TEMANI AKU

10 7 1
                                    

Tata adalah namanya, bukan hanya wajahnya yang bulat, tubuhnya juga bulat seperti bola, kakinya pendek dengan betis yang besar. Tidak ada yang bisa dikagumi dari fisik Tata.

Hal itu membuatnya menjadi bahan candaan diantara teman-temannya. Dia yang awalnya sedih sampai akhirnya tak berasa lagi. Bagaimana tidak, dari sejak kelas 4 SD bully-an itu terus dia terima sampai sekarang, kelas 3 SMP.

Kesedihan dan rasa malu itu muncul kembali ketika dia mulai mengenal rasa suka dan tertarik pada lawan jenis.

Bagaimana tidak, cinta pertamanya menolaknya dengan sangat kasar.

“Kamu tidak bercermin? Bagaimana aku bisa tahan jika harus berjalan di sebelahmu?” ucap seorang cowok sambil menatap Tata dengan dingin.

Memang tak sepantasnya Tata jatuh cinta dengan cowok yang terlalu sempurna jika disandingkan dengannya.

Cowok itu tingginya hampir 170 cm sedangkan Tata hanya 145 cm. Jika mereka berdiri bersama, mereka mirip dengan angka 10.

“Jangan menegurku kalau kita berpapasan, aku tidak mau teman-teman mulai menjodohkan kita.” Cowok itu mencoba menggetarkan badannya seakan-akan mengenal Tata adalah hal yang menjijikan.

Tata sangat hancur, dia merasa seluruh hidupnya menjadi buruk. Selama ini dia berusaha tegar karena memang tidak ada teman yang benar-benar spesial untuknya. Tapi cowok ini adalah seluruh hidupnya.

Sekarang, dia menangis sendirian di halaman belakang sekolah, berkali-kali dia menyesali fisiknya yang jauh dari kata cantik.

“Buat apa aku hidup kalau selamanya aku terus di bully? Tidak ada tempat untukku di dunia ini.” keluhnya dalam hati.

Dia menatap nanar ke atas langit, apakah kusudahi saja hidupku?

Sedetik kemudian, Tata berdiri, mengelap wajahnya dengan tisue dan bergegas jalan ke atas atap sekolah.
Kalau aku terjun dari atas, cowok tadi pasti akan merasa bersalah. Begitulah rencana Tata saat berusaha menaiki anak tangga yang menguras semua tenaganya.

“Aku tidak sanggup lagi.” Tata terlihat susah payah mengambil nafas apalagi mengangkat kakinya.

Anak tangga di bawah kakinya seakan membunuhnya perlahan. Dia menempelkan punggungnya ke dinding  “Mau mati saja susah begini.” ucapnya sambil terkekeh.

Saat Tata akan naik untuk lantai yang terakhir dia berpapasan dengan seorang siswi yang sangat cantik.

“Jessy?” panggil Tata pelan.

Siswi yang dipanggil Jessy itu seakan terkejut, mereka satu kelas, selama ini memang tidak akrab.

Tampak Jessy buru-buru mengelap bibir dan tangannya. Saat dia hendak berlalu dari sana, Tata mencium aroma yang tersisa dari bayang Jessy.

“Kamu merokok?” Tata bertanya.

Mata Jessy terbelalak, dia berbalik dan langsung membekap mulut Tata.

“Sstt....”  Dia menatap mata Tata yang sipit dengan tajam.

Tata mengangguk pelan. Barulah Jessy melepaskan bekapannya.

“Kenapa kamu merokok?”
Karena panik ditanya seperti itu, Jessy menyeret Tata naik ke atas atap.

“Jangan dibahas dong!” jawabnya marah. “Lagipula kenapa aku harus cerita ke kamu?”

“Iya, maaf.” ucap Tata pelan sambil tertunduk.

“Jangan sok akrab!” hardik Jessy.

Tata mencuri lihat sosok Jessy yang berdiri di hadapannya. Jessy punya segalanya yang diinginkan Tata. Fisiknya dan wajahnya sempurna.

Jessy mondar mandir di hadapan Tata, “Apa yang kau mau supaya tutup mulut?”

Dia melipat tangannya di depan dada, memandang Tata dengan tatapan penuh amarah.

“Argh! Sial...” erangnya menahan teriakan.

“Aku tidak mau apa-apa.” Tata menelan ludah ketakutan melihat kemarahan Jessy.

“Untuk apa kamu ke atas sini? Apakah guru yang menyuruhmu?”

“Tidak. Hanya kebetulan.”

“Bohong!” teriak Jessy gusar.

“Ah.. sudahlah! Pokoknya kalau besok aku mendengar gosip soal aku. Mampus kamu!” Jessy menunjuk-nunjuk depan hidung Tata dengan kasar.

Tiba-tiba hp Jessy berbunyi. Wajahnya berubah ceria saat membaca nama si penelpon.

“Halo Andrew,” panggil Jessy dengan manja.

Sayang, kelasku sudah selesai.”

“Oke, tunggu depan kelas yah, aku segera ke sana.” Jessy melirik Tata, melihatnya dengan tatapan hina.

Kamu lagi di mana?”

“Di halaman belakang. Tadi aku habis menolong anak kucing.”

Oh ya? Kamu hebat. Tidak hanya cantik tapi juga baik hati.”

“Ah.. enggak, biasa saja kok.” Jessy tertawa manja.

Ya sudah, cepat kemari.

“Baik sayang. Ingat banyak minum yah. Habis latihan pasti capek kan? Aku gak mau kamu sampai sakit.” Lagi-lagi Jessy seperti sengaja memperlihatkan kemesraan mereka kepada Tata. Seakan dia merasa puas dan menang akan hal itu.

Setelah Jessy menutup hp-nya, mimik wajahnya kembali dingin seperti semula.

“Ingat yah!” ancam Jessy melotot ke arah Tata.

“Andrew yang di telpon tadi itu Andrew anak kelas kita ya?” tanya Tata sungkan.

“Iya, kenapa? Kamu habis ditolak dia kan tadi?” ledek Jessy sambil tertawa. “Andrew cerita kok ke aku. Dasar gak tahu malu!” cibirnya membuat Tata salah tingkah.

Jessy mendekatinya, “Sadar diri lah, siapa yang mau cewek kayak gini. Mau di ajak kencan pun malu.” Jessy tertawa sambil mengacak-ngacak rambut Tata.

“Kenapa? Kalian sudah punya segalanya, kenapa masih perlu menghinaku baru merasa senang?” Tata menangis, menampik tangan Jessy dengan keras.

“Berani kamu ya!?” hardik Jessy gusar.

Tata beranjak maju menghampiri Jessy yang terlihat kaget, “Aku tidak pernah mengganggu kalian. Salahku apa?”

“Sudah jelas! Badanmu mengganggu!” Jessy mencoba mendorong badan Tata tapi tak bisa. Tangan lentik kurusnya tidak punya cukup tenaga untuk menyingkirkan badan Tata yang gemuk.

“Aku tidak suka dihina!” teriak Tata menangis.

“Aku diam selama ini karena aku pikir suatu saat kalian akan bosan.” Mata Tata tampak penuh amarah, dia mencengkram kuat kedua tangan Jessy.

“Aw... sakit!” teriak Jessy sambil meronta.

“Lebih baik kamu ikut denganku.” Tata menarik Jessy dengan mudah sampai ke pinggir atap.

“Kau sudah gila ya? Mau Apa?” suara Jessy gemetaran karena takut.

“Lepaskan!” teriak Jessy ketakutan.

“Tolong... lepaskan. Aku tidak mau jatuh!” Jessy terus meronta tapi cengkraman Tata semakin kuat.

“Temani aku!” Tata tertawa lalu menarik tubuh Jessy, membawanya untuk jatuh bersamanya.

-End-

Cerita Ketika Aku di SiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang