Chapter 24 - Amarah

46 5 13
                                    

Happy reading 🌹
*****
Kevin

"Kamu akhiri hubungan kita dengan cara begini, nggak akan bisa nyakitin aku. Kamu, juga orang lain pun nggak akan ada yang bisa nyakitin aku lagi! Karena aku udah pernah ngerasain sakit di titik yang terdalam. Saat merindukan mami yang udah berpulang ke pangkuan Tuhan!"

Aku ingin melupakan Seraphina, tapi bayang-bayangnya saat mengucapkan kalimat itu hadir dengan sangat jelas. Kedua mata beningnya yang berkaca-kaca, wajahnya terlihat begitu terluka akan ucapanku.

Shit! Double shit!

Umpatan demi umpatan lolos begitu mudahnya dari mulutku. Harusnya tidak seperti ini. Harusnya aku bisa cepat melupakan Seraphina begitu mengetahui kenyataan. Yang ada dipikiranku sejak hari itu adalah aku harus bisa melupakan Seraphina bagaimana pun caranya.

Termasuk, menyiksa diri sendiri di tempat fitness. Aku tahu, olahraga berlebihan tidak baik untuk tubuh. Tapi, aku tidak memiliki pelarian lain selain berada di tempat fitness dari pagi hingga malam hari. Bisa saja aku pergi ke kelab malam, minum sampai mabuk dan bersenang-senang dengan perempuan seksi di sana. Namun, kali ini aku tidak tertarik mendatangi kelab.

"Aarrggghhh!"

Aku berseru setelah meninju samsak sekuat tenaga hingga lenganku terasa nyeri. Setelah melampiaskan semuanya ke samsak, aku mengalami cidera. Tentu saja. Gerakanku asal dan tidak terkontrol. Wajahku meringis seraya mencengkeram bahu kananku.

"Stop lah, Bang! Bukan gini cara menyelesaikan masalah."

Aku tahu. Tapi, ego ku mengalahkan semuanya. Aku benci semua yang berhubungan dengan masa lalu papa. Aku benci wanita bernama Clemira dan mau tidak mau, aku harus membenci Seraphina juga. Perempuan yang memiliki satu tempat khusus di hatiku sampai beberapa hari yang lalu.

Aku tertawa kecil. Semesta memang suka bercanda. Bagaimana bisa aku mencintai perempuan, yang merupakan anak dari masa lalu papa? Hell!

"Usia lo udah matang, Bang. Lo harus bisa sampingin ego. Coba bicara baik-baik bertiga sama Om dan Tante. Gue yakin, ada banyak hal yang nggak lo tahu soal masa lalu mereka. Siapa tahu, setelah bicara dari hati ke hati bertiga, hubungan lo sama Om Kenzo membaik."

Aku tidak menyahut ceramah dari Fero. Bicara bertiga dengan mama dan papa? Aku rasa ... aku belum siap menghadapinya. Rasanya menyakitkan saat aku harus menatap wajah papa. Melihat papa, rasanya seperti aku melihat Seraphina. Jika seperti itu, bagaimana aku bisa cepat lupa?

"Bang! Lo denger gue nggak sih?!" Nada bicara Fero terdengar kesal.

"Ya. Saya dengar."

"Ck. Susah kalau ngomong sama batu."

I know, Fero sedang mengataiku. Namun, aku tidak peduli. Mau dia menyebutku bajingan pun, aku tidak masalah.

"Sekarang, lo nurut sama gue. Gue tahu lengan lo cidera gara-gara tuh samsak. Gue bawa lo ke rumah sakit."

***

"Are you kidding me?" tanyaku pada Fero saat mobilnya memasuki kawasan HH Hospital.

Bukan apa-apa. Rumah sakit ini milik keluarga Seraphina. Hubungan asmaraku dengan salah satu pewarisnya baru saja kandas, dan Fero malah membawaku ke sini?

"What? Ini rumah sakit terbaik di Jakarta, Bang," sahut Fero tanpa rasa bersalah.

"Saya tahu, ini rumah sakit terbaik. Tapi, you know? Saya baru saja putus dengan ...." Aku menggantung ucapan. Agak aneh rasanya menyebut nama Seraphina dengan lantang.

REASON (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang