MAKHLUK

12 7 2
                                    

Keponakan bos mulai masuk kerja  hari ini, lalu karena pada tahu dia punya hubungan keluarga dengan bos, rekan-rekan jadi menganggap dia spesial.

Namanya Intan, secara fisik dia oke, seksi dan wajahnya juga cantik, namun yang paling berkesan adalah dia mengaku kalau dirinya bisa melihat makhluk gaib.

Biar kata kami orang kota, berpendidikan tinggi, punya pekerjaan bergengsi di sebuah tower di pusat kota. Tetap saja kalau ada yang berbau-bau gaib selalu jadi obrolan paling favorit.

Seminggu dia di sini, kantor jadi terasa mencekam. Pernyataan dia yang pertama adalah toilet female lantai 4 yang tak lain adalah toilet kami, ada penghuninya. Kantor kami berada di lantai 4 dan 5.

Sejak saat itu, tidak ada yang berani masuk ke toilet di lantai 4, kecuali aku. Mereka rela jalan lebih jauh ke lantai 5.

Please deh, La. Sekarang aku tanya kita sudah bekerja di kantor ini berapa lama?” tanyaku pada Lala.

Kami sama-sama dari devisi marketing, letak ruangan kami di lantai 4. Konyol banget kan setiap mau ke toilet kami harus naik ke lantai 5.

“Kamu 3 tahun dan aku 2 tahun.” jawabnya.

“Lalu? Pernah keluar gak hantunya?” tanyaku lagi.

“Gak sih Sin, tapi kok aku takut aja soalnya sekarang toilet ini sepi.”

“Aku masih pake dan gak kenapa napa,” Aku menarik tangannya. “Sudahlah, aku mau masuk, terserah kalau kamu tidak mau.” ucapku sambil membuka pintu kamar mandi di hadapan kami.

Setelah menarik nafas, Lala ikut masuk. “Sinta, tunggu!”

Setelah selesai dan keluar dari kamar mandi, kami kembali ke ruangan. Sepanjang jalan, aku meliriknya, menunggu sebuah pengakuan.

“Iya, iya.” jawabnya risih karena sikapku.

“Gitu dong!”

Ternyata sikapku yang cuek membuat beberapa teman dari devisinya melapor pada Intan. Gak banget kan? Apa gunanya coba untuk mereka, memangnya kalau berteman baik dengannya bisa naik jabatan?

Hari ini kami berpapasan di foodcourt, setelah dia melirik tajam ke arahku dia buru-buru menyudahi makan siangnya yang belum habis.

“Kok kayak anak kuliahan saja sih, geng-gengan begitu.” bisikku pada Lala sewaktu kulihat Intan keluar dari foodcourt diikuti oleh 5 teman ceweknya.

“Jangan-jangan dia menganggap kamu saingannya. Soalnya kan gara-gara kamu beberapa orang jadi menganggap dia hanya membual soal kemampuan indra ke 6 nya.”

Aku terkekeh mendengar pendapat itu, ”Tidak masuk akal.”

Kejadian seperti itu terulang lagi. Suatu hari dia bilang kalau gedung tower kantor kami ini dulunya adalah pabrik kembang api yang terbakar sehingga menewaskan banyak orang.

Intan cerita itulah alasan kenapa AC di kantor kami sering rusak, mau AC baru atau AC yang baru selesai di service selalu rusak kembali.

Aku tertawa sewaktu ada teman yang mengulang cerita tadi dan sialnya aku tidak tahu kalau dia berdiri di belakang kami.

“Kamu.” Kami sontak berbalik karena suara dia cukup kencang.

“Kamu yang namanya Sinta kan?” tanyanya sambil menunjuk tepat di wajahku.

“Terang saja kamu tidak takut apapun,” kulihat tangannya bergetar dan kemudian bergeser  menunjuk ke atasku.

Otomatis teman-teman yang ada di sana semua mendongak ke atas. Melihat ke arah yang ditunjuk Intan. Kosong. Kami saling pandang karena bingung.

“Ada apa?” tanyaku.

“Kamu dijaga sesuatu.” ucapnya pelan dan dingin.

Teman-teman yang tadinya berdiri di sampingku mendadak menjauh, mereka menatapku dengan tatapan takut dan aneh.

“Apaan sih?” suaraku agak meninggi, “Ini tidak lucu.” Aku berjalan mendekatinya tapi tidak kusangka dia malah mundur dan terlihat takut.

“Kamu adalah masalah sama saya? Ayolah hentikan ini! Kita mau bekerja dengan tenang selama di sini.”
Dia diam tak merespon perkataanku.

Aku menghela nafas panjang kemudian berbalik menatap wajah temanku satu per satu.

“Oh ayolah! Memangnya kalian baru kenal aku hari ini?” tanyaku memelas.

“Tidak,” jawab beberapa teman sambil tertawa dan saling pandang, “Iya hentikan ini Intan. Suasana kerja jadi tidak menyenangkan sejak kamu mulai cerita soal makhluk-makhluk itu.”

“Kita tidak mengganggu mereka.” timpal yang lain.

“Lihat?” aku kembali berbalik memandang Intan.

“Kita berteman baik yah.” Aku menyodorkan tanganku ingin bersalaman dengannya, “Aku masih ingin bekerja yang lama di sini, jadi katakan kalau kamu cuma bercanda tadi.” lanjutku sambil tertawa kecil, aku mencoba untuk ramah.

“Oke?!” ulangku.

Dia akhirnya menerima jabatan tanganku. Sesekali dia masih melihat ke atasku tapi buru-buru menunduk. “Iya.”  jawabnya pelan.

“Baiklah,” aku tersenyum sambil berjalan kembali ke samping teman-temanku, “Kuharap besok kita semua bisa kembali normal yah.”

Intan membalas dengan senyuman sebelum dia pergi. Syukurlah. Aku harap walaupun dia keponakannya bos. Bukan berarti dia bebas membuat rusuh di sini. Karena aku dan teman-teman yang lain ingin bekerja dengan tenang.

Aku mengedipkan sebelah mata sebagai tanda terima kasih kepada makhluk hitam yang berdiri tinggi menjulang di atasku.

-End-

Cerita Ketika Aku di SiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang