Pernikahan Dini

1.5K 162 31
                                    

(Terinspirasi dari Quora)

Bagaimana rasanya menikah dini?

Apa kalian penasaran? Baiklah aku akan menceritakan sedikit kisahku yang menikah dini dengan suamiku sekarang.

Waktu itu usiaku 17 tahun, aku duduk di bangku SMA kelas sebelas. Orang bilang masa SMA adalah masa-masa yang paling menyenangkan. Itu benar sekali! Masa SMA adalah masa yang paling menyenangkan. Aku punya teman-teman yang sudah bisa dibilang sahabat karibku. Dan saat itu juga aku mengenal yang namanya cinta.

Waktu itu aku menyukai seseorang yang seangkatan denganku tapi kita beda kelas. Dia berada di kelas unggulan yang isinya siswa-siswa pintar. Dia adalah laki-laki yang ganteng, pintar, baik, dan ramah pada semua orang.

Siapa yang tidak suka, coba? Dengan sifatnya yang begitu sudah jelas yang suka sama dia bukan cuma aku saja. Di kelasku bahkan ada perkumpulan yang menamakan mereka fans Juan. Iya, laki-laki itu bernama Juan Aditya. Anak pintar, berbakat di bidang seni dan olahraga, baik hati dan ramah pada semua orang.

Singkat cerita aku yang biasa ini akhirnya bisa dekat dengannya karena kami ditunjuk sebagai perwakilan sekolah untuk ikut sosialisasi di kantor gubernur saat itu. Kami terpilih karena tidak sengaja bertemu dengan Pak Slamet selaku penanggung jawab dan yang akan membawa kami ke kantor gubernur. Awalnya canggung tapi Juan bukan anak yang tertutup sepertiku. Dia memulai obrolan dan membuatnya jadi asik hingga aku juga senang mengobrol sama dia. Kami pergi menuju kantor gubernur menggunakan motor dan saat itu juga perdana aku dibonceng sama cowok yang aku suka. Aku jelas senang banget.

Setelah selesai sosialisasi kami cukup dekat. Jika bertemu pasti saling menyapa. Kami juga saling follow akun sosial media. Hal itu buat aku senang banget. Walaupun bukan sebagai pacar tapi hanya teman dari cowok yang aku suka aku udah senang.

Semua baik-baik aja sampai ada satu kejadian yang membuat kehidupan kami berubah drastis!

Aku ingat saat itu anak kelas sepuluh dan kelas sebelas dipulangkan lebih cepat karena ruangan kelas akan dipakai ujian untuk anak kelas dua belas. Hari itu aku tidak ingin langsung pulang. Tapi aku mau ke kost temanku Mei untuk mengambil makalah untuk tugas kelompok kami. Mei bilang dia tidak bisa masuk sekolah 3 hari ke depan karena harus pulang kampung, ada keluarganya yang meninggal katanya. Makanya aku di suruh ke kostnya. Mei juga bilang kalau kunci rumahnya dia sudah simpan di ventilasi atas pintu.

Di dekat gerbang aku tidak sengaja bertemu dengan Juan. Aku menyapanya sebentar tapi dia menawarkan untuk mengantarku pulang. Aku sempat menolak karena aku harus singgah ke kost Mei. Tapi Juan bilang tidak apa-apa. Dia tetap mau mengantarkan aku. Aku setuju dan akhirnya naik ke motor Juan.

Di sini adalah awal mula kejadian itu terjadi!

Sampai di kost Mei, aku menyuruhnya mengambilkan kunci pintu rumah Mei di atas pintu karena aku tidak sampai. Juan mengambilkan dan memberikan padaku. Aku berterima kasih dan membuka pintu kost Mei. Aku masuk ke dalam dan mencari makalah kelompok kami. "Anna, aku kebelet boker, nih! Boleh numpang BAB nggak?" ucap Juan dari luar kost. Suaranya terdengar menahan sesuatu.

"Masuk aja, Juan. WC di belakang, ujung dapur," balasku. Aku sudah sering ke kost Mei karena dia sahabatku, jadi aku menganggap kostnya seperti rumahku sendiri. Aku lihat Juan membuka sepatunya dan jalan cepat-cepat ke belakang. Sepertinya dia memang kebelet.

Aku akhirnya menemukan makalah kelompok kami di atas meja belajar di kamar Mei. Aku memeriksanya sebentar, takut masih ada yang kurang. Soalnya Mei hanya ngeprint begitu saja. Nanti akan aku bawa ke fotokopi untuk dipasangkan sampul. Setelah merasa semua sudah lengkap, aku memasukkan makalah ke dalam tasku.

Their StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang