MAGICIAN

32 12 0
                                    

“Lihat arah jam 3 mu deh,” ucap Bagas berbisik rendah. Dia duduk di hadapanku, saat ini kami sedang di kantin sekolah. “Betisnya gede banget.” tawanya terkekeh.

Aku melihat ke arah yang ditunjuk, “Gila lu.” balasku menendang kakinya.

“Awww! sakit woi,” pekiknya. “Tapi benar kan?” ucapnya lirih sambil mengelus tulang keringnya.

“Iya, hanya saja tidak semua harus lu komentarin kan.” balasku sewot.

“Bukan gitu, hanya saja aku tuh risih, akan lebih bagus kalau dia pakai kaos kaki panjang warna hitam. Toh di sekolah kita, kaos kaki boleh warna hitam atau putih kan.” gumamnya sembari mengelap tumpahan saos siomay di meja.

Temanku yang namanya Bagas ini emang perfeksionis, kalau ada hal yang kotor atau tidak sesuai, pasti dia komentari.

“Bakal susah nyari pacar.” ledekku dan dia tidak perduli soal hal itu.
Setelah kuhabiskan hamburgerku, kami beranjak dari sana.

“Do, lu udah kumpulin surat ijin ikut kemping?” tanyanya padaku.

“Udah, emang lu belum?”

Menghela nafas, “Ibuku itu yah, masih saja khawatir, kita tuh uda 13 tahun, masih ragu kalau aku ga bisa jaga diri sendiri.” keluhnya.

“Karena lu anak tunggal pasti.” Kukeluarkan permen dari kantong bajuku dan kutawarkan padanya.

“Gak mau, gak suka manis.” Didorongnya tanganku jauh-jauh.

“Tapi ini no sugar.”

“Bilang saja kalau rumput warnanya gak hijau.”

Kadang dia nyebelin, batinku. Kusimpan kembali permen itu.

“Terakhir ke dokter gigi, aku gak tahan sama bau nya. Aku gak mau makan makanan kayak gitu yang bakal bikin gigiku rusak perlahan.”

“Oke oke.” balasku supaya dia segera berhenti berceramah.

“Jadi, lu positif gak ikut kemping nih?” tanyaku.

“Ikut! Harus! Malam ini Ayahku sudah janji akan mendapatkan tanda tangan Ibuku yang berharga itu.” jawabnya sambil memutar bola matanya.

Dan yah, dia berhasil mendapatkannya. Kami adalah anak kelas 7 dan hari sabtu nanti adalah pengalaman pertama kami ikut kemping sekolah.

Kamp wooden village sangat terkenal akhir-akhir ini. Kami akan menginap di sini selama 1 malam 2 hari.

1 tenda berisi 4 anak. Aku Ridho, Bagas, Iwan dan Arya.

“Aku akan tidur paling ujung.” Bagas mulai membersihkan lantai tenda, dia menyusun rapi tas punggungnya disamping lalu alat mandinya, semuanya ditata dengan rapi.

Kami bertiga hanya menggeleng pelan melihat kelakuan Bagas.

“Do, teman baikmu itu sudah seperti emak saya.” celoteh Iwan, dia anak paling jangkung di kelas.

Tanpa aba-aba, aku dan Arya ketawa lalu disambut tatapan sewot dari Bagas.

“Ayo, kumpul!”

Terdengar teriakan Pak guru Agus dari luar tenda.

“Selama kalian di sini, Bapak harap kalian saling jaga terutama teman sekamar. Kalau ada yang sakit atau terluka selama di sini, harap langsung lapor ke guru.”

Pak guru berjalan mengitari kami yang berjumlah 19 anak.

“Masing-masing sudah baca susunan acara selama di sini kan?” tanyanya dengan intonasi tegas.

Cerita Ketika Aku di SiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang