Rumah Sakit.
19.45 WIB.
Anindita Putri Amara Febiola merasa jenuh berbaring sendirian di kamar tanpa ditemani sang ibu yang sedang pergi membeli makanan. Iris matanya terus menatap langit-langit kamar disusul menghembuskan napas tatkala membayangkan Owen. Namun, bola matanya beralih ke arah pintu kamar yang terbuka karena melihat seorang pria berjalan masuk. Ia memandang heran orang itu, pasalnya tidak mengenal pria berbadan besar yang memiliki muka garang, juga tidak mungkin jika orang tersebut teman ibunya.
"Maaf, cari siapa ya?" tanyanya ramah. Namun, pertanyaan darinya hanya mendapat balasan sorot mata tajam. Pria itu tetap bungkam sambil berjalan mendekat.
Amara menjadi takut, curiga jika pria tersebut memiliki niat buruk. Dia kemudian meminta pria itu untuk berhenti mendekat, tetapi permintaan darinya tak dihiraukan, pria itu terus mendekat sambil memancarkan tatapan jahat dari matanya. "Tolong!" Amara yang kian takut langsung berteriak meminta pertolongan.
Sementara orang itu menjadi panik saat calon korbannya berteriak kencang, lalu mendekat cepat dan berusaha menyergapnya, tapi, aksinya dihentikan oleh seorang laki-laki yang baru masuk ke dalam ruangan.
"Hai Amara ... lag," sapa ramah Bintang yang masuk ke dalam ruangan sambil mengulas senyuman, akan tetapi, kalimatnya terhenti tatkala melihat pria asing berada di ruang kamar mantan kekasihnya.
Ia lalu melihat raut muka Amara yang ketakutan, seketika tahu bahwa pria itu mempunyai tujuan buruk. "Siapa kau!" tanyanya. Raut muka Bintang yang tadi ramah berubah keras disertai sorot mata tajam.
Di sisi lain, pria itu semakin cemas, pasalnya sama sekali tak menduga kalau ada seseorang yang masuk ke dalam ruangan ketika dirinya hendak menjalankan tugas. Dia diam tak menjawab pertanyaan, hanya menatap tajam laki-laki yang ada di depannya. Selanjutnya, mendorong kuat pemuda itu hingga jatuh tersungkur, lalu berlari ke luar ruangan guna melarikan diri.
"Aww ...!" Bintang terpekik kecil saat terjatuh ke lantai, tetapi langsung berdiri dan berusaha mengejar orang tersebut. Ia berlari sambil berteriak meminta bantuan pada orang-orang yang berada di sekitar koridor Rumah Sakit. Naas, beberapa orang yang berada di koridor hanya melihat tanpa berusaha memberikan bantuan.
Ia berhenti berlari karena sudah kehabisan napas, kemudian mengedarkan pandangan mencari sosok yang sudah menghilang. Bintang mendengus kasar, kesal gagal menangkap sosok yang mencurigakan, sebab kalau berhasil pasti akan menjadi nilai tambah di mata Amara. Setelah deru napasnya kembali normal, laki-laki itu memilih kembali ke ruangan mantan kekasihnya. Sesampainya di sana, melihat raut muka Amara yang pucat akibat ketakutan.
Dia berjalan mendekat dan duduk di kursi samping tempat tidur. "Jangan takut, orang itu takkan datang lagi," tutur Bintang sambil berusaha menenangkan mantan pacarnya.
Amara menoleh ke samping, meredakan isak tangisnya sambil kedua tangan bergerak menghapus air mata. "Terima kasih," ucapnya tulus, sebab tahu kalau pemuda itu datang terlambat, hal buruk akan terjadi padanya.
"Iya sama-sama," timpal Bintang sembari tersenyum senang, merasa bahwa sikap Amara sudah sedikit lunak padanya.
Susi Astuti sudah kembali setelah pergi membeli beberapa makanan ringan. Namun, langkah kakinya terhenti di depan pintu saat melihat anaknya sedang berduaan bersama Bintang. Sebagai ibu tentu merasa senang, kemudian berjalan mundur dengan hati-hati dan membiarkan mereka menikmati waktu bersama. Dalam hati berharap bahwa putrinya anak menikah dengan Bintang.
****
Owen memarkir sepeda motornya di depan sebuah kafe, lalu turun dan berjalan masuk sambil mencari sosok yang mempunyai janji bertemu dengannya. Bibir pemuda itu mengulas senyum kecil tatkala melihat lambaian tangan perempuan, kemudian melangkah menuju tempat temannya yang sudah duduk menunggu. Karena terlalu fokus melihat temannya, hingga tak menyadari seorang gadis cantik berjalan dari arah sebelah kanan.
Bugh.
Kedua lawan jenis itu jatuh ketika berpapasan. "Maaf ...," ucap mereka serempak seraya saling memandang. Terjadi keheningan beberapa detik sebelum keduanya saling tertawa kecil. Owen berdiri lebih dulu, selanjutnya mengulurkan tangan dan membantu berdiri gadis yang ditabraknya. Bola matanya tak berkedip serta seakan melompat keluar dari sarang ketika melihat perempuan tersebut mempunyai paras cantik dengan menggunakan pakaian seksi. Ia lalu segera membuang pandangan seraya meminta maaf.
Sedangkan Alyssa yang sedari tadi menunggu merasa kesal saat melihat Owen yang menurutnya sedang tebar pesona pada seorang perempuan. Ia yang dibakar api cemburu langsung berdiri dari tempat duduk dan berjalan mendekat. "Owen!" tegurnya.
Si pemilik nama menoleh ke asal suara, seketika tangannya melepaskan pegangan tangan perempuan itu dan berganti menggaruk kepala yang sama sekali tidak gatal sambil tertawa kaku. Pemuda itu hendak membuka suara pada Alyssa, tapi gadis yang tadi ditabraknya lebih dulu berbicara.
"Terima kasih." Sebuah suara lembut nan halus yang menusuk telinga, lantas iris matanya kembali melihat ke depan seraya tersenyum juga menganggukkan kepala. "Sama-sama," balas Owen.
Gadis itu balik tersenyum manis yang semakin memperindah paras cantiknya. Lalu, mengedipkan satu matanya sebelum berjalan pergi. Sementara Owen tengah terpana tanpa mampu berkata-kata, tersadar saat merasakan cubitan pada pinggangnya. "Awww ...!" Ia terpekik pelan sembari menengok ke arah Alyssa yang sedang cemberut dan melotot.
"Ada apa?" tanyanya polos sambil memasang muka bingung.
"Dasar genit!" desis Alyssa. Kemudian, melangkahkan kaki kembali ke tempat duduk. Sedangkan Owen yang bingung hanya mengekor dari belakang.
Setelah duduk dan memesan makanan, laki-laki itu bertanya tentang tujuan Alyssa. "Kenapa kamu mengajakku bertemu di kafe?"
Namun, bukannya menjawab pertanyaan, Alyssa malah bertanya balik dengan nada ketus. "Apa kamu sering tebar pesona pada setiap gadis?!"
Laki-laki itu sama sekali tidak paham pertanyaan lawan bicaranya, jadi hanya mengangkat satu alisnya seraya bergumam. "Hah ...?"
Alyssa memutar bola matanya sambil mendengus kasar melihat respon temannya yang berpura-pura tidak tahu dan memasang tampang tak berdosa. "Lupakan," ucapnya. Kemudian, mengatakan tujuan bertemu dengan Owen. "Aku ingin menjalin kerja sama denganmu."
"Hah ...?" Kata itu yang keluar dari mulut Owen. Ia yang kian bingung meminta temannya untuk menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami.
"Aku ingin berinvestasi pada usahamu," ulang Alyssa dengan nada jengkel. Merasa jika malam ini sikap temannya itu sedikit mengesalkan, tapi juga membuat dirinya gemas dan ingin memeluk Owen.
Pemuda itu merasa tidak salah dengar, bergerak sedikit maju sambil tangannya menyentuh kening Alyssa. "Apa kamu sakit?" tanyanya. Alyssa tak menjawab, sebab sedang tersipu malu dengan kedua pipi bersemu merah tatkala merasakan sentuhan halus pada keningnya. Dia menatap ke depan disertai jantung berdegup kencang.
****

KAMU SEDANG MEMBACA
Unperfect Story
Ficção Geral[Update setiap senin] Tiga tahun berlalu kehidupan Amara sudah kembali normal, sosok yang selama ini ada di hatinya sudah sepenuhnya menghilang. Namun, sosok itu kembali datang dan membawa beribu kenangan, mungkin disertai juga perasaan Amara yang p...