"Kayaknya mending nggak usah dilanjut, deh, Beb."
Donghyuk hanya bisa tersenyum. Lelaki itu memilih untuk mendekatkan posisi duduknya ke pada Ahra. "Keluarga kamu kenapa lagi?" tanyanya dengan lembut sembari merapikan anak rambut Ahra.
Lika-liku Donghyuk dan Ahra menuju pelaminan memang lebih rumit dari Hanbin dan Hayi. Mereka bahkan terpaksa mengundur tanggal pernikahan dari akhir Desember menjadi pertengahan Januari hanya karena salah satu keluarga Ahra protes tanggal segitu sedang liburan akhir tahun. Padahal mereka bukan tokoh penting di keluarga, namun Mama yang tak ingin ada masalah dengan keluarga dari pihak seuaminya, akhirnya memilih untuk mengalah.
"Keluarga kamu aja bikin baju kembaran nggak ada yang ambil uang dari budget nikahan kita, sedangkan keluargaku sampe ke akomodasi hotel minta dibiayain."
Permasalahan terbesar dari proses menuju hari H antara mereka berdua memang ada di keluarga Ahra. Lebih tepatnya keluarga besar Ahra. Mereka seperti aji mumpung dan menjadikan pernikahan Ahra sebagai bisnis.
Ini saja kalau Hanbin tidak turun tangan, keluarga Ahra sudah minta untuk tidak memakai wedding organizer agar keluarga mereka yang kelola. Kebayang kan sebesar apa uang yang akan mereka 'lipat' untuk mendapatkan keuntungan. Untung Hanbin bisa menengahi hal itu saat pertemuan keluarga besar.
"Bukannya uang baju udah beres, Beb?"
Ahra mengangguk, "Katanya kurang, calon mantu bukde pingin juga. Aku nggak tau deh itu pacar dari sepupu aku yang mana," desisnya sebal sendiri. "Udah, ah. Nikahnya ke KUA aja, nggak usah dengerin keluarga aku. Pusing tau, Beb."
Tawa Donghyuk jelas tak bisa tertahan, lelaki itu dengan manja menyandarkan kepalanya di pundak Ahra. "Mau sekarang ke KUA?" candanya sembari menggerak-gerakkan kepalanya. "Biar pas Januari tinggal resepsi."
Bibir Ahra sedikit manyun, perempuan itu tak tertarik dengan candaan Donghyuk meskipun ia paham kalau lelaki itu sedang menenangkannya. "Aku, tuh, nggak enak sama keluarga kamu. Apalagi A Mbin sama Teh Hayi yang harus bersinggungan langsung sama mereka."
Hanbin sama Hayi memang garda terdepan Ahra. Sebenarnya masalah baju keluarga besar Ahra juga sudah selesai oleh Hanbin, namun ternyata keluarga Ahra ini betulan beban untuk Ahra. Mana masalah bukan cuma di keluarga Ahra dari pihak papahnya saja, namun pihak mamanya juga.
"Oh, iya. Aku nggak mau ini jadi masalah di masa depan, jadi mending aku jujur sama kamu, Beb," ucap Donghyuk yang tiba-tiba saja ingat akan obrolannya dengan Pakde Ahra beberapa hari lalu.
"Kenapa? Masalah dari sisi mana lagi?"
Senyum Donghyuk seketika terbit, lelaki itu tak lagi menyandarkan kepalanya. Kini ia duduk bersila dan menghadap calon istrinya. "Pakdemu," jelasnya dengan hati-hati, "beliau revisi bayaran buat jadi wali nikah."
Ahra hanya bisa memejamkan matanya saja, terakhir pakdenya meminta mobil untuk bayaran sebagai wali nikah pengganti almarhum papanya Ahra, lalu sekarang minta ganti apa? "Terus kamu bilang apa?"
"Pakde kamu mintanya tanah 2 hektar--"
"Edan!" sela Ahra cepat. "Kamu nggak setujuin permintaan itu tua bangka, kan?"
Dengan pelan Donghyuk menepuk bibir Ahra, kode peringatan kalau perkataan perempuan itu terlalu kasar. "Ilmu dari Teh Hayi itu jangan diserap semuanya, Beb. Yang berguna di kehidupan aja, kalo yang bikin kamu masuk neraka mending diskip!"
"Orang semuanya berguna buat kehidupan," balanya dengan suara sangan pelan. Ahra sendiri ikut duduk bersila di ata sofa distro dan berhadapaan dengan Donghyuk. "Terus itu kamu nolak permintaan pakde, kan?"
Anggukan kepala Donghyuk menjadi jawaban, "Kali ini aku nolak. Kayaknya kemarin agak tegas juga, sih. Soalnya pakde kamu bilang nggak mau jadi wali nikah kalau nggak dikasih uang buat beli tanah di kampungnya."
Mulut Ahra seketika membulat. "Itu manusia setelah Papah meninggal aja nggak ada tanggung jawabnya ke aku, inget aku sebagai keponakan aja nggak," desisnya sedikit menyimpan dendam pada keluarga besar sang papah, "bisa-bisanya sekarang datang dan menuntut banyak hal."
"Kemungkinan kita dateng ke keluarga besar papahmu kalau lebaran itu kecil kan, Beb?"
"Emang kenapa?"
"Soalnya aku kemarin ngungkit yang kamu bilang tadi," jelas Donghyuk sedikit tak enak. "Sedikit banyaknya aku tau hidup kamu sama mama setelah papah meninggal. Jadi waktu pakdemu ngomong kalau dia yang hidupin kamu setelah papahmu meninggal, jelas aku ikut emosi."
Ahra justru tersenyum, perempuan itu mengacungkan ibu jarinya ke depan Donghyuk. "Tapi kamu nolak, kan?"
Donghyuk kembali mengangguk. "Bahkan waktu pakdemu ngancem nggak mau jadi wali nikah, aku bilang kalau aku juga bisa ganti wali nikah kamu," ceritanya dengan suara sedikit menggebu. "Aku udah nanya juga ke beberapa orang yang paham, bisa kok pake wali hakim, Beb."
"Nanti aku bilang ke Mama, biar Mama yang handle." Ahra berusaha terlihat tenang meskipun nyatanya ia merasa malu pada Donghyuk yang harus terlibat dalam masalah keluarganya. "Maaf, ya, Beb--"
"Eh, kamu kapan fitting baju yang terakhir?" Dengan cepat Donghyuk menyela perkataan Ahra. Ia tahu arah pembicaraan sang tunangan itu ke mana, jadi lebih baik ia alihkan pembicaraan itu. "Coba nanti tanya ke Teh Jennie, dia bisanya kapan."
"Maaf, ya, Beb," Ahra tak peduli dengan cara Donghyuk mengalihkan pembicaraan. "Maaf keluarga aku malah jadiin kamu harta karun, maaf kalo keluarga aku malah jadi aji mumpung."
Dengan lembut Donghyuk membawa Ahra ke dalam pelukannya. "Aku nggak peduli sama perlakuan keluarga kamu, nggak perlu minta maaf atas nama mereka," bisiknya di sela-sela mengeratkan pelukannya.
Bonus Chapter
Sebuah Perminataan Maaf aku karena Dongii nggak jadi nikah akhir desember wkwkwk
Nanti buat nikahan aku up di KIMCheees 3x aja yaaaBonus Chapter Malam Pertama Baru di sini^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella [Donghyuk - OC]✓
FanficIni bukan sebuah permainan yang memiliki level Bukan pula sebuah kerajaan dimana terdapat kasta pada setiap penduduknya Ini hanya kisah seorang Kim Donghyuk yang meyakinkan Cho Ahra, yang menjelaskan bawa tidak ada istilah berbeda level, ataupun tin...