Para Lelaki.

7 4 14
                                        

Danu Prasetyo berniat mengantarkan pulang Amara setelah karyawati di kafenya itu meminta ijin pulang lebih awal, tapi sayang, tawaran darinya ditolak oleh perempuan tersebut dengan sebuah alasan klasik. Ia pun hanya berdeham sambil menghela napas setelah upayanya dekat dengan Amara kembali gagal. Bersama salah satu karyawati lain, dirinya mengantar gadis itu sampai di depan pintu kafe.

"Kau tidak apa-apa pulang sendiri?" tanya Maya sambil memandang lekat sahabatnya.

Amara menggeleng lemah seraya berujar. "Aku baik-baik saja kok." Nada suaranya sangat pelan juga lemah.

"Lebih baik aku atau Maya antar kamu pulang," sambung Danu, selain merasa khawatir pada anak buahnya, dia ingin mencuri kesempatan.

"Enggak usah, Pak," tolaknya, "aku bisa pulang sendiri."

****

Sebuah sepeda motor matic berhenti di parkiran rainbow cafe, sang pengemudi berjalan turun dan segera menghampiri Amara sambil memasang senyum. Ia lalu menyapa ramah, tetapi seketika khawatir selepas melihat raut muka pucat temannya.

"Hai Amara ... ada apa?" Dari nada suaranya penuh perhatian juga kekhawatiran.

Amara bersama dua orang temannya menatap Owen sebentar. "Aku tidak apa-apa, Kok," ungkap pemilik nama dengan suara bergetar, seperti sedang menahan tangis.

Owen mengetahui bahwa perempuan yang disukainya itu dalam keadaan buruk, kemudian langsung memberikan pelukan agar kondisi Amara lebih baik. Sedangkan Amara menerima pelukan itu sambil mulai kembali terisak. Air mata yang sedari tadi berhenti dan ditahan kini kembali mengalir keluar. Tangan Owen bergerak mengelus lembut kepala sembari berusaha menenangkan isak tangis Amara.

"Cup ... cup cup. Menangislah sampai perasaanmu menjadi sedikit lebih baik." Iris matanya berganti memandang perempuan yang menjadi rekan kerja Amara untuk meminta penjelasan. Maya pun mengangguk dan hanya memberikan jawaban secara singkat, yang dengan mudah dimengerti oleh Owen.

Di sisi lain, Danu membuang muka sebab kesal menyaksikan adegan pelukan dua lawan jenis itu. Ia lalu berpamitan pada mereka serta masuk ke dalam kafe terlebih dulu, tapi tidak ada seorang pun dari ketiga orang tersebut yang menanggapi perkataannya, menyebabkan suasana hatinya kian kesal.

"Dasar mesum, curi-curi kesempatan saat ada cewek sedih," gerutunya dalam hati, akan tetapi, sebenarnya dirinya iri.

Sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti di depan kafe, pengemudinya menatap penuh cemburu adegan pelukan antara Owen dan Amara, segera keluar dari mobil serta berjalan menghampiri mereka. "Ada apa ini?" tanyanya, mengejutkan semua orang yang ada di sana dan secara tidak langsung menghentikan adegan dua insan lawan jenis.

Amara menengok ke asal suara, begitu pula dengan Owen serta Maya, tetapi, gadis yang tengah bersedih itu sama sekali tidak ingin memberikan jawaban. Owen pun sama, hanya melihat sekilas sebelum kembali mengelus lembut kepala Amara, membuat Bintang merasa semakin cemburu. Hanya Maya yang dengan sigap menjelaskan keadaan.

"Aku antar pulang ya?" pinta Owen, merasa khawatir jika gadis itu pulang sendirian. Ia juga meminta kunci motor Amara dan menelpon temannya untuk mengambil motor tersebut untuk mengganti jok sepeda motor.

Gadis itu menganggukkan kepala, sama sekali tidak menolak ajakan Owen, tapi, dia membantah saat pemuda tersebut berkata menyuruh temannya untuk mengganti jok sepeda motor miliknya. "Tidak usah," lirihnya dengan suara serak, "biar besok aku ganti sendiri saja."

Namun, keinginan darinya itu ditolak balik oleh Owen. "Tidak apa-apa, lagipula aku membantumu ikhlas." Seraya mengeluarkan dompet dari saku celana dan mengambil kartu identitas diri dan memberikannya pada Amara. "Ini, jika kamu tak percaya padaku."

Unperfect StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang