15. Fakta

18 8 4
                                    

Tema: Tak Terduga

____________________________________

"Kau kenapa?" Nickel yang baru saja memasuki kamar langsung menepuk bahu Ken yang diam menopang dagu. Raut wajahnya kembali ceria, menutupi rasa kesal yang masih ada seusai dimarah ayahnya.

Alih-alih menjawab, Ken hanya mendengkus, melirik Nickel sebentar lalu menggunakan tangannya sebagai bantalan. Mata sipitnya menatap seisi kamar yang sama sekali tidak istimewa. Hanya ada dinding putih yang dihiasi beberapa lukisan fantasi.

Merasa diabaikan, Nickel menoleh ke arah Denish. Gadis berambut pendek itu duduk membelakanginya, menghadap langsung ke jendela kamar yang cukup lebar, sesekali menyahuti ucapan Michael.

Kening Nickel mengerut seketika. Denish seakrab itu dengan Michael? Sejak kapan? Beralih menatap Ken lagi, Nickel mencolek lengan temannya yang tengah memejamkan mata. "Sejak kapan mereka akrab?"

Tubuh kembali ditegakkan, menoleh ke arah Michael, Ken mendengkus untuk kesekian kali. "Tadi."

"Apa yang mereka bahas?" Nickel menyandarkan tubuhnya ke meja, menatap Ken penuh tanda tanya. Dia benar-benar penasaran apa yang mampu membuat keduanya dekat.

"Aku tidak tahu. Tanya saja sendiri. Aku malas berurusan dengan gadis merepotkan itu."

Merasa Ken kembali acuh tak acuh, Nickel memilih mendekati Michael dan Denish, mengabaikan persepsi jika nanti Denish akan langsung bungkam. Duduk di samping kiri Denish, Nickel mendengarkan pembahasan keduanya mengenai pin pengharaan yang Michael miliki.

"Tidak tahu. Aku hanya merasakan ada kegelapan di dalamnya. Kegelapan itu hampir mirip dengan aura sihir kabut." Pandangan lurus ke depan, tangan kirinya di atas paha, sementara tangan kanan menggenggam pin penghargaan Michael erat-erat.

Michael menunduk, menatap lantai dengan pandangan kosong. Pin penghargaan itu diberikan oleh Petinggi Kai satu tahun lalu. Pin yang amat dia harapkan, dijaga dengan baik, ke mana-mana selalu dibawa, walau hanya diletakkan dalam saku atau tas.

Beberapa bulan lalu dia sempat kehilangan pinnya. Dicari di kamar, toilet, bahkan ke tempat-tempat yang didatanginya selama seharian pun tak ada. Ken yang selalu mengeluh kelelahan berkeliling asrama dia minta kembali terlebih dahulu, sementara Michael lanjut mencari.

Tiba di lantai bawah, Michael bertemu dengan Petinggi Jessi, guru yang mengajar kelas ramuan dan mantra sihir sejak tiga tahun lalu, menggantikan petinggi terdahulu yang pensiun. Wanita yang masih tampak muda di usianya yang hampir menginjak kepala empat itu menyerahkan pin kebanggaannya, berkata menemukannya di kelas ramuan.

Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Petinggi Jessi pergi. Beberapa helai rambut putihnya yang sengaja tak ikut disanggul beterbangan seiring dengan tiupan angin. Langkah kakinya terdengar ringan, sangat anggun, diiringi suara nyanyian merdu yang mengalun pelan. Lagu yang sepertinya pernah Michael dengar.

"Jadi, apa pin ini ada kaitannya dengan kabut ini?"

Pertanyaan Michael dibalas gelengan kecil Denish. "Tidak mungkin. Pin ini tidak ada kaitannya dengan kabut, tapi pin ini ada kaitannya dengan kau dan temanmu yang bisa datang ke sini tanpa hambatan."

"Jadi, apa yang pin ini lakukan selama kita di perjalanan?" Entah sejak kapan, Ken sudah duduk di belakang Denish, menatap gadis cantik di depannya sambil mengangkat alis kanan. Padahal tadi dia bilang malas berurusan.

Pandangan yang semula lurus ke depan langsung menunduk, menatap pin di tangannya untuk memberi penjelasan, "Aku merasakan pin ini sudah dimantrai untuk membuat keberadaan kalian tidak terlihat."

"Kalau kita memang tidak terlihat, kereta itu tidak akan melanjutkan perjalanan ke Kota Oldenia, pasti pemberhentian terakhirnya di Kota Reflower."

Menggeleng pelan, Denish langsung menyerahkan kembali pin pada pemiliknya. "Masinis tahu keberadaan kalian, tapi tidak dengan penumpang yang lain. Masinis tidak akan peduli kalian akan ke mana, bukan? Lagi pula, aku yakin kalian tidak duduk di gerbong depan."

Semuanya diam, keheningan kembali melanda. Denish kembali menatap lurus ke depan, sementara Michael menunduk, sibuk dengan pikirannya sendiri, berusaha mengaitkan kejadian ini dan itu untuk mendapat jawaban.

Rangkaian cerita yang Denish terangkan membuatnya sedikit paham tentang kaitan antara satu dan yang lain. Dan tidak bisa dipungkiri, dia merasa ini ada kaitannya dengan Petinggi Jessi.

The Fog WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang