Hati-hati baca chapter ini. 18+!
Happy reading 🌹
*****
SeraphinaGue nggak menyangka bisa pingsan di tengah jalannya kompetisi. Padahal gue baru berlari sekitar tiga kilometer. Saat membuka mata, gue lihat Hazel yang masih setia nunggu gue. Dia bilang, Sea buru-buru menyusul terbang ke Jogja dengar gue pingsan. Gue yakin, obat yang Hazel kasih buat gue tadi siang bikin mata gue lengket. Pada akhirnya, gue kembali terlelap saat Hazel bilang mau jemput Sea di stasiun. Karena Sea naik kereta dari bandara YIA menuju stasiun Tugu, dekat Malioboro.
Entah berapa lama gue terlelap, sayup-sayup gue dengar ada yang ketuk pintu kamar. Masih dengan langkah terseok, gue berusaha sampai di pintu kamar hotel. Gue sempat lihat jam dan merasa agak heran jika Sea sampai secepat ini, padahal Hazel menjemput Sea di stasiun baru sekitar lima belas menit yang lalu.
Saat gue membuka pintu, ada sosok Kevin yang berdiri di sana. Membuat mata gue membulat. Terkejut melihat Kevin berada di depan gue lagi. I mean, kami memang berada di satu hotel yang sama. Tapi, sejak datang di Jogja, kami tidak pernah saling menanyakan nomor kamar hotel.
Dalam hati gue mengumpat. Pasti ulah Hazel yang memberi tahu nomor kamar gue ke Kevin. Jika bukan Hazel, lantas dari mana Kevin tahu di mana kamar gue? Fero pun tidak bertanya apapun ke gue via chat. Dia juga terlihat segan saat kami tidak sengaja bertemu di lobi.
"Sera."
Kampret! Suara Kevin saat memanggil nama gue benar-benar candu. Suaranya berat, laki banget dan seksi. Andai aja Kevin masih jadi milik gue, gue nggak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk memeluk dan mencium bibirnya. Please, Sera! Buang jauh pikiran kotor lo!
"Bagaimana keadaan kamu? Tadi saya lihat kamu sangat pucat saat pingsan tadi," tutur Kevin seraya menatap gue dalam.
"I'm okay," sahut gue berusaha sok kuat. Padahal gue yakin, gue masih terlihat lemas.
Tanpa disangka, tangan Kevin terulur untuk menyentuh dahi gue. Sialan! Gue kan jadi ketahuan bohong. I'm okay dari mana? Gue masih demam begini.
"Suhu badan kamu masih tinggi. Saya bawakan bubur untuk kamu."
Gue melirik tas plastik yang dibawa oleh Kevin. Kampret, gimana mau sok cool kalau begini aja udah bikin gue meleyot?
"Thank you," jawab gue seraya menerima plastik berisi bubur itu. Bersamaan dengan itu, badan gue terhuyung dan Kevin dengan sigap menahan pinggang gue.
"Kamu tidak baik-baik saja, Sera."
Gue tahu itu. Dan dengan posisi kami yang saling menempel seperti ini, membuat gue makin nggak baik-baik aja. Jantung gue bertalu-talu tidak beraturan.
"Kamu sendirian, dan tidak baik-baik. Kamu butuh orang yang bisa menjaga kamu."
"Jangan khawatir. Sebentar lagi Sea sama Hazel datang," kata gue.
"So, izinkan saya merawat dan menemani kamu sampai mereka datang. Saya tidak membuat penawaran, jadi kamu tidak bisa menolak. Ini salah satu usaha saya untuk meraih kembali hati kamu."
Dan gue hanya bisa mematuhi Kevin karena nggak tahan berdiri terlalu lama. Tubuh gue pasrah dalam rengkuhan Kevin yang begitu erat menuntun gue agar tidak terjatuh ketika berjalan menuju tempat tidur.
Kevin dengan sigap mengatur bantal agar gue bisa duduk bersandar dengan nyaman. Lalu, menutup kaki gue hingga perut dengan selimut. Nggak lupa, dia mengatur suhu ac agar tidak terlalu dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
REASON (TAMAT)
عاطفيةBagi Seraphina, Kevin adalah happy ending-nya. Bagi Kevin, Seraphina adalah obat untuk semua rasa sakitnya. Semua terasa indah dan membahagiakan saat Kevin & Seraphina bersama. Namun, ketika rahasia itu terungkap, Kevin berubah. Hubungan mereka diba...