Pertarungan.

17 9 10
                                    

Sebuah sepeda motor matic yang ditumpangi dua orang lawan jenis berhenti di depan pintu gerbang bangunan rumah. Dilihat dari ukuran pintu gerbang serta tembok yang mengelilingi bangunan tersebut, sudah dapat dihitung seberapa luas dan megahnya rumah yang ada di dalamnya. Ia sudah mengira kalau perempuan yang diboncengnya berasal dari keluarga kaya, tetapi tidak menyangka bahwa ternyata sangat kaya. Lalu, kepalanya menoleh ke belakang sembari berkata.

"Turunlah, kita sudah sampai."

Gadis yang masih duduk santai membonceng di atas sepeda motor itu mengangguk pelan, bibirnya agak cemberut, mungkin karena akan berpisah dengan lelaki yang disukainya. "Iya," jawabnya setelah turun dari sepeda motor. Kemudian, menawarkan teman barunya itu untuk singgah sebentar di rumahnya, tapi ternyata tawarannya ditolak halus.

"Gak usah, aku langsung pulang saja. Lagi pula udah terlalu malam untuk bertamu." Selesai memberi penjelasan, Owen langsung menyalakan sepeda motor dan melenggang pergi. Sementara Alyssa masih berdiri di depan pintu gerbang rumahnya seraya melihat laki-laki tersebut menjauh sebelum hilang dari pandangan.

Tak berselang lama, pintu gerbang dibuka oleh dua orang yang merupakan penjaga gerbang. Kedua pria itu langsung menyambut majikannya yang baru saja pulang. "Selamat datang Nona Muda," tutur ramah juga sopan salah seorang dari mereka.

Ia menatap dua pria itu dengan salah satu sudut bibir terangkat, lalu segera berjalan ke rumah. Alyssa melangkah santai saat masuk ke dalam rumah dan melewati ruang tamu, akan tetapi ketika hendak menaiki anak tangga mendengar suara yang memanggil namanya dan menghentikan langkahnya.

"Alyssa." Kepalanya segera menoleh ke sumber suara. Lalu menjawab dengan ramah disertai senyuman. "Iya Ayah."

"Dari mana kamu?" tanya seorang pria yang mengenakan pakaian tidur dan sedang duduk di sofa. Memandang lekat sang putri untuk meminta sebuah penjelasan.

Alyssa menelan saliva saat melihat raut muka ayahnya, merasa gugup sebab tahu bahwa dirinya tidak dapat berbohong di hadapan pria itu. "Emm ... dari ketemuan sama teman," jawabnya ragu-ragu.

Sedangkan pria itu hanya terus menatap putrinya, memastikan bahwa sang anak tidak berkata dusta. "Ya sudah, sekarang pergi tidur sana!" titahnya.

Alyssa mengangguk cepat mendengar perintah sang ayah, kemudian tersenyum dan berpamitan. "Selamat malam Ayah." Selanjutnya, melangkah menaiki anak tangga menuju kamar sambil mengembuskan napas penuh kelegaan.

Huuuffftt ....

Selepas memastikan bahwa anaknya sudah masuk ke dalam kamar, tangan kanan Nicholas meraih smartphone yang ada di meja, menekan layarnya kemudian mendekatkan ke telinga. "Beri orang itu pelajaran."

"Siap!" Terdengar suara menyahut dari ujung panggilan.

Setelah panggilan dimatikan, bibir pria berwajah blasteran Indo-Jerman itu menyeringai lebar. Nicholas Right Kiehl adalah pria berusia empat puluh satu tahun, mempunyai ideologi bahwa orang kaya tidak boleh bergaul dengan orang miskin, karena baginya orang miskin tidak jauh berbeda dengan serangga.

#

Owen mengemudikan sepeda motornya dengan kecepatan sedang, pasalnya ingin menikmati udara dan suasana malam sebelum sampai di rumah. Namun, tiba-tiba ada sebuah mobil mewah berhenti tepat di depannya, membuat dirinya terkejut dan secara paksa jarinya menarik tuas rem. "Untung masih sempat," ucapnya disusul hembusan napas saat melihat ujung sepeda motornya belum menyentuh bagian belakang mobil tersebut. Tatapan matanya kemudian beralih ke arah empat orang pria yang keluar dari mobil dan berjalan menghampirinya. Ia mencium bau ancaman bahaya, segera turun dari sepeda motor untuk situasi tak terduga.

Keempat pria itu saling bertukar pandang, lalu salah satu dari mereka membuka suara. "Benar dia orangnya?"

"Ya," balas singkat satu orang yang merupakan pemimpin kelompok itu. Selanjutnya, tiga pria berjalan maju, sedangkan satu orang lainnya hanya berdiri diam, melihat sambil menyilangkan kedua tangan di dada.

Owen memandang aneh orang-orang tersebut, selain mengenakan setelan jas hitam, keempat orang itu juga memiliki perawakan besar dan bermuka garang. Namun, ia tetap berdiri diam, tersenyum kecil sebelum berbicara. "Maaf, tapi bukan gue yang salah. Mobil kalian tadi langsung berhenti tepat di depan motor gue." Tepat setelah kalimat itu berakhir, sebuah bogem mentah melayang ke arahnya.

Pemuda itu langsung mengelak ke samping demi menghindari serangan, tapi pukulan lain dengan cepat tertuju ke wajahnya. Owen secara sigap menunduk lalu melompat mundur, sehingga serangan tadi hanya mengenai udara.

"Ada apa ini!" tanyanya dengan suara keras. Namun, pertanyaan darinya sama sekali tidak mendapat balasan, sebab orang-orang tersebut hanya memberikan tatapan tajam.

Pria itu kembali melayangkan pukulan, kali ini kedua tangannya bergerak cepat mengincar wajah dan tubuh lawan. Owen kesulitan menghindari serangan tersebut, lalu berusaha menahan juga menangkis setiap tinju yang tertuju padanya. Namun, sebuah bogem mentah dari musuhnya sukses memukul tulang rusuk kirinya, membuat dirinya meringis kesakitan sambil berjalan mundur.

Haaah ... haaahh ....

Pemuda ia mengatur napas seraya tangan kiri memegangi tulang rusuk yang terkena tinju. "Sial!" keluhnya dalam hati setelah mengetahui lawannya cukup tangguh. Sorot matanya berganti memandang tiga pria lainnya yang sedari tadi berdiri menonton pertarungan. Ia sadar, masih tiga musuh lain yang sedang menunggu giliran bertarung.

"Apa hanya segini?" tanya pria itu dengan nada meremehkan. Dia tersenyum sinis, kemudian memangkas jarak sembari melancarkan serangan.

Owen balas tersenyum sambil memiringkan badan demi menghindari serangan, lalu menggerakkan telapak tangan kanannya memukul tenggorokan lawan, dia tersenyum jahat sesaat sebelum melontarkan pukulan lagi memakai tangan lainnya ke ulu hati. Di sisi lain, pria itu tidak dapat menghindar karena jarak diantara keduanya terlalu dekat, alhasil, pukulan keras mengenai dadanya, membuat dirinya terhuyung mundur seraya masing-masing tangan memegangi leher juga dada.

Uukhh ....

Dia bersiap menyerang kembali. Namun Owen lebih dulu mengayunkan pukulan tangan kanan secara cepat dari bawah yang secara akurat mengenai dahinya. Pria tersebut melayang dua centimeter di udara sebelum ambruk kesakitan, saat ia hendak bangkit sebuah tendangan menghujam wajahnya.

Bugh!

Wajah pria itu berdarah, sedangkan Owen hanya tersenyum puas, meski begitu belum dapat bernapas lega. Bola matanya beralih melihat tiga pria lainnya sembari berbicara. "Siapa selanjutnya!"

Menanggapi perkataan itu dua pria langsung berjalan mendekat seraya menatap tajam dan menyeringai lebar. "Kau akan menyesal!" ancamnya.

Owen selesai mengatur napas, sorot matanya terlihat dingin dengan mimik wajah tanpa ekspresi, berbeda dari sebelumnya, kini dia benar-benar fokus juga serius. Selanjutnya, mengambil inisiatif menyerang lebih dulu, berlari ke arah musuh lalu melompat sambil melakukan tendangan. Naas, tendangannya berhasil ditahan oleh musuh dengan cara menyilangkan kedua tangan ke depan. Sementara pria lainnya segera mengayunkan lengannya ke belakang sebelum memukul Owen hingga terpental ke samping dan terkapar di aspal.

Bruuaak!

Dua pria itu terkekeh seraya mengejek. "Terlalu cepat lima puluh tahun bagimu untuk mengalahkan kami."

****

Unperfect StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang