Seperti biasa, di kala senja menggantung di langit, Arka duduk di depan rumah menunggu kepulangan sang ayah.
Ia adalah anak yang mandiri sejak kepergian ibunya setahun yang lalu akibat sakit, sekarang dia hanya tinggal berdua dengan ayahnya.
Pekerjaan ayahnya adalah kurir yang mengantar barang dari desa ke kota, dan itu membuat Arka sering ditinggal sendirian di rumah.
Semua pekerjaan rumah menjadi tanggung jawab Arka.
Tampak dari kejauhan seorang pria lari terburu-buru sambil berteriak namanya.
“Arka.”
“Arka.”
Arka yang kebingungan langsung berdiri dan menghampiri pria tadi.
“Ayo ikut Bapak, Bapak dengar Ayahmu mengalami kecelakaan, keretanya jatuh ke jurang karena tanah longsor. Tubuhnya sudah berhasil di angkat dan sekarang ada di puskesmas.” jelas si bapak terburu-buru dan panik.
Mendengar berita itu Arka langsung berlari, jantungnya berdegup kencang, matanya berair.
“Tidak! Tidak!”
“Arka tunggu-“ teriak bapak tadi tertinggal jauh di belakang.
Sepanjang jalan, dalam hati Arka terus berteriak, dirinya tidak siap jika harus kehilangan ayahnya juga. Selama ini hanya ayahnya yang dia punya, jangan meninggal ayah! batin Arka.
Sesampainya di puskesmas, “Dimana ayahku?” teriaknya kepada suster yang sedang berdiri.
“Ada apa nak?”
“Ayahku! Ayahku, dia kecelakaan, tanah longsor.” jawab Arka terbata-bata.
“Oh, kecelakaan yang tadi siang yah, mari saya antar.”
Suster itu berjalan cepat di depan Arka, dibawanya Arka ke sebuah ruangan.
Tampak sesosok tubuh tertutup kain kafan di ruangan itu. Arka tak sanggup memasuki kamar itu, kakinya bergetar.
“Ayah.” panggilnya dengan suara lirih.
“Kenapa?” tangisnya sembari terduduk di lantai, dia merasa dunianya runtuh seketika.
Suster itu mencoba memanggilnya, “Nak, coba dilihat dulu, saya turut berduka.” usap pelan tangannya di punggung Arka yang bergetar.
“Aku tidak mau sendirian, Ayah.” ucapnya pelan. Mendadak dia berdiri, “Tunggu aku Ayah!” teriaknya dan berlari pulang ke rumah.
“Hei Nak-“
Arka berlari dengan cepat, sesampainya di rumah, dia membongkar laci meja milik ayahnya.
Dia ingat dulu sewaktu ibunya baru meninggal, ayahnya pernah mengkonsumsi obat itu.
Ayahnya pernah bilang kalau obat itu membantunya untuk tidur, namun tidak boleh dalam jumlah banyak karena bisa membuatnya meninggal.
“Dimana? Dimana?” tangan Arka bergetar sembari mengeluarkan semua isi laci meja di kamar ayahnya, lalu lemari, lalu laci meja dapur.
“Cepatlah sebelum Ayah pergi terlalu jauh!” teriaknya pada diri sendiri.
Tak berapa lama, Arka menemukan obat yang dia cari. Masih ada banyak ketika dia menuangkan semuanya ke telapak tangan kecilnya.
“Kumohon Ayah, tunggu aku.” senyumnya sambil menangis.
Arka meminum semua obat itu sekaligus, dengan susah payah dia menelannya, setelahnya dia memeluk foto ibunya dan membiarkan tubuhnya terlentang di lantai.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Ketika Aku di Sini
FantasyKumpulan cerpen ini saya buat selama 30 hari ke depan dalam memenuhi tantangan menulis #30harikonsistenmenulis Semua cerita yang ada adalah bagian dari kerajaan khayalku yang ingin kubagikan kepada semuanya. Btw, judul mana yang paling kalian suka d...