46. kelakuan

39 6 0
                                    

HAII I'M BACK

Sorry kalo lama, aku sempat ga ada feel lanjut, kepikiran mau ku hapus malah tapi kemarin aku ada mood lanjut jadi lanjut aja.

HAPPY READING ALL

⚫⚫⚫

Jangan salahkan aku yang tiba tiba  pengen ke surabaya. Tadinya aku hanya menerima telepon dari mama mertuaku yang ada di surabaya, kata beliau, beliau kangen sama kita karena udah lama memang gak pernah ketemu.

Orang lain mungkin sering atau udah pernah lah pergi ke rumah mertua setelah menikah. Aku merasa berdosa karena udah lama gak berkunjung ke rumah mertua yang ada di surabaya.

Semua itu punya alasan yang jelas tentunya, sebenarnya ada niatan ke sana tapi urung dilakuan karena kesibukan dan kerepotan kami saat aku memiliki gejala hamil.

Sekarang aku free, sudah tidak ada tanggungan kerja karena aku sudah cuti lebih awal. Gelaja hamil ku juga gak serepot waktu ini, kehamilanku sekarang udah mau ke 7 bulan. Mas Tama juga sepertinya tidak terlalu sibuk untuk bisa berkunjung ke rumah mertua lagi.

"Kita seminggu aja ya di sana, mas harus tetep balik kerja yang," Mas Tama menegosiasi untuk berapa lama kita disana, "Gak enak mas kalo cuma seminggu. Apalagi kita udah lama gak ke Surabaya lagi kan."

"Yaudah sepuluh hari. Mas gak bisa dapet izin kalo harus lebih lama. Gapapa kan?" Aku mengangguk, "it's okay. Itu lebih baik" Aku melihat mas Tama bernafas panjang.

Aku menunduk, "Maaf ya mas kalo aku bikin kamu kesel semenjak hamil. Aku tau kok kalo aku sering ngerepotin kamu sekarang tapi aku juga gak tau aku kenapa bisa gini." Setelah dipikir sifatku sekarang menjadi semaunya yang harus dituruti, mas Tama pasti kesel dengan sikapku.

Daguku di angkat mas Tama, dia menatap mataku dengan pandangan teduh yang dia miliki, aku lagi lagi terpesona melihatnya. "Jangan ngomong gitu, mas gapapa sayang. Mas seneng kalo kamu repotin, kamu hamil juga karena mas. Mas ngerasa kalo kamu repotin gini tuh jadi mas ikut ngerasain repotnya orang hamil biar mas gak cuma dapet enaknya. Harus adil dong."

"Maaf" Ucapku, air mataku tanpa di undang menetes. Dasar, kenapa sih harus keluar segala. Mas Tama mengecup mataku, "jangan nangis, nanti dedek sedih liat mamanya nangis." Mas Tama menjeda sebentar, "liat mas"

Aku menuruti dengan menatapnya lagi, "Apapun itu kalo mas bisa penuhin mas kasih sayang, mas ikut seneng kalo kamu seneng. Kalian sumber kebahagiaan mas, jangan nangis ya." Aku mengangguk sembari nengusap kasar air mata yang terus jatuh ke pipi.

Mas Tama memelukku dari samping. Dia meletakkan tangan ke atas permukaan perutku. Dia tidak berbicara apapun hanya terus mengusap secara pola abstrak. Aku sangat menikmati waktu ini.

⚫⚫⚫

"Barang barang udah semua kan mas? " Aku bertanya pada mas Tama yang lagi menyeret koper keluar kontrakan menuju mobil. "Udah yang, aman. "

Kita akan membawa mobil tapi bukan maksudnya membawa mobil sampai ke Surabaya, bisa pegel berat mas Tama nantinya. Kita akan memarkirkan mobil di bandara saja, kalo di sana dipastikan aman, walaupun ada harga yang kita bayar tapi itu tidak masalah.

Perjalan menuju bandara soekarno-hatta di iringi suara musik dari radio mobil yang aku hidupkan. Lagu lirik bahasa Indonesia yang menjadi favoritku dan mas Tama. Kita juga sesekali ikut nanyi di tengah lagu, hal itu semakin menyenangkan di perjalanan.

Sampai di bandara aku tidak di izinkan mas Tama kerepotan, koper berukuran besar dan tas bawaan di dorong mas Tama pakai troli. Aku berjalan di samping mas Tama sembari memegang lengannya yang sedang mendorong troli.

"Kamu duduk aja disana aja yang, mas mau cek in dulu sama ngurus bagasi," Mas Tama nenujuk kursi tunggu yang tak jauh dari area cek in. Aku mengangguk, "semangat papa" Mas Tama hanya tersenyum menanggapi.

Aku duduk menunggu mas Tama selesai sambil bermain hp, cuma melihat liat isi sosial media yang aku punya. Tiba tiba ada yang mengajak aku ngomong.

"Lagi hamil ya neng?" Aku menoleh ke arah ibu-ibu yang duduk di sebelahku. "Iya buk"

"Anak pertama?" Ibu itu kembali bertanya, aku mengangguk, "iya buk, alhamdulillah dikasi sekalian tiga," Aku menjawab, ibu itu sedikit terkejut setelah mendengar, "wah alhamdulillah. Saya liat kuat tadi perut eneng cukup gede kalo cuma satu, eh ternyata emang bener lebih dari satu, jarang saya liat orang hamil langsung tiga kaya neng, rezeki pisan ini mah." Aku tersenyum Membalasnya. "Ibuk nya mau perjalan kemana?" aku mulai bertanya, "Makasar neng, mau jenguk anak ibuk. Kalo eneng mau kemana hamil gede gini?"

Aku mengusap perutku sebentar setelah ada yang menendang, "Surabaya buk, mau berkunjung ke mertua." Ibu tadi mengangguk. Tak lama kemudian mas Tama datang menghampiri sambil membawa tiket pesawat. "Udah selesai yang, yuk!"

Aku berdiri dibantu mas Tama, aku melihat ibu yang mengajak aku ngobrol tadi,  "Mari ya bu saya duluan"  Ibu ibu tadi tersenyum, tiati ya neng" Mas Tama dan aku melemparkan senyum sopan kemudian berjalan menuju tempat menunggu pesawat siap.

⚫⚫⚫

"Wah mantu, cucu, sama anak mama udah dateng." Mama mertuaku menyambut dengan kehebohan. Aku dan mas Tama tersenyum setelah mengalami tangan beliau.

"Ayo masuk masuk!" Mama mengiring kami memasuki rumah dan kemudian kami duduk di sofa ruang tamu. Mana duduk di sebelahku, mas Tama duduk di kursi sigle.

"Lebih gede ya dibanding di foto. Berat ya rum?" Mama mengusap perutku pelan. Aku tersenyum, "Lumayan Ma, tapi seneng kok." Aku menjawab sejujurnya.

Walaupun aku hamil tiga anak tapi itu menyenangkan. Ngerasa rame di dalam perutku, ngerasa banyak tantangan baru. Banyak yang bikin aku sering bersyukur karena hamil pertama ini.

Suara berat datang menginterupsi, "Siapa ma?" kita semua menolehkan kepala ke arah suara itu, ada papa mertua yang mengenakan setelan rumahan.

"Oh anak papa udah datang rupanya. Gimana kabarnya? Sehat?" Mas Tama menyalimi tangan papa mertua  terlebih dulu, baru kemudian aku. "Loh gede banget perutmu rum, beda sama di foto." Papa kaget setelah melihat ukuran perutku.

"Anaknya tiga pa, ya wajar kalo gede," Mas Tama yang menjawab. Papa mertua duduk di samping kanan mama mertuaku.

"Ya papa tau kalo itu," Papa menjeda sebentar lalu menatap mas Tama dan oeritku bergantian. "Gimana to tam kamu ini. Harusnya jangan kesini aja, papa ngeri kalo brojol dijalan."

Aku menggeleng tidak menyetujui, "Justru yang minta kesini triple pa, aman kok. Mas Tama ngejagain banget, malah aku gak di izinkan cape." Papa manggut manggut mengerti. "Kalo Tama macem macem bilang sama papa, biar papa sunat lagi aja"

Mas Tama dan aku melotot. Mama memukul paha papa, mungkin veliau gemes dengan omongan papa mertua. "Serem banget pa ngancemnya. Asetnya anakmu itu udah berhasil nyetak tiga sekaligus gini loh, kalo kamu potong apa gak kasian mantu kita. Yakan Rum?" Aku tersenyum gak tau mau jawab apa.

"Kalian istirahat aja di kamar tamu bawah. Mama udah nyuruh bibi siapin kamar bawah biar gak naik turun tangga, kasian rumi nanti cape kalo naik turun tangga bawa perut segede ini," Ucap mama. Mas Tama berdiri. Aku berdiri dibantu Mama, "Kita ke kamar dulu ya Ma, Pa"

Mama dan papa cuma mengangguk mengizakan. Mas Tama menarik koper sekaligus meraih pinggangku untuk berjalan di sampingnya.

⚫⚫⚫

Aku sebisa mungkin akan konsisten selesain cerita ini. Dikit lagi kayaknya bakal epilog.

Makasii. semoga kalian suka💖



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 12, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MENDADAK?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang