33. In Family we trust

28.4K 3.2K 55
                                    

[BUDIDAYAKAN VOTE+COMMENT SEBELUM MEMBACA, TERIMA KASIH!]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[BUDIDAYAKAN VOTE+COMMENT SEBELUM MEMBACA, TERIMA KASIH!]
.
[MAAF UNTUK KETERLAMBATAN UPDATE YANG LAMA🙏]
.
.
.
.
.
.


Setelah mendapat telfon dari Ibu Saga, kini akhirnya membuat mereka mau tak mau sudah berada di Bandung, tepatnya di rumah Orang Tua Saga. Jujur saja, Jenessa baru pertama kali menginjakkan kakinya dirumah tersebut.

Banyak tangan arsitek terbaik menempel dan terarah dengan baik disetiap sudut rumah yang cukup luas dan nyaman tersebut. Namun katanya, seberapa mahal dan bagusnya sebuah rumah, itu tak cukup dikatakan sebagai rumah untuk pulang jika isinya menyebar keasingan.

"Ayah mau kamu telfon Ibu kandung Davychi sekarang, bisakan?" suara Pak Dirga memecahkan keheningan diruang keluarga tersebut.

Kini, Saga, Jenessa, Ibu Rika, dan Pak Dirga sedang melakukan sesi penting diruang keluarga mengenai hak asuh Davychi. Sedangkan bocah tersebut tengah diajak bermain ditaman belakang dengan Bibi yang bekerja dirumah itu.

"Bisa," jawab Saga sembari merogoh saku celana dan mencoba menghubungi Ibu dari Davychi.

Suara dering memanggil berjalan selama beberapa detik sebelum akhirnya diangkat oleh seseorang dari sebrang.

"Hallo?" sapa suara tersebut.

"Ya hallo Mbak, saya ingin berbicara mengenai hak asuh Davychi dipengadilan nanti, bagaimana kelanjutannya?" tanya Saga langsung to the point sembari me-loudspeaker.

"Ah iya, mengenai hal itu Bapak saya sudah meminta secepatnya. Beliau bilang bulan depan akan dilakukan sidang dipengadilan, Mas." Jawab perempuan tersebut dengan nada suara yang bercampur.

Keempat manusia yang mendengarkan tersebut saling memandang satu sama lain.

"Bulan depan?" tanya Jenessa.

"Ya, apa kalian akan sibuk?"

Saga terdiam, masa kuliahnya sudah semakin sibuk dengan skripsi yang sudah digarap, semester akhir akan berlalu dan mereka akan wisuda. Sudah jelas jika waktu mereka sebenarnya begitu sangat padat.

"Bagaimana jika menunggu kami lulus kuliah?" Saga seolah memberi penawaran dan berharap perempuan itu akan mengerti akan situasi.

Helaan napas lelah tersebut terdengar jelas. "Soal itu ... saya aka— Bapak—"

"Hallo, ini saya ... Kakeknya Davychi. Tentang persidangan hak asuh anak itu, saya akan terus pada pendirian saya. Bulan depan! Jika kalian tidak bisa, maka ucapkan selamat tinggal pada cucu saya untuk selamanya. Saya akan rebut kembali hak asuh cucu saya dari tangan anda. Camkan itu!" suara bariton yang sudah sedikit tidak tegas itu langsung menghilang setelah berkata cukup panjang karena dimatikan dalam satu pihak.

ROOM 212 [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang