Tema: Tarik-ulur
________________________________________
"Hm ...."
Melihat pemandangan di depannya, sang penyihir yang tengah duduk di kursi usang sambil memandang ke arah cermin ajaibnya hanya bergumam. Wajahnya tampak mengerut di balik topeng. Dua gadis yang baru saja mereka tawan ternyata tidak sebodoh rakyat Oldania. Dua gadis asing itu menggunakan sihir untuk membuat penerangan agar bisa melihat jalan.
"Sepertinya mereka berhasil melakukannya. Apa perlu aku masuk ke sana untuk menghalangi mereka menemukan jalan keluar?"
Menoleh pada remaja laki-laki yang berpakaian serba hitam, penyihir itu tertawa pelan. "Tidak perlu. Ada banyak hal yang lebih penting dari itu. Manusia biasa seperti mereka tidak akan bisa keluar dari labirin kabutku. Kalian berdua lebih baik bersiap untuk misi kita selanjutnya."
Maju selangkah, Veyt yang mulai malas diminta menunggu untuk misi seterusnya bertanya, "Kapan kita akan melanjutkan misi? Kita sudah cukup membuang waktu hanya untuk memantau perkembangan dua gadis dan dua anak pendatang itu."
"Tenanglah, Veyt. Mereka berempat itu bukan masalah besar."
Mendengarnya, Veyt memalingkan muka sambil berdecih pelan, sementara Denish yang berdiri tegak di dekat Veyt tampak bergeming. Sudah sejak lama mereka kenal, tetapi interaksi di antara keduanya sangat kurang.
Dia menoleh lagi ke arah si penyihir yang mulai pergi membawa tongkatnya, masuk ke dalam sebuah ruangan, meninggalkan Denish dan dirinya yang masih terdiam. Dia terlalu meremehkan seseorang.
Mereka tidak tahu apa saja yang para pendatang itu bisa lakukan, tetapi si penyihir menyebalkan ini sudah berpikir dirinya paling hebat, terlalu percaya diri, sampai-sampai membiarkan dua gadis di dalam labirin itu menyalakan api dengan bantuan sihir untuk mencari jalan keluar.
Setiap kali membahas masalah ini, wanita itu selalu memintanya bersiap untuk misi lanjutan. Entah sudah berapa kali wanita yang wajahnya tak pernah terlihat itu berkata harus bersiap untuk misi selanjutnya, tetapi tidak ada perintah lanjutan.
Veyt yang sudah bersama si penyihir sejak lama belum mengetahui rupa aslinya. Dia hanya sering melihat senyum mengerikan si penyihir. Topeng besi yang penyihir itu gunakan hanya menutupi sampai hidung. Iris matanya pun tak terlihat, entah bagaimana caranya si penyihir melihat. Veyt tidak bisa memastikan.
Menoleh ke arah Denish yang menunduk menghadap lantai berdebu, Veyt bertanya, "Apakah tidak bisa kita menjalankan misi lanjutan secepatnya?"
Wajah cantik Denish tampak mengerut, bibirnya bergerak seperti tengah menahan sesuatu. Matanya terpejam sebentar, setelahnya dia kembali tenang. "Aku tidak tahu, tetapi lebih baik begini."
Menatap kepergian Denish, Veyt sedikit mengernyit. Gadis yang aneh. Denish baru saja bersama si penyihir. Mereka bertemu saat Denish berdiri di tengah kerumunan, seolah-olah bingung hendak melakukan apa. Setelah ditanyakan segala hal, Denish hanya berkata tidak tahu. Dia hanya mengetahui namanya.
Merasa kasihan, Veyt mengajaknya pulang. Awalnya Denish menolak dengan keras, tetapi paksaan Veyt tidak bisa ditolak. Sejak saat itu, Denish ikut tinggal bersamanya dan penyihir itu.
Kejadian itu sudah cukup lama, sekitar dua tahun dahulu, tetapi Veyt merasa ada yang aneh dalam diri Denish. Walau tak bisa memastikan, dilihat dari gerak-gerik Denish yang sangat suka mengulur waktu saat menjalankan misi, firasatnya berkata Denish akan menjadi penghancur rencana mereka.
Satu hal yang membuat Veyt sangat yakin Denish akan menjadi penghancur. Kenyataan saat Denish menjalankan misi, di antara sekian banyak orang di sekitarnya, hanya laki-laki berambut putih seleher itu yang tidak dia sedot ke dalam labirin kabut.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Fog Witch
FantasiDipersembahkan untuk Daily Event @PseuCom. Semoga aja nggak nebar aib. Ya ... gitu lah. Intinya ada kabut sama sihir-sihirnya.