Tema: Monster
______________________________
"Viona, ke mana lagi kita akan cari jalan keluar? Lelah berkeliling tanpa arah, berputar-putar di tempat ini. Aku lapar, makananmu masih ada?" Tubuh Bella terasa lemah, sekadar bangkit saja susah. Dia baru saja bangun, setiap mengantuk hanya tidur tanpa alas. Tidak peduli siang atau malam, di sini sama saja. Hanya ada kegelapan diterangi cahaya api yang mulai meredup.
Menoleh ke arah temannya, Viona menyerahkan sebungkus roti yang dibelinya sebelum pergi ke Kota Oldenia. Dia membeli beberapa bungkus, sudah dimakan sedikit demi sedikit saat lapar. Walau tidak terbiasa dengan sedikit roti dan air untuk mengganjal lapar, tetapi mereka tak memiliki pilihan lain.
Setelah meminum air masing-masing satu teguk, mereka masih terdiam, duduk dengan kaki diluruskan sambil menatap sekitar. Api yang mereka ciptakan menggunakan sihir semakin redup seiring dengan energi yang terkuras. Baru saja menoleh ke kanan, mata Viona langsung terbelalak.
"Bella, i-itu ...." Tangannya menunjuk ke sebuah cahaya merah menyala beberapa meter di sana.
Mengikuti arah tunjuk Viona, Bella ikut terbelalak. Cahaya merah itu terlihat seperti mata, tetapi tidak sepasang, hanya satu. Viona dan Bella perlahan bangkit saat cahaya itu semakin dekat, berjalan mundur seiring dengan tubuh si pemilik mata terlihat.
Redupnya nyala api membuat raut menyeramkan makhluk di depannya bertambah berkali-kali lipat. Tubuhnya sangat besar, kakinya cukup tinggi. Panjang kakinya mencapai dua kali tinggi badan Viona dan Bella.
Mata merahnya menyala bagai api, kulitnya yang sehitam lorong gelap di kejauhan sana menambah keburukan rupa sang makhluk.
"Lari, Bella!" Viona susah payah berlari dengan sisa-sisa energi diikuti Bella di belakangnya. Monster bermata satu itu turut mengejar, sesekali mengulurkan tangan untuk menangkap Bella ataupun Viona. Namun, tubuh kecil Viona dan Bella bisa menghindar.
"Viona, kita harus menggunakan sihir!" Bella berteriak di sela-sela lariannya.
Sambil tetap berlari Viona ikut berteriak, "Energi kita tidak cukup!"
"Keluarkan saja tombak tujuh cahaya! Kau membawa kartu yang Petinggi Kai berikan waktu itu, 'kan? Kartu itu tidak butuh banyak energi!"
Setiap murid di akademi sihir akan mendapat kekuatan baru setiap naik ke tahap berikutnya. Para petinggi akan memantau perkembangan setiap pekan, memberikan bimbingan pada murid-murid yang kemampuannya tak kunjung meningkat.
Setiap mampu meningkatkan kekuatan pada tahap berikutnya, Petinggi Kai selaku kepala akademi akan memberikan satu kartu berwarna biru bergambar lingkaran yang dikelilingi bintang. Masing-masing kartu memiliki kekuatannya sendiri, bisa diubah menjadi senjata-senjata sesuai dengan gambar yang ada di dalam lingkaran.
Viona berada satu tahap di atas Bella, oleh karena itu Bella tak memiliki kartu senjata, dia hanya memiliki kartu untuk membuat perisai, tetapi dia tak yakin bisa menahan serangan monster di belakang.
Mengeluarkan kartu dari saku jaketnya, Viona berlari mundur, sementara tangannya membuat gerakan disusul mulutnya yang merapal mantra. Setelahnya, dia melempar kartu safir itu, tepat mengenai bagian mata sang monster disusul tujuh tombak berpendar biru yang menghujam bersamaan.
Keduanya langsung bernapas lega setelah monster besar itu lenyap menjadi asap. Kartu safir yang Viona gunakan melayang di udara, terjatuh tepat di atas tangan Viona yang menadah.
Sementara itu, si penyihir langsung menggeram, monster yang dikirimnya tidak berhasil membuat dua gadis itu berhenti mencari jalan keluar. Sementara Veyt tengah menjalankan misi untuk memerangkap Nickel dan dua temannya, si penyihir akan mencari cara untuk membuat dua gadis pendatang itu mati secepatnya di dalam labirin kabut. Monster bernama Keyclaws yang dia kirim tak mampu mengalahkan dua gadis pengacau itu. Sangat tidak berguna!

KAMU SEDANG MEMBACA
The Fog Witch
FantasíaDipersembahkan untuk Daily Event @PseuCom. Semoga aja nggak nebar aib. Ya ... gitu lah. Intinya ada kabut sama sihir-sihirnya.