12. Bungkam

23 8 6
                                    

Tema: Abai

____________________________

"Sial!" Sang penyihir langsung menendang kuali di depannya, tak peduli walau ramuan yang dia rebus berceceran. Tangannya mencengkeram kuat tongkat, suara geraman terdengar pelan.

Melihat sang penyihir yang bereaksi sedemikian rupa, Veyt tahu apa yang terjadi. Dia juga melihatnya melalui tampilan dari cermin pelacak penyihir itu keluarkan. Denish dibawa pergi ke dalam tempat tinggal laki-laki berambut putih seleher itu. Setelahnya, cermin kembali gelap.

Tongkat Denish merupakan tongkat khusus yang sang penyihir berikan. Dari tongkat itu Denish bisa berkomunikasi dengannya, mengeluarkan sihir, dan menuntun jalannya. Tongkat itu membuat suara sang penyihir akan terdengar di dalam kepalanya jika Denish memegang. Dan sekarang tongkat itu dibuang, bahkan tadi pemuda pendatang itu sempat mematahkannya menggunakan sihir.

"Veyt, siapkan untuk rencana berikutnya! Gadis itu memang tidak bisa diandalkan. Kita harus segera menangkap mereka. Merekalah penghalang sesungguhnya!" Sang penyihir masuk kembali ke ruangannya dengan perasaan sebal. Langkah yang biasanya ringan tak didengar siapa pun kini menghentak lantang membuat suaranya menggema di ruangan yang senyap.

Memalingkan pandangan, etah mengapa akhir-akhir ini Veyt merasa kesal. Dia baru sadar dirinya dimanfaatkan. Tapi, jika dipikir lagi, dia di sini juga menumpang. Ah, semua ini memuakkan. Ingin sekali rasanya enyah, tetapi dia masih terikat. Terikat perjanjian yang akan membuatnya musnah jika berani berkhianat.

Berbeda dengan Veyt, Denish tak terikat perjanjian apa pun. Sejak awal, si penyihir memang hanya memberikan misi ringan untuk Denish. Selain karena gadis itu tak bisa melihat, si penyihir tahu Denish tak semanis kelihatannya. Gadis itu memang pendiam, wajahnya selalu tenang---di depan Veyt dan penyihir---jarang menunjukkan ekspresi, tetapi mereka yakin dalam hati Denish sangat kacau.

Sang penyihir biasanya akan dengan lancang membaca pikiran orang. Veyt pernah diperlakukan demikian, tetapi si penyihir hanya menyindir dan menegurnya saat tahu isi pikiran Veyt mengumpatinya. Namun, saat berusaha masuk ke pikiran Denish, hanya kekosongan. Sangat hening, tak ada apa pun yang bisa didengar. Alasan ini juga yang membuat Denish tak terikat perjanjian.

***

Sudah berjam-jam mereka diam di dalam ruangan. Nickel membawa Denish ke kamar kosong di dekat kamar Michael dan Ken. Tiga laki-laki itu berdiri menghadap Denish yang duduk tegap di atas ranjang. Pandangannya lurus ke depan, kedua tangannya menyentuh paha, sementara kakinya sangat rapat hingga tidak berjarak.

"Bagaimana? Kau masih belum mau menjawab?"

Sudah berpuluh-puluh kali Nickel bertanya baik-baik tentang kabut ini. Dia curiga Denish ada hubungannya. Michael dan Ken pun sama, menanyakan pasal Bella dan Viona yang tak terlihat selama beberapa hari. Namun, hasilnya tetap sama. Denish tetap diam, bibirnya tertutup rapat. Enggan untuk membuka suara.

Michael menunduk, berlutut di depan Denish. Senyumnya terukir tipis, matanya menatap lurus ke arah wajah cantik Denish. "Bisa kau beri tahu apa saja yang kau ketahui tentang kabut ini?"

Suara Michael terdengar lembut. Tangan Denish langsung mencengkeram roknya kuat, bibirnya bergerak pelan seakan-akan menahan sesuatu, matanya pun ikut memejam. Tangan Michael yang memegang sisi kasur di dekatnya membuat Denish merasakan sengatan, padahal Michael belum menyentuhnya.

"Denish?"

"Dia itu kenapa? Sangat aneh. Aku mulai ragu dia ada hubungannya dengan kabut ini. Lihat, dia bahkan langsung berekspresi seperti itu saat Michael di depannya." Ken melipat kedua tangan di depan dada, mulai bersandar pada dinding kamar setelah lelah menunggu respons.

Nickel ikut maju, berdiri di samping Michael yang mulai bangkit. Denish sendiri kembali membuka mata, tangannya yang mencengkeram rok kembali terlepas. Pandangannya lurus, rautnya kembali tenang.

"Sekap saja dia, paksa untuk buka suara." Ken yang mulai sebal mulai menarik kursi, kakinya pegal terus berdiri.

"Jangan, Ken. Bagaimanapun, dia itu perempuan. Kita juga membutuhkannya. Ingat, kita di sini tamu, jangan mencari masalah," Michael mengingatkan. Matanya melirik Ken yang menghela napas sebal.

Baru saja Nickel hendak angkat bicara, sebuah suara membuatnya terhenti.

"Nickel, apa kau sudah tidur? Apa yang terjadi di depan rumah?"

Mata Nickel langsung membulat, dia menarik kedua laki-laki itu untuk keluar dari kamar lalu mengunci Denish seorang diri di dalam. Pak Garry yang berada di bawah tengah membuka jaket tebalnya, sementara Nickel langsung turun setelah meminta Michael dan Ken kembali ke kamar masing-masing.

The Fog WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang