26. Akhir

14 7 7
                                    

Tema: Pulang

_______________________________________

Langit cerah tiba-tiba menggelap, gumpalan awan hitam tampak di langit. Angin yang tadinya sepoi-sepoi terasa semakin kencang, diikuti dengan cuaca dingin menusuk sampai tulang. Seluruh orang yang tadinya beraktivitas di luar langsung buru-buru pulang, bersiap menghangatkan diri tanpa memedulikan cuaca yang terasa janggal.

Di akademi sihir, para petinggi yang tetap tinggal selama libur panjang langsung tersentak, menoleh ke arah langit mendung tanpa petir. Petinggi Berly yang baru saja keluar dari perpustakaan langsung membulat. Apakah sudah dimulai?

Dia langsung menggunakan sihir teleportasi untuk tiba dengan cepat di ruangan para petinggi. Di sana para petinggi langsung menatapnya, raut cemas mereka tunjukkan.

"Cepat, Berly, kita tidak punya banyak waktu. Ayo, menuju ruang bawah." Petinggi Zayn selaku wakil kepala akademi sihir memberi instruksi. Petinggi Kai yang sakit sejak beberapa bulan lalu belum pulih, keadaan tubuhnya lemah. Untuk bangkit dari tempat tidur saja susah. Sudah banyak hal dilakukan, tetapi penyakit yang dideritanya tidak kunjung diketahui.

Semenjak tiga bulan lalu, mereka berusaha untuk tiba di Kota Oldenia, memeriksa kebenaran tentang informasi yang menyebar mengenai keadaan kota yang tertutup kabut itu. Namun, seolah-olah ada penghalang transparan, sejauh apa mereka berusaha, sejauh itu juga mereka terhempas.

Hal itu bersamaan dengan salah satu petinggi mereka yang bagai hilang ditelan bumi. Petinggi tercantik se-akademi, Jessica Nauran. Wanita tinggi semampai itu biasanya akan terlihat di akademi setiap dua sampai tiga kali dalam seminggu. Namun, semenjak tiga bulan lalu, dia bagai hilang tanpa jejak.

Para petinggi langsung melakukan teleportasi menuju ruang bawah, ruangan bercahaya minim, ruang tersimpannya harta paling berharga akademi. Potongan dari batu permata ruby yang berada di Ladoria. Sebelum sakit, Petinggi Kai berkata untuk menggunakan permata ruby saat benar-benar genting. Jika belum sampai pada puncaknya, lakukan apa pun yang mampu mencegah.

Mereka berdiri melingkar, meluruskan tangan kanan ke depan, mata memejam, berusaha mencari ketenangan. Bersamaan dengan itu, mantra diucapkan secara serentak.

"Nalham burito nakorino methala! Zhe fanaya agayba!"

Permata merah itu menyala, memancarkan sinar yang menjulang tinggi bagai menembus langit.

***

Garry dan yang lain terbelalak saat melihat sinar merah terang seolah-olah tersedot ke dalam permata. Tak berselang lama, pelindung di sekelilingnya hilang, permata itu langsung bersinar terang membuat Garry dan yang lain menutup mata menggunakan lengan.

Gua berguncang kuat, saat mereka membuka mata, mereka berada di tempat yang berbeda. Berada di ruangan berpenerangan lentera yang sangat sunyi, sampai sebuah teriakan terdengar dari dalam.

Mereka segera berlari, kecuali Denish yang tetap berjalan tenang, tak ingin terjatuh atau semacamnya. Tiba di sana, mereka mendapati seorang wanita yang tak sadarkan diri di atas lantai, sementara sosok berambut hitam keriting berdiri membelakangi mereka.

Garry langsung terbelalak, menghampiri wanita berpakaian serba hitam yang tergeletak. Rambut putih panjangnya tergerai, deru napasnya teratur.

"Jessica!"

Sosok berambut hitam itu melayang di udara sambil tertawa nyaring. "Dasar manusia lemah! Tidak bisa diandalkan! Sekarang giliran kalian!" Wanita berkulit hitam itu mengarahkan tangannya ke depan, bersiap menyerang Garry dan Nickel yang berada paling dekat.

Serangan yang si penyihir luncurkan tidak berefek, Garry sudah terlebih dahulu membangun dinding pelindung, sementara Nickel berlutut di samping wanita yang dia yakini sangat mirip dengan foto yang dia lihat beberapa hari lalu.

Menggeram kesal, wanita itu langsung melayang lebih dekat, tangannya yang berkuku tajam menyentuh dinding pelindung, memaksa untuk ditembus. "Sampai kapan kalian akan berlindung di sana? Kalian hanya menunda kehancuran!"

Kuku-kuku tajam itu langsung menusuk menembus dinding pelindung membuat mata Garry membulat. Perlahan, dinding pelindung itu disobek sampai hilang tanpa sisa. Wanita itu menyerang Garry membabi buta, kuku-kuku tajamnya beberapa kali menggores kulit Garry.

"Nickel, gunakan sihir pembeku waktu!" Ken memberi instruksi.

Mengangkat kedua tangan tinggi, Nickel mengulang hal yang dia lakukan beberapa waktu lalu. "Págoma tou chrónou!"

Tidak terjadi apa-apa.

"Aku ... aku tidak bisa."

"Kau belum benar-benar menguasainya ternyata." Ken dan Michael maju ke depan, mengeluarkan senjata menggunakan sihir. Sebelum itu, Michael menyerahkan empat buah kartu safir untuk Nickel, sementara Denish yang baru datang diminta melindungi Jessica.

Meraih kartu bergambar tombak, Nickel langsung melemparkannya. Dia tak mengerti bagaimana cara menggunakan, kalau berhasil hanya kebetulan. Sialnya, keberuntungan benar-benar meninggalkannya. Kartu itu jatuh tepat di depan sepatu Nickel, tak ada efek apa pun yang terjadi, sementara tiga laki-laki di depan sana susah payah melawan.

"Pegang bagian bintang kecil di tengah-tengah lingkaran, tekan cukup kuat, lalu lemparkan dengan tepat!" Michael berteriak memberi arahan, sementara Nickel langsung menempatkan jari telunjuknya pada gambar bintang yang timbul. Ditekannya kuat-kuat, setelah itu melemparkan ke arah penyihir. Hampir saja meleset jika Ken tidak menunduk. Tujuh tombak berpendar biru muncul, menusuk langsung tubuh wanita itu bertubi-tubi membuatnya langsung jatuh ke lantai disusul erangan.

Belum sempat si penyihir bangkit, cahaya merah permata ruby muncul dari bawah, menembus si penyihir disusul oleh kedatangan seseorang yang mengenakan pakaian putih panjang berambut hitam legam yang memegang tongkat.

Tongkat diarahkan ke depan, orang itu berucap, "Kurno adbala, jiiyii fatalya!"

Wanita itu mengerang, berteriak sangat lantang. Pergerakannya dikunci, wanita itu langsung masuk menembus lantai. Dikurung di dalam tanah.

Orang berpakaian putih itu berbalik badan, senyum mengembang di bibirnya melihat murid dari akademi sihirnya selamat, walau dia tahu ada dua gadis yang tak tampak.

"Petinggi Zayn!" pekik Michael dan Ken bersamaan.

Pria itu melangkah lebih dekat, melirik sejenak Jessica yang tak sadar. Petinggi yang selama ini hilang. "Penyihir itu sangat sulit untuk dikalahkan. Aku tak memiliki cara lain, selain mengurungnya di bawah tanah. Perhatian segala tindak tanduk kalian, jangan sampai membuatnya bangkit lagi. Oh, iya, di mana dua teman kalian?"

Bukan hal aneh lagi jika Petinggi Zayn tahu mereka datang kemari berempat. Karena tak mampu menembus dinding penghalang, Petinggi Zayn dan yang lainnya berusaha membuat empat muridnya yang menjadi target si penyihir untuk keluar menjadi umpan. Setidaknya mereka bisa mengawasi dari akademi, menunggu saat kegelapan yang sebenarnya muncul.

"Mereka---"

"Aduh!"

Baru saja hendak menjawab, suara mengaduh membuat Michael menghentikan ucapannya. Tak jauh dari mereka, tiga remaja jatuh terjerembab ke lantai. Dua gadis di antaranya langsung tersenyum seneng melihat petinggi dan teman-temannya di sini, langsung melupakan rasa sakit sambil berjalan menghampiri. Sementara Veyt yang di belakang diam di tempat, hanya menatap kumpulan orang di depannya datar.

The Fog WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang