Chapter 22 - Reason

50 6 6
                                    

Happy reading 🌹
*****
Seraphina

Hati gue gelisah. Beberapa kali gue buka pesan yang dikirim ke Kevin, tapi nggak ada balasan sejak dua hari yang lalu. Gue telepon pun, nggak diangkat. Jadwal kerja gue padat dari kemarin, jadi gue belum bisa datangi Kevin di tempat fitness atau rumahnya.

"Ra," panggil Hazel yang berhasil membuyarkan lamunan gue.

"Ya?" tanya gue sambil natap muka Hazel.

"Kenapa?" tanya Hazel.

Gue menggeleng pelan. "Nggak."

"Beneran?" tanya Hazel lagi.

"Hmm ...." Gue ragu sejenak. "Kevin nggak bales chat gue dari dua hari yang lalu. Gue telepon nggak diangkat juga."

"Samperin aja ke Keyz. Mau gue antar?"

Gue melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kiri. "Gue masih ada jadwal di poli sampai siang, Zel. Nanti gue samper sendiri aja."

"Beneran?" tanya Hazel. "Gue siap antar lo kapan aja lo butuh gue, Ra."

Gue tersenyum mendengar ucapan Hazel. "Gue bisa handle sendiri kok. Thank you ya."

"Kalau lo butuh gue, datang ya? Gue bakal temenin lo di segala keadaan."

Gue mengangguk. "Thanks."

Hazel berdiri dan menepuk bahu gue sebelum pergi. Tinggal gue sendirian di ruangan. Teman-teman gue nggak tahu ke mana. Perawat yang biasanya suka istirahat di sini juga nggak ada.

Gue cuma bisa menghela napas berkali-kali. Beberapa kali mencoba memejamkan mata untuk tidur, mencoba mengistirahatkan otak. Tapi nggak bisa. Otak gue penuh sama nama Kevin. Gue harus bisa ketemu Kevin nanti, apa pun yang terjadi.

Serius, di saat kayak gini, pasien gue nggak banyak. Kayak ngerti kalau gue lagi nggak dalam kondisi baik. Gue bisa pulang cepat dan bisa langsung menuju Keyz. Gue berharap ada Kevin di sana dalam kondisi baik-baik aja. Gue penasaran ada apa dengan dia beberapa hari ini. Apa Kevin lagi ada masalah ya?

"Mbak, Kevin ada?" tanya gue pada Mbak Vita, perempuan yang menjaga front desk Keyz.

"Pak Kevin udah dua hari nggak datang, Mbak," kata Mbak Vita. "Tapi ... sebentar."

Mbak Vita buru-buru masuk ke ruangan biasa Kevin istirahat. Gue menunggu dengan gelisah, berkali-kali gue ketuk-ketuk jemari gue ke meja. Saat dengar suara langkah kaki mendekat, gue mendongak.

"Sera, ya?" tanya laki-laki yang keluar dari ruangan Kevin.

Tentu aja gue mengangguk. Agak bingung sebenarnya. Baru pertama kali gue ketemu dia, tapi dia langsung tahu nama gue.

"Ah, sorry. Gue Fero, sepupunya Bang Kevin."

"Ah, i see," kataku. "Salam kenal, Fero. Gue Sera," kata gue seraya berjabat tangan dengan Fero.

"Bang Kevin udah dua hari nggak ke sini, Ra. Kata Tante, dari dua hari lalu Bang Kevin lebih banyak di kamar. Sampai-sampai Tante Ruby minta gue buat bantu jaga di sini," tutur Fero.

"Kevin lagi sakit? Dia nggak balas pesan dan nggak angkat telepon gue," tutur gue sambil meremas-remas kedua tangan gue.

Fero menggeleng. "Nggak tahu. Bang Kevin nggak banyak omong sih. Tante juga nyerah. Bang Kevin agak susah orangnya. Mending lo ke rumah aja, Ra. Biar ketemu langsung sama Bang Kevin."

"Ya udah, gue ke rumah aja kalau gitu ya?" tanya gue yang diangguki Fero. "Thanks a lot, Fero."

"Yup. Ehm ... ini kartu nama gue. Kalau ada apa-apa, call gue aja," kata Fero seraya menyodorkan kartu namanya.

REASON (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang