23. Finally Resmi

300 38 1
                                    

Lapak ini sepi ya? Tau kok hehehe.

Pelan-pelan aja sampai nunggu readers lain ikut baca.

Selamat membaca dan semoga suka.

⚫⚫⚫

"Besok pagi joging yuk Mas! Enak loh joging pagi-pagi sambil ngerasain view khas desa,"

Mas Tama menutup laptopnya. Lalu menatapku yang sedang menatapnya di atas ranjang. "Boleh. Mas juga ingin merasakan nya."

Tersenyum aku menatapnya. "Oke good. Kita jadi joging. Besok mulai jam setengah enam pagi aja ya Mas."

"Oke Mas setuju," Mas Tama ikut menaiki ranjang denganku. Dia langsung menetapkan tubuhnya makin mendekat. "Itung-itung joging sambil pacaran bukan?"

"Lah iya juga," Ku dekatkan tubuh kearahnya. Mas Tama meraih semua badanku seperti guling buatnya.

"Arumi..." Panggilnya mendayu. Aku merinding sendiri dengan panggilan nya.

"Boleh Mas menciumi leher kamu? Gak akan lebih kok. Cuma mencium leher kamu doang. Mas ingin merasakan aroma leher kamu,"

Deg

Detak jantung ku kocar-kacir setelah Mas Tama mengucapkan kata itu. Harus gimana? Tolak apa terima aja?

Kami berdua saling diam. Tapi aku mengetahui kalau Mas Tama masih betah menatapku dari tadi. Aku ingin menjawab tapi rasanya bibirku terkunci rapat.

Ku beranikan menatap wajahnya. "Lakukanlah Mas. Im yours. Kamu berhak untukku. Jika ingin lebih pun tidak masalah."

Mas Tama tersentak. "Bukan gitu maksudnya. Mas cuma ingin mencium lehermu, udah itu aja gak lebih."

"Mas. Aku ini milikmu sekarang. Lakukanlah apapun yang kamu inginkan. Kamu berhak atas diriku. Berikan aku nafkah batin mas, akan dengan senang hati aku menerimanya." Wajahnya ku usap perlahan. Aku ingin merasakan tekstur wajahnya.

"Dengan tanpa cinta? Mas sudah mencintai mu, tapi kamu sepertinya belum. Dengan itu?" Tanganku berhenti pucuk di hidungnya. "Aku sudah bilang kemarin kalau aku akan bisa juga mencintaimu. Aku juga ingin memberikan apa yang seharusnya jadi milikmu."

Mas Tama tiba-tiba ada di atasku. "Mas tanya apakah kamu benar-benar siap hm? Mas gak mau kamu menyesal Arumi. Mas siap tunggu kamu."

Dengan berani aku mencium dahulu bibirnya. Cup. "Ayo kita lakukan. Aku cuma ingin kamu memberikan aku bibit untuk menjadi anak kita. Dan aku disini mengatakan dengan sungguh aku gak akan pernah menyesalinya."

"Terimakasih. Mungkin akan sakit tapi mas akan bermain perlahan. Percayalah hm." Aku mengangguk. Tanpa ditundanya bibir mas Tama sudah menjelajahi leher ku terlebih dulu.

Tangan lincah Mas Tama sudah berhasil meloloskan seluruh pakaian yang aku dan dia gunakan dengan sedikit bantuan ku. Matanya juga sudah kelihatan kalau sedang bergairah tinggi. "Ini adalah pertama kali buat kita berdua."

Mataku tak sengaja aku melihat area pribadi miliknya. Dan skakmat Setelah aku melihat benda itu. Astaghfirullah jelas sekali.

Bibir kami bukan cuma saling mengecup, menempel tapi juga saling mengecap untuk pertama kalinya. Kami berdua dilanda sesuatu yang harus dituntaskan.

"Jangan berteriak, cukup gigit pundak Mas kalau kamu merasa sakit,"

Seperti keinginannya, aku tidak berteriak melainkan mengigit pundak polosnya. Sebisa mungkin aku menahan jeritan akibat rasa nyeri saat Mas Tama berhasil membuat jebol apa yang sudah aku jaga buat suamiku, dan dia adalah orangnya.

MENDADAK?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang