(2)Inept

1.5K 182 33
                                    

"Aku akan memanggil pengacara besok dan mengurus surat perceraian kita. Aku minta maaf karena membuat dua tahunmu sia-sia dengan hidup bersamaku."

Nafasku seakan tercekat saat mendengar perkataan itu keluar dari mulutnya. Dua tahun kami hidup bersama. Dia yang selalu memandangku dengan tatapan berbinar dan cerianya, meski aku selalu dingin padanya, dia tidak pernah marah. Bagaimana mungkin kata-kata yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya keluar dari bibir ceri itu?

Tidak! Aku yang salah di sini! Aku akui aku ini lebih dari kata brengsek. Aku menikahinya tapi sama sekali tidak mencintainya. Aku mencintai pacarku, Yeoreum. Yeoreum adalah gadis manis yang aku kenal di bangku kuliah. Dia yang membuat masa-masa kuliahku terasa menyenangkan. Aku hanya cinta pada Yeoreum! Aku yakin itu!

Tapi kenapa hatiku terasa nyeri saat Eunha-istri yang tidak pernah aku anggap-meminta cerai padaku?

Ini janggal! Tidak seharusnya seperti ini! Aku harusnya merasa senang karena akhirnya aku bisa lepas dari perempuan ini dan hidup bahagia bersama Yeoreum.

Tapi perasaanku sama sekali tidak menemukan kebahagian. Melainkan rasa sakit. Rasanya nyeri sampai napasku terasa sangat berat.

Ini tidak benar! Aku hanya cinta pada Yeoreum, bukan perempuan itu!

"Aku sudah tanda tangan, sekarang giliranmu!"

Eunha meletakkan surat perceraian kami di atas meja makan saat aku sedang menikmati sarapan roti.

Aku menatapnya dengan berbagai macam pikiran dalam otakku. Aku ingin segera mengambil surat itu, tapi tanganku terasa berat.

"Kamu yakin?" tanyaku sambil menatap matanya. Mencari gurat keraguan di sana. Sialnya aku tidak menemukannya. Perempuan ini benar-benar ingin berpisah dariku.

"Aku tidak pernah seyakin ini!" jawabnya tegas namun ia menatap ke arah lain.

Aku mengangguk, setelah rotiku habis aku membuka amplop coklat yang berisi surat perceraian itu. Nama Eunha sudah dibubuhi tanda tangannya.

"Aku tidak punya pulpen," ucapku sambil menatapnya.

Perempuan itu menyerahkan pulpennya padaku. Aku terkekeh miris, dia benar-benar berniat cerai denganku. Aku langsung menandatangani surat itu.

"Kita bertemu di persidangan dua minggu lagi, Jungkook. Selamat tinggal," ucapnya sambil menyeret koper besar miliknya dan pergi menuju pintu keluar rumah. Aku tidak sadar ternyata ada koper di dekat meja makan ini.

'Blam'

Aku menatap pintu keluar itu dengan pandangan kabur. Tunggu! Sejak kapan air mata menggenang di pelupuk mataku? Sepertinya mataku kelilipan debu.

"Sayang, kenapa kamu kelihatan kayak nggak semangat gitu? Ada masalah?"

Aku menatap Yeoreum yang saat ini berdiri di depanku. Yeoreum cantik dan aku cinta sama dia, aku yakin ini. Tapi kenapa hatiku masih gelisah? Biasanya aku bersemangat bila bertemu Yeoreum, tapi saat ini melihat wajahnya saja terasa enggan.

"Jungkook?"

"Eunha minta cerai padaku, Yeoreum," ucapku pelan.

Aku melihat ia terkejut, namun disusul senyuman detik berikutnya. "Baguslah, aku jadi bisa memilikimu sepenuhnya, Jungkook."

"Ya, kamu benar." Meski mulutku berkata seperti itu, tapi di dalam diriku aku merasa ini tidak bagus sama sekali. Rasa janggal itu tidak pernah mau hilang, membuatku hampir frustasi.

"Tapi kenapa kamu terlihat lesu? Kamu sakit, Sayang?" tanya Yeoreum dengan lembut sambil membelai pipiku.

Aku menangkap tangannya dan menurunkannya. "Aku baik-baik saja, Yeoreum. Lebih baik kamu pulang sekarang, aku sibuk hari ini."

Their StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang