"Makasih ya," tutur Amara selepas turun dari sepeda motor. Owen hanya menatap gadis itu sambil membalas. "Sama-sama." Selanjutnya, tancap gas dari lokasi.
Amara terus tersenyum melihat Owen yang kian menjauh, perasaan buruknya sudah sedikit membaik, lalu membuka pintu gerbang dan melangkah masuk ke rumah. Saat ia berjalan melewati ruang tamu mendapati sang bunda tengah asyik menonton acara gosip pada televisi, kemudian mengubah langkah kakinya menjadi pelan, sebab takut ditanya aneh-aneh oleh ibunya.
"Amara!" panggil perempuan tiga puluh tahun itu sambil menoleh ke belakang secara tiba-tiba.
"Iya Bunda," sahut Amara gugup.
Ibu satu orang anak itu memandang Amara, menelisik tajam karena merasakan keanehan dari sikapnya, lalu menghela napas sebelum bertanya. "Kok Bunda gak dengar suara motormu?"
Gadis itu kian cemas, bingung sekaligus takut menceritakan kebenaran pada ibunya, maka memilih untuk sedikit berbohong. "Emmm ... anu Bunda." Amara berbicara tanpa berani memandang wajah Susi Astuti. "Motor Amara rusak, jadi ada di bengkel."
Perempuan berusia tiga puluh tiga tahun tersebut menatap lekat-lekat putrinya sembari mencerna jawaban. Setelah merasa yakin bahwa Amara tidak berbohong, langsung menyuruh segera pergi ke kamar dan istirahat. Di sisi lain, Amara langsung mengangguk cepat juga tersenyum, berjalan masuk ke dalam kamar dengan diliputi perasaan bersalah.
"Ya udah Bunda, Amara ke kamar dulu," pamit gadis itu sesaat sebelum melangkah pergi. Susi Astuti hanya diam tak membalas kalimat, kepalanya kembali ke arah televisi dan lanjut menonton gosip.
****
16.30 WIB.
Owen mengantarkan sepeda motor Amara kembali pada pemiliknya, ia sudah berdiri di depan gerbang sembari menekan bel dan mengucap salam. Tanpa menunggu lama, pemilik rumah berjalan keluar sambil membuka gerbang. "Owen ada apa?" tanya Amara yang kaget mendapati kedatangan temannya, tapi tatapan matanya segera beralih ke sepeda motor miliknya yang ada di samping pemuda itu.
"Udah jadi?" tanyanya penuh kegembiraan.
Owen tersenyum lebar memandang ekspresi wajah temannya. "Iya dong. cepat kan?" Amara hanya mengangguk akibat terlalu senang, hingga tanpa sadar langsung memeluk lawan bicaranya. "Terima kasih."
Owen terkejut atas tindakan Amara,
Bola matanya melebar dengan degup jantung kencang. Ia hanya diam sebelum tangannya ikut bergerak membalas pelukan. Kedua lawan jenis itu saling berpelukan hingga beberapa detik sampai tersadar oleh keadaan."Maaf," kata perempuan berumur dua puluh satu tahun sambil melepaskan pelukan seraya memalingkan muka karena malu, ditambah degup jantungnya sedang tak berirama.
"Ya, gak apa-apa kok," tukas Owen. Yang sebenarnya merasakan hal serupa.
Amara kemudian meminta laki-laki itu untuk singgah sebentar di rumahnya. Awalnya Owen ingin menolak, tapi karena terus dipaksa, jadi memilih menerima tawaran. Mereka berjalan masuk ke rumah, Amara lanjut ke dalam rumah, sedangkan Owen menunggu duduk di teras sambil menikmati pemandangan.
Telinga Owen menangkap bunyi langkah kaki mendekat, dan mengira itu adalah Amara, tapi ternyata salah, sebab yang keluar adalah seorang wanita dewasa. Ia segera berdiri, tersenyum ramah sembari menyapa halus. "Sore Tante." Seraya mengulurkan tangan.
Namun, Susi Astuti tak menyambut uluran tangan tersebut, hanya menatap tamunya dari ujung rambut sampai pangkal kaki. "Kamu yang mengantar sepeda motor?" tanyanya. Yang langsung mendapat jawaban serta anggukan kepala. "Iya Tante." Sembari menarik mundur tangannya.
"Bukannya sudah dibayar. Lalu mau apa lagi?" sambung Susi Astuti.
Sedangkan Owen bingung akan perkataan itu, mempunyai dugaan kalau ibu dari Amara mengira dirinya adalah montir sepeda motor. Anehnya, ia sekali tidak membantah dan memilih berpamitan. "Ya sudah Tante, saya pergi dulu." Selanjutnya, angkat kaki dari kediaman Amara.
"Hmmm."
Susi Astuti memandang sinis Owen, merasa yakin bahwa laki-laki tersebut mempunyai niat untuk mendekati putrinya. Selepas orang itu pergi, dia yang hendak kembali masuk ke dalam rumah bertemu anaknya yang berjalan keluar sambil membawa minuman. Di sisi lain, Amara terkejut mengetahui sang ibu ada di depan rumah, tetapi, hal yang lebih mengejutkan adalah ketika tidak melihat Owen, lantas bertanya pada ibunya.
"Bunda, laki-laki tadi ke mana?"
Susi Astuti tak menjawab, hanya memandang tajam anaknya seraya memberikan nasehat "Kamu itu jangan bergaul dengan orang yang gak penting. Kalau udah bayar langsung suruh pergi aja."
"Tapi Bunda." Amara hendak menjelaskan, tapi sorot mata tajam dari ibunya menghentikan niatnya. Kemudian, dengan kesal menghentakkan kaki masuk ke dalam rumah.
Susi Astuti geleng-geleng kepala menatap Amara, bingung akan pola pikir putrinya. Ia menghela napas sesaat sebelum masuk ke dalam rumah untuk menyaksikan sinetron yang dibintangi artis Epy Kusnandar yang berperan sebagai bos preman.
***
Owen pergi dengan berjalan kaki, awalnya ingin memesan ojek online, akan tetapi rasa kesal di hati membuatnya mengurungkan niat. Sepanjang jalan dia berpikir tentang perkataan pedas ibu temannya, lalu berhenti melangkah dan membuang napas seraya menghapus keringat di wajah.
"Apa aku pesan ojek online aja ya?" pikirnya, merasa sudah lelah berjalan kaki.
Saat itulah sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di sampingnya. Owen menatap mobil tersebut sekilas karena merasa familiar. Firasatnya tidak salah, sebab sosok yang dikenalnya berjalan keluar dari dalam mobil seraya menyebut namanya.
"Owen," sapa lembut gadis berparas cantik.
"Apa maumu!" paparnya dengan nada tak ramah. "Apa kau belum puas mengirim orang untuk menghajarku?!"
Iris mata Alyssa berkaca-kaca diikuti raut muka sedih, hatinya terasa sakit mendengar kalimat pedas dari temannya. Ia lalu menghirup udara sebanyak-banyaknya, sebelum akhirnya membuka suara. "Dengarkan aku, Owen! Demi Tuhan! bukan aku yang mengirim orang-orang itu padamu."
"Lalu siapa!" hardiknya kesal. Matanya mendelik tajam dengan kedua tangan terkepal kuat.
Alyssa menunduk, air matanya keluar menghiasi wajah, kemudian mengangkat pandangan. "Semua itu ulah Ayahku," ungkapnya.
Laki-laki itu menelisik tajam lawan bicaranya, sebelum memutar bola mata seraya mengembuskan napas. Lalu, membalikkan badan dan melangkah pergi.
Mengetahui Owen memilih pergi dari pada mempercayai dirinya menyebabkan Alyssa semakin sedih. "Kalau kamu gak memaafkanku. Aku akan bakal berlari jalan raya untuk bunuh diri," terangnya.
"Terserah!" sahut pemuda tersebut tanpa menoleh ke belakang sembari mengibaskan tangannya ke udara.
Namun, tatkala sudut matanya melihat ke belakang, mendapati gadis itu sudah berdiri di tengah jalan raya, bahkan laki-laki yang menjadi supir dari Alyssa telah keluar dari mobil seraya berteriak panik. Owen mendesah lemah, memutar badan dan berlari menghampiri Alyssa, kemudian menarik gadis itu kembali kembali ke pinggir jalan, pasalnya dari kejauhan ada truk yang melaju kencang.
"Apa kau sudah gila!" bentaknya, tapi gadis yang berurai air mata tersebut hanya diam sambil terisak. Melihat hal itu menjadikan Owen merasa bersalah, menghela napas seraya kedua jempol tangan bergerak menghapus air mata di wajah Alyssa. "Maafkan aku," lirihnya.
Ia menatap pemuda itu lekat-lekat dengan iris mata berkaca-kaca. "Aku yang salah," balasnya. Namun, Owen hanya tersenyum dan mengelus lembut kepala Alyssa.
"Kamu mau ke mana dan kenapa jalan kaki?" sambung perempuan itu.
"Habis dari rumah teman." Jawaban singkat dari Owen.
"Mau aku antar?" tawar Alyssa.
Ia ingin menolak, tapi karena masih sedikit merasa bersalah akhirnya menerima tawaran. Sedangkan Alyssa bersorak senang dalam hati, segera menarik tangan Owen untuk masuk ke dalam mobil.
****
Nb: Mulai minggu depan memasuki season 2.

KAMU SEDANG MEMBACA
Unperfect Story
General Fiction[Update setiap senin] Tiga tahun berlalu kehidupan Amara sudah kembali normal, sosok yang selama ini ada di hatinya sudah sepenuhnya menghilang. Namun, sosok itu kembali datang dan membawa beribu kenangan, mungkin disertai juga perasaan Amara yang p...