19. Curiga

17 8 5
                                        

Tema: Praduga

___________________________________

Tangan terus mengorek-ngorek tanah menggunakan ranting kayu, mata sesekali melirik gadis yang duduk tenang di atas batu. Ken masih belum percaya ini. Dia melihat Siil menggunakan mata kepalanya sendiri. Namun, bukan itu yang dia pikirkan.

Beberapa saat lalu, Siil memberi bantuan berupa teka-teki yang harus mereka pecahkan. Dia berkata, "Temukanlah cahaya merah di bawah tangan yang menengadah, lalu bukalah satu per satu dinding menggunakan batu kecil untuk menemukan cahaya yang sebenarnya."

Demi apa pun, tidak bisakah dia berkata dengan jelas? Beri tahu menggunakan bahasa yang mudah dipahami manusia, bukan bahasa yang dipahami sebangsa makhluk mitos sepertinya.

"Kenapa kau melihat Denish seperti itu? Tidak suka Michael dekat dengannya?" suara teguran Nickel membuat Ken terperanjat. Netra hitamnya langsung terarah pada Nickel yang entah sejak kapan duduk di dekatnya.

Memutar bola mata malas, Ken menancapkan ranting yang dia pegang sejak tadi ke tanah. "Aku bahkan baru menyadari Michael di sana."

Mengerjap beberapa kali, Ken langsung menyandarkan punggungnya pada dinding gua. "Kau merasa aneh tidak? Denish begitu yakin Siil dapat membantu, tetapi pada nyatanya sosok mitos itu hanya memberi teka-teki, membuat otakku semakin membeku."

"Yah, aku merasa sedikit aneh, tapi mau bagaimana lagi? Aku percaya pada ayah karena ayah lebih tahu. Jadi, paling tidak aku ikut kemari karena keputusan ayah juga. Selama ini aku tidak terlalu tertarik pada sosok Siil, aku hanya ingin bisa sihir," ungkap Nickel sembari menatap api unggun. Ranting-ranting kayu yang didapat di sekitar gua mereka kumpulkan untuk membuat kayu bakar. Obor saja tidak cukup untuk penerangan dan menghangatkan badan. Entah mengapa di dalam sini terasa sangat dingin.

"Kau ini terlalu percaya pada ayahmu. Ya, bukan aku bermaksud apa-apa, ya, tapi coba kau lihat. Bukankah kau bilang ayahmu melarangmu untuk tahu tentang sihir? Dia bahkan menentangmu pasal proyek kristal petir dengan cara selandor itu. Lalu, bagaimana mungkin ayahmu sendiri bisa sihir? Aku yakin di dalam ruangan itu tidak ada tombol yang bisa mengeluarkan dinding transparan."

Menunduk menatap tanah, Nickel tak menyangkal kata-kata Ken. Selama beberapa waktu ini dia juga tengah memikirkan hal itu, tetapi tak ada satu pun jawaban yang bisa memecahkan teka-tekinya. Tentang alasan terkuat Garry melarangnya mengetahui sihir sampai sedemikian rupa, tentang Garry yang tiba-tiba bisa sihir untuk melindunginya, dan tentang Garry yang langsung percaya begitu saja pada Denish pasal Siil dan lain-lainnya.

Nickel berani menjamin, jika hanya alasan dia akan mewariskan Hotel Wein di masa depan, Garry tidak akan melarangnya sedemikian rupa. Mungkin hanya sebatas melarangnya sekolah di akademi sihir, tidak sampai marah besar saat Nickel hanya ingin sekadar tahu dasar-dasar sihir.

"Aku tidak yakin semuanya tidak berkaitan. Bisa saja ayahmu sudah tahu siapa Denish, sudah pernah bertemu Siil, atau mungkin ayahmu sendiri pernah belajar sihir. Karena kejadian yang buruk, dia tak ingin kau ikut mengetahui pasal sihir." Ken meraih lagi ranting yang dia tancapkan, mematahkannya sedikit, lalu melempar ke arah api unggun.

Meluruskan kaki yang tadi dia tekuk, Nickel langsung mengembuskan napas, berharap pikiran yang mengganggu sirna bersama embusan napas yang dibuang. "Mungkin saja."

"Oh, iya, satu lagi. Apa kau yakin kata-kata Siil membantu kita? Aku ragu, apalagi teka-teki yang memusingkan kepala itu."

Menoleh sebentar, Nickel langsung tertawa pelan sambil mendorong bahu Ken. "Sudahlah, lebih baik kau tidur. Seharian ini kau selalu berburuk sangka. Kita lihat saja besok, lusa, atau ke depannya."

Beranjak bangun, Nickel meninggalkan Ken, berjalan menuju sisi gua lain, tepat di dekat patung berbentuk seseorang yang duduk bersila dengan tangan menengadah.

The Fog WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang