28. Hanya Berdua

153 24 0
                                    

Hai masih menunggu kan?

Maaf telat satu hari dari jadwalnya Up hehe.

Selama membaca dan semoga suka :)

⚫⚫⚫

Saat kedua mataku terbuka, yang pertama kali aku lihat adalah wajah damai Mas Tama yang masih tertidur. Dia kalau tidur pasti tenang tanpa takut kalau terganggu sekalipun.

Tanganku menyentuh wajahnya, menelusuri setiap jengkal tekstur wajahnya. Matanya yang selalu menatap tegas, alisnya yang seperti ulat bulu, dan terakhir bibirnya yang jika tersenyum membentuk bulan sabit. Aku menyukai semua darinya.

"Sudah mengagumi Wajah tampan suami?" Aku tersentak saat mas Tama sudah membuka mata nya menatapku. Saat aku ingin menarik tangan tangan Mas Tama mencegahnya. "Lakukanlah lagi. Tanganmu lembut, Mas menyukainya."

Aku tersenyum lalu terus menyentuh wajahnya, melakukan nya lagi setelah tertunda karena Mas Tama yang bangun mendadak. Tanganku berhenti di area atas bibir, tepat di kumisnya, "Mas kumis kamu udah pada panjang ini."

Tangan Mas Tama ikut menyentuhnya, "Iya memang sudah saatnya di cukur. Tapi sekarang kamu yang cukurin ya?"

Menggeleng karena tak mampu. "Enggak. Aku gak pernah nyukur kumis orang mas. Nanti kalau alah cukur malah genre cerita ini berubah." Mas Tama malah terkekeh sampai kasur terasa bergetar.

"Akan Mas ajarin. Mas juga ingin loh dicukurin Istri sendiri. Mau ya?" Aku melirik jam dinding. "Iya nanti aku akan mencukurnya. Sekarang solat dulu ya Mas, keburu matahari terbit malah gak sempet."

Mas Tama mengangguk. Aku segera turun kasur, tapi mas Tama langsung membopong tubuhku. Aku memberontak ingin segera diturunkan.

"Mas turunin gak!! Aku berat Mas," Mas Tama tetep ngeyel membopongku keluar kamar. "Hust diam biar lebih mudah. Kalau kamu berontak malah berat bebannya."

Baiklah diam saja sekarang. Dari pada nyusruk lantai kan gak epik nanti.

⚫⚫⚫

Tangan Mas Tama aku cium, dibalas kecupan di kening ku. Selalu saja begini kalau kami solat berjamaah bareng berdua dengannya.

Mata kamu saling terkunci tatapan. Memiliki sejuta rasa dalam tatapan kami ini. Rasa mengagumi dan rasa ingin mencintainya dari ku, dan rasanya buatku yang hanya dia yang mengetahui.

"Yuk sekarang aja ya," Dia sudah menagihnya. Mau gak mau harus tetap mengiyakan, aku juga ingin bisa mencukur kumis maupun jenggotnya.

Mataku tetap menatao mas Tama. Nah kan, dia tidak meletakkan peci ataupun sajadah ke tempat semula. Sekarang dia ke laci untuk mengambil sesuatu. Mungkin alat cukurnya.

Melipat alat solat yang baru saja aku gunakan. Kemudian keluar kamar, sebelumya aku sejalian membawa handuk buat Mas Tama. Kali aja dia ingin mandi juga setelah itu.

"Tau aja kalau setelah ini sekalian mandi," Mas Tama duduk di closed. Aku mengantungkan handuk itu ditempatnya. "Sini mendekat biar mudah."

Dia memintaku mendekat. Tepat disebelah kaca yang seukuran pas dengan wajah. Cocok kalau hanya buat mengaca wajah paripurna saat mandi.

Tangan Mas Tama meraih tanganku, di taruh ya cream cukur. Ia benar-benar mengajariku bertapan bagaimana mencukur kumis dan jenggotnya sekalian.

Lima belas menit waktu yang digunakan. Mungkin kalau di baber shop tidak sampai selama itu, cuma lima menitan sudah selesai. Ini memakan waktu yang lebih banyak.

Tangan mas Tama menyentuh area kumis dan jenggotnya. Dia lalu tersenyum, "Kamu sudah melakukan dengan hebat. Baru pertama loh tapi udah bagus gini."

"Berkat ajaran darimu mas. Makasih ya," Tiba-tiba Mas Tama mencium bibirku kilat.. Cup "Dengan senang hati Mas mengajari kamu hm?"

"Mandi gih Mas, aku juga mau nyiapin sarapan kita," Mas Tama berdiri dari duduknya. Aku mundur dua langkah sebelum dia menabrak tubuhku yang lebih kecil dari tubuhnya.

"Mandi berdua. Lebih mempersingkat waktu juga kan?" Menggeleng tegas. "No. Kita mandi gantian aja. Aku harus nyiapin baju ganti kamu Mas, belum juga menyiapkan sarapan kita. Kalau kita mandi bareng kita malah banyak waktu yang digunakan. Gantian aja ya.."

Mas Tama menatap kecewa. "Baiklah. Sarapan apapun yang kamu buat pasti enak. Mas menunggunya."

Tersenyum lebar aku padanya. Memberanikan diri mengecup pipinya. Cup.. "Siap laksanakan bos."

Setelah itu aku harus segera keluar sebelum Mas Tama berubah pikiran lagi. Lebih baik harus segera pergi dari sana.

⚫⚫⚫

Setelah menyiapkan pakaian ganti mas Tama, aku segera ke dapur guna menyiapkan sarapan kami. Membuka kulkas, hanya ada bahan sisa kemarin. Memang kaami berdua belum belanja kebutuhan bulanan. Rencana sih nanti.

Ada sayur kol, tiga butir telur dan satu.. dua, tiga, empat lima ekor udang. Baiklah mari berfikir msakan apa yang menggunakan semua bahan itu.

Ide masakan terlintas di benakku. Masak itu aja lah, aku bisa banget masak masakan itu. Masakan yang aku ekperimen sendiri dari kegabutan di rumah Desa dulu.

Membersihkan bahan masakan yang akan digunakan. Memotong-motong sayur kol dengan ukuran yang tidak kecil tidak juga terlalu besar, sedang-sedang saja soalnya kalau dimasak bakal menyusut sayur kolnya.

Jika diingatkan, ini adalah sarapan pertama hanya dari masakan buatan ku sendiri. Hari-hari yang lalu aku memasak karena membantu ibu maupun bulek, bukan cuma dari masakan ku sendiri.

Dengan cekatan aku memasukkan semua bahan dan bumbu-bumbu racikan yang digunakan. Selesai sudah, hanya dengan waktu lima menit untuk mematangkan masakan makanan.

Mengecek nasi apajah sudah matang ataukah belum. Sebelum aku menyiapkan baju Mas Tama, aku sudah memasak nasi, nasi matangnya lumayan butuh waktu yang enggak singkat. Aku menyendokan nasi di piring mas Tama dan piringku, menunggu sampai tidak terlalu panas.

Bisa melepuh bibir ataupun lidah aklau langsung hap panas gitu. Bisa ngap-ngap nantinya.

Sekarang saatnya menyeduh teh susu buat Mas Tama. Dua Minggu aku jadi istrinya, aku sudah mengetahui kalau dia menyukai teh susu apalagi kalau dipagi hari seperti sekarang ini.

"Sudah selesai?" Mas Tama sudah datang dengan pakaian ganti yang aku siapkan tadi. "Tunggu sebentar ya Mas. Biar nasinya gak terlalu panas, kalau kamu mau makan nasi panas sih gak apa-apa."

"Ini mas teh susunya seperti kesukaan kamu," Mas Tama menatapku saat meletakkan teh susu didepannya. "Makasih."

Kami duduk lesehan dengan tikar yang menjadi alasnya. Memang tidak ada meja makan, aku malah menyukai duduk lesehan dari pada di meja makan.

Mas Tama memgecek suhu nasi, "Sudah mendingan dari pada tadi. Ayo sekarang makan,"

Aku mengangguk setuju. Kami berdua makan dengan tenang. Singkat saja selesai, lauk yang dimasak sarapan ini juga sudah habis termakan. Mas Tama ternyata menyukainya, ia dari tadi menyendok lagi dan lagi.

Bersyukur sekali kalau memang Mas Tama menyukai masakan ku. Ternyata masakan ku cocok dengan lidahnya juga.

"Alhamdulillah. Terimakasih sarapannya, Mas benar-benar menyukai masakan mu. Pas di lidah mas, cocok malah." Piring kami aku angkat untuk dibersihkan.

"Eh enggak. Kamu mandi sana, biat mas yang Cuci. Kita gantian ya. Mas menikahi kamu bukan untuk menjadi pelayan Mas hm." Senyumku semakin lebar. "Mas kalau gini aku yakin akan mencintai mu dengan waktu cepat. Tunggu aja ya."

Mas Tama menatapku sambil membawa piring bekas makan. "Pasti. Mandi sekarang gih, biar kita belanja bulanan juga bisa cepat."

Aku mendi pagi. Baru bisa mandi setelah jam setengah tujuh pagi. Beginilah kalau punya suami dan kehidupan rumah tangga. Tidak semuanya harus dilakukan sendiri.

⚫⚫⚫

Part berikutnya hampir siap tapi akan aku up kalau udah jadwalnya yak..

Ughh sayang kalian💚

















MENDADAK?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang