Tangan besar Lucas menutup erat hidung dan mulut temannya, Adrian. Tampak binar Lucas menyala geram, dia seperti kerasukan setelah mendengar penuturan temannya itu. Perasaannya bergejolak marah membara.
Adrian tampak memberontak, memukul dan berusaha melepaskan bekapan di mulutnya, tapi perbedaan fisik mereka membuat Adrian tak bisa berbuat lebih.
Masih terus meronta, tak terlihat peluang pengampunan dari mimik Lucas, ditatapnya mata Adrian yang mulai berair.
“Aku tidak percaya, kalian tega melakukan itu padaku.” geram Lucas berucap tanpa membuka rahangnya.
“Kita berteman sudah lama, kenapa kalian selingkuh di belakangku?” lanjut Lucas, dia seperti singa yang siap memangsa rusa di depannya.
Adrian menggeleng, dia hampir kehabisan nafas, sisa tenaganya terus dipakainya untuk membuka bekapan di wajahnya.
Mendadak mata Lucas melihat sebuah golok yang terletak di samping meja, tak jauh dari mereka.
Dengan mudahnya tangan Lucas menggambil golok itu, seketika mata Adrian terbelalak ketakutan, air matanya mengalir dan teriakan tertahannya semakin kencang. Kakinya menendang menghabiskan sisa tenaganya.
Lucas menggeleng pelan, “Mati saja kau!”
Sedetik berikutnya golok itu menyayat leher Adrian dengan keras, cipratan darahnya menghujan wajah Lucas dan membenamkan matanya yang menyala.
Lucas menyipit dan melepas bekapannya, tubuh Adrian ambruk ke tanah, mengejang dengan darah merah yang membasahi tubuhnya.
Lucas menarik mundur kakinya, aroma anyir darah menyeruak memenuhi rongga hidungnya, seketika membuat perut Lucas bergejolak.
Buru-buru Lucas berlari keluar dari gudang bekas bengkel itu dan meringkuk di tanah.
Tangannya sekarang penuh darah sambil terus menyeka wajahnya yang basah, dia berusaha membuang sisa darah yang masuk ke mata dan hidungnya, bau anyir itu tak bisa hilang, seketika luapan perutnya meronta hendak keluar.
Lucas muntah dan terbatuk-batuk.
Senja itu jalanan sepi, jalanan buntu ini memang hampir tidak pernah didatangi manusia lagi, apalagi sejak bengkel ini tutup 2 tahun yang lalu.
Lucas terseok berusaha berjalan pulang ke rumah kontrakannya, dia melepas semua baju dan celananya yang kotor, dia memasukkannya ke dalam kantong kresek hitam dan berniat membakarnya.
“Sialan, kenapa baunya tidak bisa hilang?”
Berkali-kali Lucas menyabuni seluruh tubuhnya, terutama telapak tangannya, tapi setiap kali dia menciumnya, bau amis darah selalu tersisa di sana.
Hampir setengah jam lebih Lucas di kamar mandi, sampai akhirnya dia menyerah dan mengakhiri mandinya.
Dia meringkuk di kasurnya yang tipis, terbayang tubuh Adrian yang menggelepar dan darah segar mengalir deras. “Sialan!” gumamnya pelan.
“Dasar brengsek! Brengsek!” makinya dalam hati.
Selama 3 hari Lucas selalu bermimpi buruk, sesekali bau anyir masih tercium, tapi semakin tipis setiap harinya.
Seminggu kemudian, jam 9 pagi, Lucas terbangun oleh ketukan di pintu rumahnya.
Baru 2 hari terakhir ini Lucas dapat tidur dengan nyenyak, sambil mengucek matanya dia berjalan ke pintu dan membukanya.
Tampak seorang wanita cantik dengan rambut terurai dan memakai terusan warna putih, tersenyum manja memandang Lucas yang berdiri melonggo memandangnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Ketika Aku di Sini
FantasyKumpulan cerpen ini saya buat selama 30 hari ke depan dalam memenuhi tantangan menulis #30harikonsistenmenulis Semua cerita yang ada adalah bagian dari kerajaan khayalku yang ingin kubagikan kepada semuanya. Btw, judul mana yang paling kalian suka d...