Tema: Kegagalan
_____________________________________
Baru saja Ken hendak bangkit untuk kembali ke kamar, suara orang mengaduh terdengar cukup keras. Keadaan Kota Oldenia yang begitu sepi membuat suara sekecil apa pun terdengar, bahkan embusan angin sekalipun.
Menoleh ke luar jendela, Nickel meraih lentera di atas meja. Tak jauh di depan rumahnya, seseorang tampak duduk di atas aspal sambil meraba-raba seperti tengah mencari sesuatu.
Memicingkan mata, Nickel kenal orang itu. Dengan cepat Nickel langsung meletakkan kembali lentera, berjalan tergesa-gesa untuk membantu gadis di luar sana. Walau ada sedikit kecurigaan dalam dirinya, tak bisa dipungkiri bahwa Nickel tak bisa membiarkan Denish begitu saja.
"Kau tidak apa-apa? Ini tongkatmu." Nickel membantunya berdiri setelah menyerahkan tongkat. Gadis dengan rok selutut di cuaca dingin itu hanya menerima tongkat sambil menatap kosong ke depan.
"Terima kasih."
Tangan Denish mengepal, bisikan itu datang lagi. Bisikan untuk memusnahkan Nickel, memasukkannya ke dalam labirin kabut bersama beberapa orang lainnya. Dia mencengkeram tongkatnya erat sambil menggeleng pelan. Bibir bawahnya dia gigit kuat-kuat untuk menahan sakit pada kepala saat menolak arahan.
Melihat Denish yang sedikit aneh, Nickel langsung memegang kedua pundaknya, menatap penuh tanda tanya. "Hey, kau kenapa? Apa kau baik-baik saja?"
Mata Denish yang semula memejam langsung terbuka, iris kelabunya tergantikan oleh warna semerah darah. Tongkat masih dicengkeram kuat, tangan satunya meremas rok rapinya tak kalah kuat. Sementara itu, Michael dan Ken hanya memperhatikan dari ambang pintu hotel, tak bergerak sedikit pun untuk menolong.
"Musnahkan dia!"
"Sadarlah, Denish."
Mata Denish kembali memejam, kedua tangannya langsung memegang kepala, menjambak rambut pendeknya kasar. Dia kembali duduk di atas aspal membuat Nickel ikut berjongkok di depannya sambil memegang bahu gadis itu, sesekali mengguncang pelan berharap Denish kembali sadar.
"Musnahkan dia aku bilang!"
"Abaikan dia, Denish, kau kuat."
"Siil?" Denish membuka mata, irisnya kembali berwarna kelabu. Kedua tangan yang semula menjambak rambut langsung turun, setelahnya dia terdiam bagai orang bodoh membuat Nickel semakin kebingungan.
Tangan Denish bergerak meraih tongkatnya. Tak ada pilihan lain. Suara bentakan si penyihir membuat kepalanya pening tujuh keliling. Kembali berdiri, Denish memejamkan mata, merapal mantra seperti biasa. Dalam hitungan detik, gumpalan kabut yang perlahan semakin besar muncul disertai tarikan yang membuat tubuh Nickel bergeser sedikit demi sedikit.
Berusaha menahan tubuhnya agar tidak tergeser, Nickel menatap Denish yang memejam, seolah-olah tak goyah sama sekali. Berdirinya tetap tegap, tangan memegang tongkat. Jika saja rok dan rambutnya tidak bergerak, Denish bisa dikira patung lilin.
"Maafkan aku," ujar Denish pelan. Dia semakin memperkuat tarikan gravitasi pada kabut, tetapi detik berikutnya dia kalah.
Suara barang pecah membuat kabut yang susah payah Denish keluarkan lenyap, sirna bagaikan abu. Denish langsung membuka mata, terkejut saat kekuatan yang dia keluarkan kembali pada dirinya, sedikit mundur beberapa langkah saat merasakan hantaman pada bagian dada.
"Beruntung ramuan itu masih ada," suara Michael terdengar, dia berjalan mendekat bersama Ken yang mengeratkan jaketnya.
Denish tak menoleh, membiarkan orang-orang di depannya berbicara apa pun yang mereka suka. Denish dapat merasakan ada tiga orang di depannya walaupun yang satu belum angkat bicara.
"Ternyata benar kau pelakunya. Apa yang kau inginkan?" Michael bertanya, tangannya masuk ke dalam saku jaket karena kedinginan.
Menggeleng sekali, Denish berbalik arah hendak melarikan diri, tetapi seseorang menahannya.
"Kau tidak bisa pergi semudah itu." Nickel membuang tongkat Denish, dia akan menggantinya nanti. Dia langsung membawa gadis itu masuk ke dalam hotel, tak peduli walau Denish meronta minta dilepaskan.
![](https://img.wattpad.com/cover/273317507-288-k505243.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fog Witch
FantasyDipersembahkan untuk Daily Event @PseuCom. Semoga aja nggak nebar aib. Ya ... gitu lah. Intinya ada kabut sama sihir-sihirnya.