Chapter 4 - Berkenalan

152 21 8
                                    

Halo hai, kembali lagi bersama Sera malam ini 🥰

Happy reading 🌹

*****
Seraphina

Gue menguap lagi. Sumpah, rasanya mata gue kayak dikasih lem. Susah banget buat buka mata. Lengket banget! Gara-gara kejadian di Bondi beach, gue nggak pernah bisa tidur dengan nyenyak. Masih terbayang wajah laki-laki itu dan suaranya yang 'laki banget'. Terlebih lagi, gue harus bangun pagi-pagi buta karena harus berangkat ke bandara. Menutup liburan singkat dan kembali menjalani aktivitas di tanah air seperti biasa.

"Tumben nguap mulu," kata Marcella yang duduk di sebelah gue.

"Nggak bisa tidur gue," ujar gue seraya membuka penutup jendela dan menampakkan pemandangan awan berwarna putih seperti kapas.

Marcella menutup novel yang sedang dibacanya. "Why? Lo masih kepikiran mas-mas yang cium bibir lo?"

"Cel, stop!" gerutu gue seraya merengut. "Jangan ingetin gue soal itu."

Marcella tertawa kecil. "Jackpot kan? Kan lo sendiri yang tertarik waktu lihat doi surfing. Gue panggil lo, karena mau kasih tahu orangnya ada di belakang lo. Lo-nya lemot. Jadi kesandung kan? Berakhir ciuman sama orangnya."

"I swear, itu adalah kejadian paling memalukan seumur hidup gue. Semoga gue nggak ketemu dia lagi. Mau ditaruh mana coba muka gue?"

"Kalau nanti ketemu lagi, gimana?" goda Marcella.

"Nggak akan."

"Siapa tahu dia beneran orang Indo. He's so damn hot, Babe!" bisik Marcella seraya mengerling.

"Tahu ah, Cel! Lo malah bikin pikiran gue buyar!" seru gue seraya berbisik, takut mengganggu penumpang lain yang duduk di dekat kami. "Gue tidur dulu. Nanti bangunin kalau udah mau landing."

Gue mendengar Marcella tertawa pelan, lalu kembali membuka novelnya. Tenggelam bersama kisah romansa yang dibacanya. Sementara gue membentangkan selimut untuk menutup seluruh tubuh, mencoba terbang ke alam mimpi.

***

Tangan kanan gue menyeret koper besar yang baru aja gue ambil dari bagasi. Sementara tangan kiri gue sibuk menggenggam ponsel yang menempel di telinga. Jujur, konsentrasi gue sedikit terpecah. Tatapan mata gue berusaha fokus ke arah depan di tengah hiruk pikuk bandara, dan telinga gue fokus mendengar wejangan dari mom di seberang telepon.

"Iya, Mom. Tenang aja. Ini barusan ambil bagasi."

"Pokoknya tunggu Pak Anton dateng ya? Jangan jauh-jauh dari arrival gate."

"Iya, Mommy sayang. Sera—" Ucapan gue terpotong karena sambungan telepon terputus secara tiba-tiba. "Oh, God ...," lirih gue kemudian.

Gue menepuk jidat. Sumpah, gue melupakan satu hal penting. Adaptor charger gue rusak secara tiba-tiba beberapa jam sebelum kepulangan ke Indonesia. Tentu aja gue nggak bisa membeli adaptor baru mengingat harus melakukan perjalanan ke bandara pagi-pagi buta. Nggak  mungkin juga meminjam milik Marcella karena sahabat gue itu juga mengisi daya ponsel sebelum terbang.

Gue dan Marcella juga udah berpisah sejak beberapa saat yang lalu. Lucky her! Bagasi Marcella keluar lebih dulu, dan pacarnya sudah menjemput. Nggak mungkin aku berlari membelah hiruk pikuk hanya untuk mencari Marcella dan meminjam charger. Lagi pula, sudah pasti Marcella jauh dari jangkauan. Atau bahkan sudah menaiki mobil meninggalkan bandara. Well, di bandara memang tersedia tempat untuk mengisi daya ponsel. Namun, gue nggak pernah bisa mengisi daya ponsel di sembarang tempat. Takut ponsel berharga gue rusak. Ehm, gue cukup berlebihan soal ini kan?

REASON (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang