Pagi yang cerah, matahari sudah menampakkan diri dan mengusir hawa dingin. Tepat pukul tujuh, setelah sarapan Amara langsung bersiap berangkat kerja, tanpa lupa berpamitan pada sang ibu yang tengah sibuk di dapur. Namun, tatkala gadis itu membuka pintu dan hendak berjalan keluar, melihat sebuah kotak kardus tergeletak tepat di depan pintu. Dia penasaran, lantas memanggil ibunya."Bunda ...!" Pemilik nama tersebut segera membalas dari dalam rumah disertai langkah kaki mendekat.
"Iya Sayang. Ada apa?"
"Itu," sambungnya sambil menunjuk kotak kardus.
Bola mata Susi Astuti mengikuti jari telunjuk anaknya, kemudian malah balik bertanya. "Itu apa, Sayang?"
Kepala Amara bergerak ke kanan kiri, diikuti bahu terangkat naik. "Gak tau, Bunda," jawabnya.
Ibu dan anak itu bertukar pandangan bingung, sampai akhirnya Amara memutuskan untuk membuka kardus. Namun, sesaat sebelum membuka kotak tersebut, hidungnya mencium bau busuk dari dalam kardus. Gadis itu memiliki firasat buruk, menatap benda tersebut dengan jantung berdebar kencang.
"Aaah ...!" Dia menjerit jijik selepas membuka kardus dan melihat benda yang ada di dalamnya.
Susi Astuti ikut terkejut ketika anaknya berteriak, lalu melihat ke dalam kotak dan mengetahui ada bangkai tikus di dalamnya, juga secarik kertas dengan tulisan. 'Jangan ganggu pacarku! Dasar pelacur!
"Siapa orang gila yang melakukan ini!" hardik Susi Astuti sambil menutup hidung dengan satu tangan. Sementara Amara mundur dan menutup hidung memakai kedua tangan. Ia syok berat karena menerima pesan ancaman, bahkan raut mukanya seketika pucat disertai iris mata berkaca-kaca.
Wanita tiga puluh tiga tahun itu melihat anaknya terduduk lemas sambil terisak, lalu ikut duduk dan memeluk Amara. "Ada apa, Sayang?" tanyanya.
Amara tak menjawab, air matanya tumpah dan mengalir deras. Sedangkan Susi Astuti kian dilanda bingung, hanya dapat meredakan isak tangis putri semata wayangnya.
***
Owen yang berkendara pulang setelah mengantar pesanan mendapati tiga sepeda motor mengekor dirinya. Ia yang melihat dari kaca spion mengetahui jika orang-orang itu berniat buruk padanya. Namun, pemuda itu sama sekali tak gentar, segera menepikan motor dan kemudian turun. Selanjutnya, tiga sepeda motor tersebut ikut berhenti tepat di dekatnya, disertai enam orang yang melangkah turun dan berjalan menghampiri.
Owen menatap satu per satu keenam orang itu, kedua tangannya lalu bergerak menyisir rambut ke belakang sembari menyeringai lebar. Tanpa basa-basi langsung melompat menendang orang yang berdiri paling depan, disusul melayangkan pukulan.
Bugh!
Sementara kelima orang itu kaget dan segera maju menyerang bersama. Owen hanya tersenyum mengejek sebelum memutar badan dan melarikan diri.
"Brengsek! Jangan lari!"
"Woi berhenti! Dasar pengecut!"
"Bajingan, tangkap dia!"
Hahaha ....
Owen tertawa lebar sambil tetap terus berlari. "Kalian aja main keroyokan. Dan bilang kalau gue pengecut!" ejeknya. Ia melihat ke belakang melalui sudut matanya, sebelum tiba-tiba berhenti dan melakukan back kick (tendangan ke belakang khas taekwondo) yang menghujam tajam perut salah satu lawannya. Orang yang terkena tendangan itu langsung mengerang sakit seraya memegang perut.
"Mati kau!" umpat Owen, lalu melihat masih ada empat orang yang mengejar. Lagi-lagi bibirnya mengulas senyum lebar, diikuti tangannya mengacungkan jari tengah. "Hei kalian brengsek! Tangkap gue kalau bisa!" tantangnya sebelum mulai berlari kembali.
Keempat orang itu kian murka, mempercepat langkah kaki guna menangkap Owen, tapi pada akhirnya mereka gagal. Kehilangan jejak ketika berada di persimpangan jalan. "Ke mana larinya Brengsek itu!" umpat pimpinan kelompok tersebut, yang dibalas gelengan kepala tiga temannya. Mereka kemudian berpencar agar menghemat waktu untuk menemukan target operasi.
***
Amara tidak bekerja hari ini karena ijin sakit, masih syok berat akibat menerima kiriman bangkai tikus serta surat ancaman. Dari pagi, hanya duduk menonton televisi dan bermain handphone. Sementara Susi Astuti sudah melaporkan hal buruk yang menimpa putrinya pada aparat keamanan tempat tinggalnya, bahkan ketua RT langsung bertindak dengan menugaskan dua orang Hansip di depan rumahnya. Ibu satu anak tersebut bersyukur, bahwa memiliki lingkungan tempat tinggal yang baik.
Ia yang sedari pagi menemani putrinya merasa kian resah melihat Amara terus bersedih, kemudian memutuskan untuk mengajak jalan-jalan sebagai upaya menghibur anaknya. "Amara, kita ke mall yuk!" ajaknya.
Si empu nama yang sedang asyik bermain game online menengok ke samping. "Beneran Bunda?" tanyanya antusias. Yang langsung dibalas anggukan kepala perempuan berusia tiga puluh tiga tahun.
"Iya."
Amara segera bangkit dari sofa, berjalan cepat ke kamar untuk berganti pakaian, hal serupa pun dilakukan oleh Susi Astuti. Dua puluh menit berikutnya mereka sudah siap pergi ke mall. Namun, langkah kaki ibu dan anak itu terhenti ketika berjalan keluar rumah serta melihat sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan pagar rumahnya. Lalu, pengemudi mobil melangkah turun dan berjalan menghampiri.
"Siang Tante," sapa ramah Bintang ketika sudah berdiri di depan dua perempuan itu.
"Nak Bintang!" sambut Susi Astuti yang terkejut melihat tamu tak diundang. Hal yang hampir sama ditunjukkan oleh Amara. "Mau apa kau ke sini?" ketus perempuan itu, yang kemudian mendapatkan tatapan tajam dari ibunya.
Pemuda tersebut hanya melempar senyum ringan. "Gini Bunda," terangnya, "tadi saya ke tempat kerja Amara, tapi katanya Amara gak masuk kerja karena sakit. Makanya saya ke sini mau jenguk sekaligus bawa makanan." Sambil menyerahkan sekantung plastik berisi makanan.
Susi Astuti menerima barang pemberian tamunya dengan senang hati, sambil tersenyum dia memberikan penjelasan. "Iya tadi pagi Amara sakit." Dengan nada suara yang dibuat seperti sedang sedih. "Tapi sekarang udah agak mendingan, makanya kami mau ke mall untuk refreshing."
Bintang mengangguk, lalu muncul ide di benaknya. "Gimana kalau Bintang antar dan temani Tante juga Amara ke mall?" usulnya.
Amara yang mendengar hal itu langsung mendelik tajam pada mantan pacarnya sambil hendak menolak, tetapi, suaranya kalah cepat dengan jawaban ibunya.
"Boleh kalau gak merepotkan," kekeh Susi Astuti, sesudah itu kembali masuk ke dalam rumah untuk menyimpan makanan.
Sedangkan Amara kesal akan tingkah ibunya yang menerima tawaran, tapi tidak berani memprotes. Maka, dengan terpaksa harus pergi ke mall bersama sang bunda juga Bintang.
Di sisi lain, Bintang bersorak girang dalam hati, setidaknya mempunyai sedikit waktu untuk berduaan dengan cinta lamanya. "Amara ...," lirihnya.
"Stop, jangan berbicara!" potong cepat si empu nama, sama sekali tidak ingin mendengarkan apapun yang keluar dari mulut pemuda itu.
****

KAMU SEDANG MEMBACA
Unperfect Story
General Fiction[Update setiap senin] Tiga tahun berlalu kehidupan Amara sudah kembali normal, sosok yang selama ini ada di hatinya sudah sepenuhnya menghilang. Namun, sosok itu kembali datang dan membawa beribu kenangan, mungkin disertai juga perasaan Amara yang p...