras lagi-lagi mengenai kepalanya hingga pingsan. "Aaakhhh ...!" teriaknya sebelum tak sadarkan diri.

Owen menatap sekilas, kemudian melangkah keluar dari gang sambil mengamati situasi. Sesudah itu, pergi dengan mengendarai sepeda motor. Sebelum pergi ia sempat mengempesi ban tiga sepeda motor lawannya.

Tatkala kelima orang tersebut kembali ke lokasi, langsung terkejut sekaligus naik pitam saat mengetahui targetnya berhasil kabur, juga ban sepeda motor mereka yang kempes.

"Bangsat!" Pria yang menjadi pemimpin berteriak keras penuh amarah, yang mengundang perhatian orang-orang.

****

Amara sibuk memilih baju yang ingin dibeli dan terus mengabaikan Bintang yang sedari tadi mengekor. Jujur, dia merasa risih pada mantan kekasihnya, sudah mencoba melayangkan kalimat protes, tapi hasilnya percuma.

"Sampai kapan kamu terus membuntutiku!" ketusnya. Bintang lalu mendekat dan menjawab. "Aku hanya ingin berbicara denganmu."

Amara mendesah kasar. "Terserah!" sambungnya, kemudian kembali memilih pakaian dan mengabaikan mantan pacarnya. Sedangkan Bintang memasang senyum palsu, hatinya dirundung kekesalan akan tingkah mantan kekasihnya, tetapi dirinya mencoba untuk terus bersabar agar dapat menaklukkan Amara.

Iris mata indah gadis itu tiba-tiba terkunci pada kaos lengan panjang yang mempunyai warna menarik. Ia segera mendekat sembari tangannya meraih kaos tersebut, tetapi ternyata ada tangan lain yang juga ingin mengambilnya.

"Maaf," ucap Amara seraya memandang orang itu.

"Tidak apa-apa, buatmu saja," tukas sosok itu.

Dua perempuan itu saling memandang, anehnya mereka merasa pernah bertemu atau sekadar melihat. "Kita pernah bertemu di kafe kan?" Amara bertanya memastikan.

Alyssa sedikit lupa, sampai kemudian ingat pada perempuan di depannya. "Iya, benar!" balasnya sambil mengangguk seraya bertanya balik. "Kamu ke sini sendiri?" Diikuti bola mata berganti melihat laki-laki yang berdiri tak jauh dari mereka.

Amara mengangguk, lalu menggelengkan kepala yang membuat bingung lawan bicaranya. "Iya sendiri, tapi tidak sepenuhnya sendiri juga."

Alyss penasaran, ekspresi mukanya jadi aneh. "Lalu itu siapa?" sahutnya sambil jari telunjuk terarah pada Bintang.

"Paparazi," jawab Amara singkat. Kemudian, mereka tertawa bersama seraya menatap aneh ke arah Bintang.

Pemuda itu hanya berdiri sambil menahan kesal, pasalnya jika dirinya marah, maka akan kian sulit untuk mendapatkan cinta lamanya. Dia mendekat serta memperkenalkan diri pada gadis yang sedang berbincang bersama Amara. "Permisi ...," ucapnya lembut dan sopan, "namaku Bintang." Seraya menawarkan jabat tangan.

Alyssa tak menyambut uluran tangan dari Bintang, hanya memandang sekilas sambil tersenyum sinis, lalu berganti melihat Amara seraya bertanya. "Ohh iya namamu siapa?"

"Amara," jawab si pemilik nama sambil mengulurkan tangan serta bertanya. "Kalau kamu?"

"Alyssa."

Bintang menarik mundur tangannya sembari menahan kesal dua perempuan yang mengabaikannya. Saat ingin kembali membuka mulut, bunyi dering handphone menggagalkan niatnya, tanpa basa-basi melangkah menjauh untuk menerima panggilan.

"Halo Sayang!"

"Hai juga, ada apa telepon?"

"Enggak kok, cuma mau tanya kamu lagi di mana dan sibuk enggak?"

"Lumayan sih, ini lagi ngurus pekerjaan. Ada apa?"

"Cuma nanti malam mau ngajak dinner. Mau gak?"

"Boleh, jam berapa?"

"Nanti aku kabari deh."

"Ya udah."

Setelah itu panggilan berakhir, Bintang kembali memandang ke tempat Amara lagi, tapi tak melihat keberadaan dua perempuan tersebut. Segera menggerakkan kaki untuk mencari Amara. "Ke mana mereka pergi!" keluhnya dalam hati.

Di lantai dua mall, Nadia berdiri sambil memperhatikan gerak-gerik calon tunangannya. Ia hari ini memang ingin pergi ke mall untuk berbelanja pakaian, tetapi secara tidak sengaja melihat calon tunangannya berduaan dengan perempuan lain. Hal tersebut semakin menambah rasa benci dirinya terhadap Amara, sebab berani menggoda calon suaminya. Nadia menggertakkan gigi sambil tangan kiri terkepal kuat, emosinya sudah melupa-luap dan tak bisa lebih lama untuk bersabar. Selanjutnya, jari-jemarinya menekan layar handphone untuk mengirim pesan.

***

Amara bersama Alyssa sedang berada di tempat makan yang ada di dalam mall. Mereka menikmati makanan sambil mengobrol tentang beberapa hal, mulai dari hobi, pekerjaan dan lainnya. Selesai mengunyah makanan, gadis yang memiliki rambut panjang berwarna hitam sedikit kecoklatan melayangkan pertanyaan.

"Amara," lirihnya disertai perubahan pada raut muka.

"Iya?" timpal si empu nama.

"Apa hubunganmu dengan Owen?" sambung Alyssa.

Amara yang sedang minum tiba-tiba tersedak, lalu memicingkan mata pada Alyssa. "Aku dan Owen berteman," terangnya santai, tanpa tahu bahwa perempuan itu juga menyukai Owen. Di sisi lain, Alyssa menyunggingkan senyum kecil serta melanjutkan makan kembali.

****

Unperfect StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang