24. Pacaran Halal

248 25 5
                                    

Tetap bertahan? Kalau iya syukurlah.

Ini lagi lancar kek pipa rucika, mengalir sampai jauh wkwk

Selama membaca dan semoga suka.

⚫⚫⚫

Mata kita berempat menatap fokus ke arah tv. Tetapi tanganku dan tangan Mas Tama saling menggenggam di atas paha Mas Tama.

Film Komedi romantis di tayangkan. Aku yang memilih film ini karena blurb yang bikin penasaran. Saat film mulai Naya dan Sintia ikut menonton.

"Ar, jalan-jalan sore yuk!" Sesaat film itu selesai, mas Tama mengajakku. Naya dan Sintia juga langsung melarikan diri setelah menonton film tadi. Mata ku menatapnya. "Yuk lah."

"Naik motor aja ya, biar aku pinjamkan motor ke bapak," Mas Tama berdiri. "Ide bagus."

Aku berdiri mencari dimana bapak berada. "Buk bapak ada dimana?"

Aku hanya menemukan ibu yang sedang menyuapi Arza. "Bapak pergi sama pak Pur dan Dhe Tah. Kenapa?"

Aku duduk didampingi ibu. "Enggak, aku cuma mau pinjam motor. Mas Tama tadi mengajakku jalan-jalan."

"Oh mau pacaran? Iya *Tah Rum?" Bu Dhe Yuli datang sambil membawa sayuran yang mungkin siap di potong-potong. "Iya kali budhe. Gak tau juga aku."

"Kunci motor bapak ada di tempat biasa. Kamu ambil sendiri aja, ibu masih nyuapi adek mu ini loh." Usapan tanganku di rambut Arza terhenti. "Oke sip. Ya udah aku dan Mas Tama tak pergi dulu ya Bu, budhe. Assalamualaikum."

"Hati-hati," Aku berjalan kembali menyusul Mas Tama. Sebelumnya aku sudah mengambil kunci motor milik bapak. "Nih Mas kuncinya."

"Sini," Ku berikan kunci motor. "Kamu tunggu sebentar ya. Mas mau pamitan dulu."

Mas Tama sudah berpamitan. Tangannya meraih kembali tanganku untuk dia genggam lagi. Kami berjalan keluar rumah menuju tempat parkir motor bapak.

"Mau kemana kalian? Pacaran?" Mas Aksa datang Dengan motor Abe yang dia gunakan. Mas Tama melirik ku sekilas. "Jalan-jalan sore Mas sambil berpacaran halal."

"Ya udah pergi aja. Yang sendiri bisa apa? Diam lihatin kalian bermesraan." Aku langsung mencibir. "Makanya nikah Mas. Enak tau Mas nikah itu, oh-ho-ho kenapa gak dari dulu nikah aja kalau gitu."

Mas Tama menatap ku terkejut, sedangkan Mas Aksa malah tersenyum layaknya orang bodoh. "Tunggu aja tanggal mainnya. Mas pasti akan bikin kejutan buat kalian semua."

Aku melepaskan genggaman tangan Mas Tama. Lalu berjalan ke arah mas Aksa. Ku tepuk bahunya lumayan keras sampai mas Aksa memelototi diriku. "Buktikanlah. Kami akan menunggu hal itu terjadi. Yok Mas Tama kita berangkat."

Mas Tama tersenyum melihat ulahku. Dia juga tersenyum sopan saat melewati Mas Aksa sebagai kakak iparnya.

Naik terlebih dahulu, mas Tama yang mengendarai nya. Aku lalu duduk di belakang dengan bahunya yang aku pegang sebagai bantuan.

"Siap?"

"Nyoi," Mas Tama menghidupkan mesin motor. "Jalan dulu Mas. Assalamualaikum."

Motor bapak melaju meninggalkan area halaman rumah orang tuaku. Dan Mas Tama memilih jalanan yang menuju ke arah kota.

⚫⚫⚫

"Tangan kamu meluk pinggangnya Mas dong. Masa gitu sih pegangannya. Kayak kita lagi saling musuhan dilihatnya." Salah satu tangan Mas Tama menarik tanganku Yaang awalnya memegang pundaknya. Di letakan tanganku itu ke arah pinggangnya seperti yang dia mau.

MENDADAK?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang