Ahra Pov
Siapa sih yang tidak bisa menilai perlakuan Donghyuk kepadaku? Hampir semua bisa menilainya. Begitupun dengan aku.
Aku bahkan sudah bisa menilainya sebelum yang lain mengetahui. Semenjak SMA, perlakuan Donghyuk sangat baik kepadaku. Kami memang cukup akrab. Ah tidak, bukan cuma, kami sangat akrab. Donghyuk bahkan sudah masuk kedalam bagain keluargaku, dahulu saat Papah masih ada, Donghyuk selalu diajak berlibur bersama kami. Lelaki itu juga jauh lebih dekat dengan Papah dibandingkan aku.
Aku masih mengingat betul saat Papah meninggal, Donghyuk benar-benar menjadi perwakilan keluarga yang turun tangan. Seakan Donghyuk adalah putra sulung keluarga kami. Lalu setelah Papah meninggal, Donghyuk juga seakan mengambil peran Papah untuk menjaga aku dan Mamah.
Seperti hari ini misalnya, Donghyuk datang mengantar Mamah yang waktunya check up. Aku sudah bilang, kami bisa naik angkutan umum, tetapi lelaki itu tetap datang untuk menjemput.
"Biar Dongi yang ambil obatnya, Mah..." Donghyuk langsung meminta resep yang dipegang oleh Mamah. Lelaki itu sedari tadi menunggu saat aku dan Mamah masuk ke ruang periksa.
"Ditanyain Ayah kamu tuh, Hyuk..." kata Mamahku sembari memberikan resep obatnya.
"Iya, nanti aku ke ruangannya, sekalian minta uang."
Mamah tentu saja langsung memukul Donghyuk, sedangkan lelaki itu hanya tertawa saja. Dan setelah itu kabur menuju bagian apotek. Tetapi tak lama aku dan Mamah menunggu, Donghyuk sudah datang kembali menghampiri kami. Tetapi kali ini ia tidak sendiri, ada seorang wanita bersamanya.
"Tante..." sapaku berusaha menutupi rasa canggung saat Bunda dari Donghyuk menghampiriku dan Mamah.
"Ahra," sapa wanita yang masih terlihat awet muda tersebut. "Nganter Mamahnya berobat ya? Ibu... Apa kabar? Saya Bundanya Donghyuk."
Mamah tentu saja langsung bersalaman dengan Bunda dari Donghyuk tersebut, "Sehat, Bu... saya Mamahnya Ahra."
"Kak, kamu anterin makan siang buat ayah nih."
"Lah Bunda mau kemana?"
"Bunda di sini, ngobrol sama Mamahnya Ahra."
Donghyuk terlihat menghela nafasnya, ia dengan berat hati mengambil lunch bag berisi makan siang sang ayah. Meninggalkan aku yang terjebak diantara Mamah dan Bundanya yang kini sedang mengobrol. Aku sebenarnya tidak tertarik untuk menguping obrolan keduanya, tetapi aku memiliki telinga yang pendengarannya masih sangat baik. Jadi aku bisa mendengar obrolan Mamahku dan Bundanya Donghyk dengan jelas.
Tak banyak yang mereka obrolan, didominasi oleh cerita Mamah tentang Donghyuk semasa SMA, dan berkali-kali Bunda mengucapkan terimakasih.
Dibandingkan fokus mendengarkan percakapan dua ibu-ibu disampingku. Aku justru lebih tertarik melihat fashion yang dikenakan Bundanya Donghyuk. Hei! Harga tasnya saja sudah lebih dari cukup untuk biaya operasi Mamahku.
"Ahra, nama Mamahnya udah dipanggil apoteker tuuh..."
Seketika aku tersadar dari lamunan, "Oh, iya Tan. Ahra ke apotek dulu."
Sefokus itukan aku menghitung jumlah harga fashion Bunda dari Donghyuk? Sampai-sampai aku tak mendengar suara apotek yang memanggil nama Mamah.
🍃
"Ahra, pulang bareng Bunda aja yuk. Biar Donghyuk jemput Dahyun."
"Oh? Ahra sama Mamah naik angkutan umum aja, Tante. Gak apa-apa."
Aku tentu saja langsung menolak tawaran Bunda dari Donghyuk. Cukup anaknya saja yang kebaikannya tak bisa dibalas oleh keluargaku, jangan orang tuanya juga.
"Gak apa-apa kok," balas Bundanya Donghyuk. Wanita itu benar-benar seperti Donghyuk yang mudah akrab dengan siapapun, sekarang saja beliau sudah menuntun Mamahku untuk menuju parkiran. "Ya, Mamahnya Ahra? Kita jalan-jalan dulu bisa, kan? Lagi kosong kan?"
Aku tak bisa berharap agar Mamah menolak permintaan Bunda dari Donghyuk. Mamah jenis manusia yang tak bisa berkata tidak. "Iya, bisa kok. Mba Hanna mau kemana gitu?"
Kan... Mamah menyetujui perkataan Bundanya Donghyuk. Membuatku terpaksa mengikuti dua ibu-ibu yang seketika menjadi akrab itu.
.
.
."Aduh jangan Mba."
"Gak apa-apa ini bagus loh, pas kan?"
"Ini udah banyak banget, Mba."
"Masih dikit itu..."
Aku benar-benar tak bisa berbicara. Hei katanya baru sedikit? Keluarga Donghyuk benar-benar kaya. Tas belanjaan di tanganku bahkan sudah banyak, tetapi sekarang masih tetap mengajak aku dan Mama untuk berkeliling mencari yang lain.
Aku benar-benar tidak bisa protes, Bundanya Donghyuk jauh lebih keras kepala dibandingkan anaknya. Mamahku bahkan berkali-kali berkata sudah cukup, tetapi Bunda tetap mengajaknya belanja yang lain. Pengeluaran kurang dari satu jam ini bahkan sudah lebih dari total keseluruhan gaji Mamahku sebagai guru, bahkan jika gaji ketigabelas di masukan saja masih tetap kalah.
Dari gaya belanjanya saja keluargaku dan Donghyuk sudah sangat jauh. Apalagi dengan hal-hal yang lainnya bukan?
Jadi, jika kalian berkata aku jahat karena mengabaikan seluruh perhatian Donghyuk. Tidak! Aku bukan jahat, hanya sedang berusaha untuk tetap sadar diri.
Aku dan Donghyuk berada di tingkatkan yang berbeda. Jadi aku tidak percaya diri jika harus bersanding dengan Kim Donghyuk.
Tbc
Pernah gak sih kalian nolak seseorang hanya karena merasa diri kalian gak pantas buat orang itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella [Donghyuk - OC]✓
FanfictionIni bukan sebuah permainan yang memiliki level Bukan pula sebuah kerajaan dimana terdapat kasta pada setiap penduduknya Ini hanya kisah seorang Kim Donghyuk yang meyakinkan Cho Ahra, yang menjelaskan bawa tidak ada istilah berbeda level, ataupun tin...