Chapter 14 - Ugal-ugalan

44 7 14
                                    

Happy reading 🌹

*****
Kevin

Ah, aku tidak bisa bertemu Seraphina beberapa hari ini. Dia bilang, jadwalnya padat. Bisa dimaklumi karena aku baru tahu kalau dia tidak hanya bekerja di satu rumah sakit. Ada tiga rumah sakit yang menjadi tempat praktiknya. Well, katanya poli gizi tidak terlalu ramai seperti poli penyakit dalam atau poli kandungan. Jadilah dia mengambil tiga tempat praktik untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah.

Aku sempat heran. Dilihat dari penampilan, Seraphina jelas bukan perempuan sembarangan. Apa pun yang melekat di tubuhnya walaupun simpel, tetapi sungguh terlihat mewah dan elegan. Sikapnya sopan dan terlihat anggun. Terlebih mengetahui tas berharga puluhan hingga ratusan juta yang dipakainya dan mini cooper yang menjadi kendaraan pribadinya. Juga, dengan hobinya yang pergi ke luar negeri.

Aku mengetahui hal itu saat kami bertukar akun instagram. Di situlah aku mengetahui bagaimana sosok Seraphina sehari-harinya. Seraphina merupakan anak orang berada. Jika mau, Seraphina bisa saja berdiam diri di rumah dan menikmati segudang fasilitas yang diberikan orang tuanya. Namun, dia lebih memilih bekerja dan mencoba berdiri di atas kakinya sendiri.

Aku tersenyum tanpa henti saat melihat foto-foto yang diunggah olehnya. Penuh dengan foto saat berolahraga, liburan, foto bersama teman-temannya—termasuk Hazel, dan keluarganya, terutama Oceana. Aku ingat apa yang dia katakan kemarin. Dia sangat menyayangi adiknya. Terlihat jelas melalui akun instagramnya. Dan orang tuanya ... sungguh dia beruntung memiliki orang tua dan keluarga yang harmonis. Yah, walaupun aku tidak tahu bagaimana wajah orang tua Seraphina karena dia selalu menutup wajah keduanya dengan stiker. Entahlah. Mungkin orang tuanya tidak percaya diri menampakkan wajah di akun sosial media. Jujur, mengetahui hal itu membuatku merasa sedikit minder.

Aku tidak tinggal diam. Segera ku capture foto-foto Seraphina untuk disimpan di ponsel karena aku belum berani memotretnya secara langsung.

"Tumben masih duduk di depan tivi."

Senyumku lenyap begitu saja, lalu berdeham saat mendengar suara mama. Aku mendongak dan melihat mama berjalan mendekatiku setelah keluar dari kamarnya.

"Mama belum tidur?" tanyaku.

"Mama nggak bisa tidur. Mau tunggu papa pulang."

Aku tidak merespons ucapan mama saat kata papa terucap dari bibirnya. Kenapa sih mama begitu setia dan selalu menunggu papa pulang bekerja? Apa dengan menunggu kepulangan papa setiap hari, memasak untuk papa setiap pagi bisa membuat papa melupakan masa lalunya? Mama terlalu baik untuk mendapatkan ini semua. Aku muak dengan papa!

"Kamu kenapa? Tumben duduk di sini? Biasa udah ngurung diri di kamar."

"Bosan di kamar. Ingin cari suasana lain."

Mama tersenyum. "Mama lihat, muka kamu kayak lagi bahagia. Nggak mau cerita sama mama?"

Aku tersenyum tipis. Biasanya aku terbuka soal perempuan yang berkencan denganku. Namun, kali ini aku merasa malu dengan mama. Apa yang akan mama katakan jika aku memberi tahu soal Seraphina ya?

"Mama sempet lihat, kamu buru-buru tutup hape kamu. Lagi kirim pesan sama cewek?" tebak mama.

Aku tertawa kecil. Sial! Ketahuan juga! Lagi pula, kenapa sih mama orangnya sangat peka? Sekali tebak saja jawabannya langsung benar. Pasrah, aku mengangguk seraya mengusap belakang leherku.

"I see. Mama selalu perhatikan kamu, Vin. Ekspresi wajah kamu berbeda akhir-akhir ini. So, betul kata Fero kalau kamu akan segera menikah?"

"Ma, Kevin sudah pernah bilang. Jangan percaya ucapan Fero. Kevin baru memulai pendekatan dengan Seraphina."

Aku segera mengatupkan bibir. Entah, nama Seraphina meluncur dengan mulusnya. Padahal aku tidak berniat membongkarnya di depan mama sekarang.

REASON (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang