21. Figura

19 8 5
                                    

Tema: Menanggung

______________________________________

"Aduh, punggungku." Mata yang terpejam rapat berjam-jam terbuka, menampilkan iris semerah darah. Tangannya bergerak mengucek-ngucek mata, memastikan apa yang dilihatnya benar. Berharap perkirannya salah, tetapi kesialan masih menyebelahinya. Dia gagal kabur untuk kesekian kali.

Veyt merubah posisi menjadi duduk, sesekali menoleh ke sana kemari, memastikan tidak ada si penyihir menjengkelkan itu. Demi apa pun, jika tahu begini, dia enggan untuk melakukan perjanjian. Saat dipasangi cap sakit, ingin keluar dari kungkungan penyihir pun sakit. Entah bagaimana proses menghilangkan cap ini. Mungkin berkali-kali lipat lebih sakit.

Alis kanannya terangkat saat pintu ruangan penyihir terbuka. Tidak biasanya ruangan itu terbuka, biasanya akan selalu ditutup rapat atau terbuka sedikit jika si penyihir keluar sebentar. Berusaha bangkit sambil menahan rasa sakit yang semakin lama menyebar ke seluruh tubuh, Veyt berjalan menuju ruangan pribadi si penyihir sambil berpegangan pada dinding.

Melongok ke dalam, kepalanya menoleh ke sana kemari, mencari keberadaan wanita paling menyebalkan sedunia, tetapi tak ada tanda-tanda. Kakinya yang terbungkus sepatu hitam melangkah pelan, sedikit diseret karena tak kuasa menopang tubuh.

Pandangan Veyt tertuju ke arah figura yang dipajang terbalik di dinding, tepat di atas meja kayu yang di atasnya terdapat cairan-cairan berbagai warna. Mungkin itu ramuan yang selama ini dikerjakan oleh si penyihir.

Tangannya yang memegang punggung beralih menyentuh figura, sudah lama dia penasaran gambar apa yang ada di baliknya. Perlahan tangannya membalik benda persegi panjang yang selama ini mengganggu pikiran. Keningnya langsung mengerut saat mendapati foto dua orang yang cukup asing.

Seorang wanita dengan tiga titik hitam di bawah mata kanannya membuat Veyt bertanya-tanya. Inikah sosok si penyihir yang selama ini menjadi tuannya? Jika iya, dia masih belum bisa percaya. Dia pikir si penyihir memiliki wajah pucat keriput, berhidung besar, mata menyeramkan, ditambah gigi yang jarang-jarang seperti di film-film fantasi itu.

Dia akui wanita dalam foto ini sangat cantik. Dengan rambut putih yang disanggul sementara beberapa helai dibiarkan menjuntai di dua sisi kepala, bibir merah kecil yang tersenyum sampai matanya menyipit, sangat cocok dipadukan dengan kulit putih bersihnya.

Di samping wanita itu, seorang pria merangkul pundaknya. Pria berkulit pucat dengan rambut putih itu tersenyum lebar. Kening Veyt semakin mengerut, merasa femilier dengan wajah pria dalam foto. Jika diingat-ingat, bukankah ini pria yang menatapnya lewat jendela saat dia menyerang Hotel Wein? Mata Veyt tidak rabun, dia bisa melihat dengan jelas walau dari jarak jauh. Namun, bukankah pria itu memiliki goresan di sekitar matanya? Jangan bilang ....

"Hei, apa yang kau lakukan di situ, Veytaz?!" tak perlu menoleh, Veyt sudah tahu itu teriakan si penyihir. Tangan Veyt langsung turun, beralih memegang punggungnya lagi. Dengan ragu dia membalikkan badan, menghadap si penyihir yang dia yakini akan marah besar.

Si penyihir tampak mendekat perlahan, tetapi tangannya yang mencengkeram tongkat terlihat melakukan pergerakan. "Aku tidak pernah memintamu untuk masuk ke sini, Veytaz Baskerville!"

Tongkatnya diarahkan, sebuah sinar langsung meluncur cepat ke arah Veyt membuatnya langsung berteriak saat tangan dan kakinya diborgol oleh cahaya merah yang berpendar.

Tangan si penyihir bergerak seolah-olah membuat pola lingkaran, setelahnya mendorong ke arah Veyt disusul teriakan Veyt yang sangat lantang. "Aku akan menunjukkan cara apa yang paling tepat untuk menghukum orang yang berani masuk ke sini tanpa izin!"

Si penyihir langsung mengepalkan tangan yang mengarah pada Veyt, sinar-sinar merah disusul asap-asap hitam muncul dari tangannya. Seketika, teriakan Veyt semakin keras, rasa sakit yang ditanggungnya terasa berkali-kali lipat. Pergelangan tangan dan kakinya terasa dipintal kuat, perlahan cap di tangannya pun ikut menyerang.

The Fog WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang