Chapter 11 - Obrolan Serius

45 6 11
                                    

Selamat malam.
Happy reading 🌹

*****

Seraphina

"Kalau makan semangka boleh nggak, Dok?"

Gue yang lagi fokus tandain makanan yang boleh dikonsumsi pasien diabetes langsung aja mendongak. Tentu aja gue pasang senyum ramah di hadapan pasien tercinta.

"Semangka lebih baik dihindari ya, Pak. Nanti gula darahnya naik lagi, lho!" ujarku dengan nada bercanda.

"Terus saya bolehnya makan apa, Dok? Kok makanan yang enak-enak saya nggak boleh makan?"

"Bapak masih bisa makan enak kok. Masih bisa makan ikan walaupun tidak semua, boleh makan daging dengan catatan daging tanpa lemak. Ini sudah saya tandai apa saja yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi," jawab gue sabar.

Wah! Tentu aja dengan profesi gue, sabar adalah koentji. Gue ketemu banyak karakter pasien setiap harinya. Ada yang bikin gue seneng karena pasiennya nurut, tapi ada juga yang bikin gue geregetan mampus karena susah dikasih nasihat. Cuma ya, nggak mungkin gue nge-reog di ruangan kan?

"Nurut sama dokternya, Pa. Mama nggak mau nanti pengelihatan papa berkurang gara-gara gulanya tinggi."

Gue yang kembali fokus ke list makanan buat pasien diabetes itu diem-diem senyum denger suara istri si bapak. Lihat dan denger obrolan pasangan suami istri yang mengkhawatirkan kondisi pasangannya tuh nggak tahu kenapa bikin gue seneng aja. Kayak kita tuh dicintai dan dihargai banget.

"Nah, Bapak, Ibu, ini ya list makanan yang sudah saya tandai artinya boleh dikonsumsi. Bukan berarti menjaga pola makan lantas tidak minum obat dari dokter penyakit dalam ya. Tetap minum obat, jaga pola makan dan kontrol rutin," jelas gue seraya menyodorkan kertas itu.

"Baik, Dok. Terima kasih banyak."

Gue mengangguk, lalu tersenyum. "Sama-sama. Semoga sehat selalu ya."

Gue mengiringi kepergian pasangan suami istri itu dengan senyum lebar. Selesai juga pasien gue hari ini! Nggak sabar gue, pengen cepet-cepet makan di kantin rumah sakit terus pulang. Pengin istirahat malam ini, soalnya besok gue janjian sama Kevin mau nge-gym.

"Pasien terakhir tuh?"

Untung gue bukan orang latah kalau lagi kaget. Gue mendengkus saat melihat kepala Hazel menyembul di sela-sela pintu ruang praktik. Gimana nggak jantungan gue ada kepala nongol di sana? Mana nggak ketuk pintu pula!

"Zel, gue kan udah bilang. Ketuk pintu dulu sebelum masuk!" seru gue sambil pasang muka cemberut.

Sekarang, Hazel baru geser badannya jadi nggak kelihatan kepala doang. Tuh laki cuma meringis aja bisanya kalau gue omelin.

"I'm sorry," kata Hazel, lalu duduk di kursi pasien di hadapan gue. "Hai, sus!" sapanya pada perawat yang bantuin gue di ruangan.

Perawat itu cuma balas sapaan Hazel dengan senyum dan anggukan, lalu buru-buru pamit keluar. Gue sih nggak mempermasalahkan karena jam jaga dia udah habis. Dan nggak tahu kenapa, kebanyakan dari mereka kayak segan kalau gue lagi berduaan sama Hazel begini.

"Baru dateng ya?" tanya gue saat lihat penampilan Hazel masih fresh dan rapi.

"Hooh. Praktik sampe malem gue," jawab Hazel. "Eh, gue beliin croisant di Ansyelle nih! Buat temen lo rebahan sambil nonton netflix di rumah."

Mata gue melebar saat Hazel meletakkan paper bag besar bertuliskan ANSYELLE di meja.

"Wah! Kesukaan gue! Kemarin gue sama Sea nyobain madeline-nya Ansyelle. Enak banget!" seru gue dengan mata berbinar.

REASON (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang