Seorang remaja laki-laki berjalan di tengah kerumunan. Rambut putihnya beterbangan ditiup angin, tetapi dia tak bisa memperbaikinya. Barang belanjaan yang dibawanya lebih penting daripada sekadar memperbaiki letak rambut yang tidak lagi rapi.
Sudah mengenakan jaket tebal, tetapi malam ini dinginnya terasa begitu menusuk. Sesekali dia mengembuskan napas, kakinya yang berbalut sepatu putih menendang-nendang kerikil pelan.
Sejak pertama keluar dari Hotel Wein tadi, pikirannya terus mengomel. Bagaimana tidak? Tengah asyik menopang dagu di jendela sambil memandang indahnya bulan yang bulat sempurna, tiba-tiba sang ayah datang, mengatakan dia harus membeli bahan-bahan pokok untuk hotel yang habis.
Sejujurnya dia sangat benci harus ikut mengurus hotel. Karena hotel ini sang ayah tidak mengizinkannya masuk ke sekolah sihir di luar kota. Jika saja kakeknya tidak mewarisi Hotel Wein pada Garry Wein---ayahnya---maka Nickel tak perlu khawatir akan terhalang ini-itu.
Saat melihat poster sekolah sihir yang dibawa oleh salah satu pengunjung yang katanya guru di sekolah sihir waktu itu, Nickel sempat berangan-angan bisa bersekolah di sana, mempelajari lebih dalam tentang ramuan-ramuan dan mantra-mantra. Sudah meminta dan mengisi formulir, tetapi saat meminta tanda tangan persetujuan dari ayahnya, sang ayah langsung merobek formulir pendaftaran, menolak mentah-mentah permintaannya. Sejak saat itu, Nickel tak pernah lagi membahas pasal sekolah sihir di dekat ayahnya.
Garry sangat berharap dia menjadi pemilik Hotel Wein berikutnya. Tidak ada siapa pun yang bisa diharapkan lagi karena Nickel anak tunggal. Tentang ibunya, Nickel juga tidak tahu bagaimana rupa sang ibu. Garry bilang sang ibu meninggal satu minggu setelah melahirkan Nickel.
Hotel Wein sangat ramai jika hari libur panjang, seperti sekarang ini. Banyak pengunjung dari berbagai kota yang datang ke Kota Oldenia karena tertarik dengan bangunan-bangunan kuno yang bisa didatangi kapan saja. Selain bangunan kuno yang menjadi tempat wisata, arsitektur semua rumah, hotel, bahkan toko-toko yang berdiri di pinggir jalan masih menguarkan aura kuno. Pasar-pasar tradisional yang akan selalu ramai dari pagi hingga malam membuat orang-orang menjadikan Kota Oldenia sebagai tujuan utama mengisi liburan.
Letaknya yang paling dekat dengan stasiun membuat pengunjung memilih Hotel Wein sebagai tempat menginap, sampai-sampai jika hari libur panjang seperti sekarang kamar Hotel Wein selalu penuh.
Tengah mengumpat segala hal yang membuatnya tersiksa, seseorang menambah penyiksaannya. Nickel yang memang kesusahan membawa banyak barang belanjaan langsung terjatuh ke jalan saat seseorang menabraknya dari belakang.
Memegangi kening yang terasa perih---mungkin lecet karena bergesekan dengan aspal---Nickel menoleh ke belakang, ke arah orang yang menabraknya. "Ah, apa kau tidak lihat ada orang yang tengah berjalan?"
Gadis berambut pendek yang menabraknya tampak mencari sesuatu, sementara Nickel langsung memungut kembali buah-buahan dan sayuran yang jatuh berceceran.
"Maaf, aku memang tidak melihat. Bisa tolong berikan tongkatku? Aku tidak bisa menemukannya."
Menoleh ke arah gadis yang tak dikenalnya, Nickel langsung menggaruk kepala yang tidak gatal. Sepertinya dia sudah menyinggung soal tidak melihat. Dia benar-benar tidak tahu gadis cantik yang menabraknya ini buta.
Melihat tongkat yang tergeletak cukup jauh, Nickel langsung meraihnya, menyodorkan ke arah gadis yang baru saja berdiri sambil membersihkan rok pendeknya. "Maaf, aku tidak tahu kalau kau ...."
"Tidak apa-apa. Segeralah pulang, Siil mengatakan ada hal buruk yang akan datang kemari." Gadis yang mengenakan rok selutut di cuaca sedingin ini itu berlalu pergi.
Nickel masih melamun sambil memungut kembali belanjaannya. Siil? Bukankah itu sosok yang konon bisa berteman dengan angin? Bagaimana gadis itu bisa mendengar bisikan Siil?
Konon, orang-orang yang bisa mendengar bisikan Siil hanya mereka yang diberkati. Siil sangat misterius, tidak semua orang bisa mendapat berkatnya.
Menoleh ke sana kemari, Nickel baru menyadari ada yang aneh. Sekelilingnya tampak sunyi, hanya suara angin berembus yang terdengar. Kerumunan di sekitarnya lenyap, bahkan sebagian besar toko mulai tutup.
Dia ingat pasti, beberapa waktu lalu masih sangat ramai, banyak orang asing yang berlalu lalang di sekitarnya. Ke mana mereka? Sejak gadis itu menabraknya, semua orang seolah-olah lenyap. Tunggu! Bukankah gadis itu juga orang asing?
Mengucek matanya berkali-kali, Nickel masih tak percaya dengan semua ini. Selain kerumunan di sekitarnya raib, ada kabut yang seolah-olah memenuhi kota. Dia mendongak, berusaha memastikan pemikirannya benar tentang kabut yang menutupi kota. Bulan bulat sempurna di atas sana tak lagi terlihat, tertutup kabut yang membuatnya kesusahan melihat jalan untuk pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fog Witch
FantasyDipersembahkan untuk Daily Event @PseuCom. Semoga aja nggak nebar aib. Ya ... gitu lah. Intinya ada kabut sama sihir-sihirnya.