Prolog

579 54 34
                                    

Post ulang cerita ini dengan versi baru sekalian cek ombak ehehe 😋

Happy reading 🌹

*****

Kevin

Aku mengamati seorang gadis kecil yang sedang duduk di salah satu kursi coffee shop rumah sakit ini. Aku bisa melihat dengan jelas, gadis kecil itu mengembuskan napas, lalu menunduk menatap ujung sepatunya. Ku lihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Sepertinya masih ada waktu untuk menghampiri gadis kecil itu.

"Are you sad?"

Gadis kecil itu mendongak saat aku menyapanya dengan lembut. Matanya bulat, terlihat lucu saat menatapku. Dia terlihat terkejut karena aku menghampirinya dan memberi senyum.

"Sad?" tanyanya bingung.

Oh God! Gadis kecil itu memiliki paras orang Asia Tenggara. Sepertinya dia tidak bisa berbicara menggunakan bahasa inggris. Bahasa Indonesiaku bisa dibilang buruk. Namun, mengajaknya berbicara menggunakan bahasa terdengar lebih baik daripada dia tidak mengerti apa yang ku katakan.

"Ah, sorry. Saya akan berbicara bahasa kalau begitu. Maksud saya tadi, kamu sedang sedih?" tanyaku. "Indonesian, right?"

Bukannya menjawab pertanyaanku, gadis kecil lucu itu malah mengamati wajahku. Mungkin dia merasa heran. Paras wajahku sama sepertinya, look rata-rata orang Asia Tenggara. Namun, terdengar jelas aksen berbicaraku berbeda, sangat kaku saat berbicara bahasa.

"Kakak orang Indonesia?" tanyanya.

"Yes. My family—ehm, sorry. Keluarga saya orang Indonesia, tapi kami sudah lama tinggal di sini," tuturku dengan susah payah.

"To be honest, i can speak english. Just a little."

Mendengar ucapan gadis kecil itu, mataku membulat. "Wow! Really?"

"Yes," katanya dengan senyum malu-malu.

"Kamu ke sini dengan siapa?"

"Sama Tante Feya," jawab gadis itu dengan polosnya.

"Tante Feya?"

"Itu ... Tante Feya lagi nelepon papi."

"Papi?" gumamku. "Ah, your dad?" Saat gadis itu mengangguk, aku kembali bertanya, "memang papi kamu ke mana?"

"Papi lagi nemenin mami. Mami sakit, mau operasi," lirihnya. Kini, aku bisa melihat dengan jelas sorot matanya terihat sendu saat membahas sang mami.

Aku hanya bisa terdiam mendengar penuturannya. Orang Indonesia sampai harus pergi berobat dan melakukan operasi di luar negeri. Sudah jelas sakit yang diderita bukan penyakit sembarangan. Jujur, aku ikut merasa sedih karena melihat mata gadis kecil berusia kurang lebih lima tahun itu berkaca-kaca.

"Mami kamu pasti sembuh. Mama saya juga pernah sakit, tapi sekarang sudah sembuh. Dulu berobat di rumah sakit ini juga. Semoga mami kamu lekas sembuh ya."

Mendengar ucapanku barusan, sorot mata gadis itu berubah. Binar itu nampak, seolah-olah ada harapan baru yang menantinya.

"Just wait for a minutes, emmm ... tunggu di sini sebentar ya," pintaku.

Tanpa menunggu jawabannya, aku segera berjalan cepat menuju kasir. Membeli sebuah es krim cone cokelat untuk menghiburnya. Beruntung mama memberiku sebuah kartu untuk membayar yang ku pesan selama mama dan papa ada urusan di lantai atas. Hei, usiaku sudah sepuluh tahun. Aku sudah besar dan cukup mengerti untuk menggunakan kartu sebagaimana mestinya.

"Ice cream. For you. Jangan sedih lagi ya," ujarku seraya menyodorkan es krim cone. "Saya bukan orang jahat. Kata mama, kalau saya lihat ada orang sedih, saya harus hibur supaya dia happy lagi. So, saya beli es krim untuk hibur kamu. Semoga setelah makan es krim ini, kamu tidak sedih lagi," kataku saat gadis itu menatapku bingung. Seperti ada keraguan di sana.

Perlahan, tangan kecil itu terulur untuk menerima es krim dariku. Seutas senyum tersungging di bibirnya.

"Thank you, Kakak," lirih gadis kecil itu, lalu mencicipi es krim.

I'm a hero today! Aku berhasil menghibur seorang gadis kecil. Dia tersenyum saat menerima pemberianku. Terlebih, mendengar ucapan terima kasihnya membuatku merasa sangat lega.

"So, what's your name?" tanyaku penasaran.

"Sera, ayo kita ke atas! Papi udah nunggu."

Gadis kecil itu menoleh. Tentu saja aku mengikuti arah tatapannya. Senyumnya mengembang ketika mendengar suara perempuan—yang disebut sebagai Tante Feya tadi datang menghampiri.

"Siapa yang kasih kamu es krim?" selidik Tante Feya saat mengetahui gadis kecil itu menggenggam sebuah es krim cone.

"Kakak ini yang kasih aku es krim, Tante. Katanya, biar aku nggak sedih lagi."

Tante Feya segera menatapku. Wanita itu terlihat tertegun sejenak. Apakah ada yang aneh dengan wajahku?

Saat Tante Feya menyadari bahwa menatapku terlalu lama, dia tersenyum ramah. "Thank you."

"My pleasure."

"Ayo, Sera. Kita lihat mami dulu." Belum sempat gadis kecil itu menjawab, Tante Feya sudah meraih pergelangan tangannya, lalu mengajaknya beranjak pergi.

Gadis kecil itu menoleh padaku yang masih terpaku di tempat seraya memberikan senyum untuknya. Aku melambaikan tangan seraya terus menatapnya. Langkah kakinya semakin menjauh, lalu menghilang di balik pintu coffee shop.

Tante Feya tadi memanggil gadis kecil itu dengan sebutan Sera, kan?

"So, her name is Sera ...," gumamku kemudian. "Till we met again, Sera."

*****

Follow akun wattpad @ichaaurahmaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Follow akun wattpad @ichaaurahmaa

Follow instagram
Ichaaurahmaa

25-07-2021
Re-post 28 Juli 2023
With love, IU ❤️

REASON (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang