17. Hutang

310 106 15
                                    

"Ini udah dipotong sama utang gue?" tanya Ahra saat melihat jumlah uang yang masuk ke dalam rekeningnya.

"Udah," jawab Donghyuk asal. Walaupun sebenarnya ia saja lupa hutang yang mana.

"Yakin? Kok gede banget? Lebih gede dari bulan-bulan sebelumnya bahkan."

"Kan berkat perempuan yang pegang kamera..." balas Donghyuk. Sedangkan Ahra langsung mengumpat. "Itu video tembus satu juta viewers loooh."

Biasanya Ahra akan menjadi manusia paling semangat jika berbicara tentang satu juta viewers. Tetapi untuk video kali ini, ia justru berdoa penontonnya tidak banyak dan tak ada yang memperhatikan tingkah Donghyuk kepadanya di balik kamera. Bahkan kalo bisa Donghyuk menghapus video waktu makan siang.

"Mamah belum pulang?" tanya Donghyuk dan dijawab anggukkan Ahra. "Kapan pulang?"

"Nanti paling, ada rapat dulu di sekolah."

Donghyuk mengangguk, "Gue mau ngajak Mamah beli buah--"

"Buat apa?"

"Ya buat, Mamah. Dimakan."

"Gak usah, gue aja yang beli," larang Ahra.

Donghyuk langsung menggelengkan kepalanya, "Gue udah janji sama Mamah mau beli buah."

Ahra menghela nafasnya, memilih untuk fokus pada laptop dan mengerjakan tugas. Malam nanti ia harus segera mengedit video Donghyuk.

Suara motor terdengar memasuki halaman rumah, membuat Donghyuk dengan semangat bergegas keluar dari rumah.

"Mamaaaaaah..." panggil Donghyuk menyambut Mamah dari Ahra yang baru pulang. Lelaki itu dengan semangat membantu wanita berseragam batik itu membawa beberapa pelastik. "Beli apa gitu, Mah?"

"Tadi di sekolah ada tukang kredit panci," cerita Mamah kepada Donghyuk yang sudah membawa plastik tersebut. "Yaudah deh mamah ambil satu, buat presto ayam."

"Mah, bawa gorengan gak?" tanya Ahra yang masih duduk di tempat yang sama.

"Ada tuh, udah dingin kayanya. Kamu angetin gih."

Ahra langsung mengambil plastik kecil di tangan Donghyuk, gorengan kesukaannya langsung ia hangatkan di dapur. Sedangkan Donghyuk kini menyimpan plastik yang masih di tangannya, menyimpan semuanya di atas meja makan.

"Mah, katanya mau beli buah. Mamah mau ikut beli atau Dongi aja?"

"Mamah capek, Hyuk. Tadi abis beres-beres mushola sekolah..." jelas Mamah yang ikut duduk bergabung dengan Donghyuk di meja makan.

"Oke deh, biar nanti Donghyuk aja yang beli," kata Donghyuk santai. "Ra, lo mau ikut kaga?"

"Gak," jawab Ahra singkat dan datang membawa gorengan yang sudah ia hangatkan.

"Ikut aja, Ra. Kasian Donghyuk," kata Mamah yang justru membela Donghyuk. Perempuan yang berprofesi sebagai guru ini memang lebih membela Donghyuk dibandingkan anak kandungnya.

Donghyuk juga akrab sama Mamahnya Ahra, bahkan kepada almarhum Papahnya Ahra juga lelaki itu akrab.

"Oh iya Donghyuk, bilangin ke Ayah kamu. Maaf Mamah belum bisa lunasin biaya rumah sakit waktu itu," kata Mamah. "Mamah gak enak mau whatsapp Ayan kamu, kan sekarang udah nikah."

Donghyuk dengan santai mengangguk, "Udah dibayar sama Ahra, Mah..." jawab Donghyuk. "Udah lunas juga kok Mah."

"Kok udah lunas?" tanya Ahra yang juga tak paham. Seingatnya hutang rumah sakit dan obat Sang Mamah cukup besar.

"Iya udah, pake duit gaji lo yang gue potong itu..." jawab Donghyuk santai. "Lo bilang setengah gaji lo buat bayar utang, kan?"

Ahra tak lagi berani mendebat, ada Mamah di meja makan. Biar nanti saat hanya ada ia dan Donghyuk saja Ahra meminta penjelasan tentang hutang yang tiba-tiba saja lunas itu.

🍃

"Kok bisa tiba-tiba lunas?" tanya Ahra. Perempuan itu langsung mengeluarkan pertanyaan yang sedari tadi ia tahan. "Biaya operasi mamah aja mahal, belum rawat inap, obat sama rawat jalan."

"Kan Mamah ada Askes," jelas Donghyuk. "Ayah cuma bayar sisanya. Kaya obat yang ga ditanggung asuransi kesehatan, terus sama biaya rawat inap."

Sebenarnya bukan ayah yang membayar, Donghyuk lah yang mengeluarkan semua biaya semenjak youtubenya mendapatkan AdSense. Ayah tak tahu apa-apa.

"Beneran udah lunas?" tanya Ahra masih tak yakin. Sedangkan Donghyuk dengan santai menganggukkan kepalanya.

"Kok cepet banget ya?"

"Kan gaji lo tergantung sama pemasukan gue tiap bulannya, dan penghasilan tiap bulan itu beda-beda. Bahkan terus naik." Donghyuk menjelaskan sedetail mungkin agar Ahra tidak curiga. "Nah makanya gaji lo terus naik, dan hutang lo cepet lunas juga."

Sebenarnya apa yang Donghyuk katakan tidak sepenuhnya benar. Tapi tidak bisa dikatakan salah juga. Tentang penghasilan yang setiap bulan meningkat itu memang benar. Tetapi tentang hutang Ahra, Donghyuk tak pernah menghitungnya. Ia tak pernah menganggap Ahra memiliki hutang.

"Beneran?" tanya Ahra masih merasa curiga. Keduanya kini sudah berada di sebuah pusat perbelanjaan untuk membeli buah.

"Kenapa sih? Lo gak percaya banget perasaan..." keluh Donghyuk yang sudah tak tahu lagi harus menjelaskan seperti apa kepada Ahra.

"Ini hutang Hyuk," jelas Ahra. "Gue harus lunasin itu."

"Iya. Lo udah lunasin itu..." jawab Donghyuk.

"Rawat inap yang gak ditanggung Askes aja gue catat itu sekitar 15 juta, obat kena 4 juta, biaya penanganan pasca operasi 2 juta. Dan rawat inap gak cuma sekali."

"Iya, udah lunas..." jawab Donghyuk.

"Beneran?"

Donghyuk sudah benar-benar malas, lelaki itu tak lagi meladeni pertanyaan Ahra dan fokus memilih buah. Pisang, alpukat, dan anggur.

"Hyuk, beneran gak?"

"Kalo lo masih nanya tentang hutang, gue gak akan jawab lagi."

"Hyuk ini hutang--"

"Gue udah bilang lunas Cho Ahra, berarti itu lunas. Udah lunas."

"Beneran lo potong dari gaji gue, kan?"

Donghyuk menarik nafasnya, berusaha mengatur emosinya. Ia takut tiba-tiba membentak Ahra. "Iya, gue potong dari gaji lo."

"Bener--"

"Diem atau gue cium!"

Ahra tentu saja langsung mendelik, "Sinting!"

Tbc

Cinderella [Donghyuk - OC]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang