KESEMPATAN TERAKHIR

19 10 0
                                    

"Blugh!"

Pukulan itu tepat di ulu hatiku. Aku jatuh terhuyung, meringkuk menahan sakit.

"Berani-beraninya kau racuni Ayahku!" hardiknya menatapku tajam.

"Itu tidak benar," kuangkat telapak tanganku, mencoba untuk berdiri.

"Duggh!!"

Belum lagi stabil kakiku. Sebuah tendangan melontarkanku ke belakang.

"Hentikan," rintihku. "Aku tidak pernah meracuni Tuan Mahesa." Kudongakkan kepalaku mencoba menatap wajah pria muda yang berdiri di hadapanku.

Dia adalah Indra, anak tertua Tuan Mahesa. Pekerjaanku adalah sebagai dokter pribadi keluarga mereka. Setahun belakang ini kesehatan Tuan Mahesa terus memburuk. Sejak operasi akibat patah tulang panggul.

Indra berjongkok di depanku, mencengkram kuat rahangku. "Aku pasti akan membunuhmu malam ini." bisiknya sambil terkekeh.

"Tidak, kau memfitnahku... aku tahu itu! Dokter penggantiku adalah kaki tanganmu, aku.." belum usai kalimatku, tangan satunya sudah melayangkan tinju tepat di pipiku.

Aku terjatuh ke samping, mulutku menghantam lantai, kurasakan darah di bibirku yang sobek.

"Kau bereskan sisanya." Indra berdiri, menepuk bahu salah satu bodyguard ayahnya.

"Tuan!" teriakku, kulihat Tuan Mahesa yang terdiam memandangku sejak tadi.

"Ayo Ayah." Indra mendorong kursi roda ayahnya menuju pintu.

"Tuan tunggu! Percayalah padaku!" teriakku sia-sia.

Saat pintu kembali tertutup, aku tahu mungkin inilah akhirku.

"Tolong aku Tom." ucapku pada pria yang diberikan kuasa untuk membunuhku. Dia pria dengan badan 2 kali lebih besar daripadaku.

"Kau tahu, aku tidak pernah mengkhianati keluarga ini. Lagipula apa gunanya bagiku? Atas dasar apa aku meracuni Tuan besar?" rintihku.

"Dok, maafkan aku." Dia mengeluarkan pistol dan mengarahkannya tepat ke hadapanku.

"Tunggu! Tunggu!" Aku mundur beberapa langkah ke belakang, "Kau ingat, aku pernah menyelamatkan putrimu. Aku bukan orang jahat."

"Sekali lagi, aku minta maaf dok. Tapi aku tidak punya pilihan, jika aku membebaskanmu, maka keluargaku yang akan mati. Tuan Indra akan merombak kami semua saat dia menggantikan kedudukan Tuan Mahesa. Aku harus menjadi orang kepercayaannya jika tidak ingin ikut tersingkir seperti dirimu, dok." jelasnya.

"Jadi kau juga tahu kalau aku di jebak?"

Pria yang kupanggil Tom hanya menggeleng pelan, "Aku minta maaf." ulangnya.

Aku tertawa kecil, menertawakan kebodohanku saat berusaha menjadi orang jujur. Seharusnya aku paham, berada di dunia hitam, tak boleh jadi orang jujur.

Aku ingat, mimpi buruk ini bermula saat aku mulai mencurigai Indra menyelundupkan beberapa kokain, dia mencampur bungkusan itu ke dalam bungkusan obat di kantorku.

Supaya lolos pengecekan, dia menjadikan kantorku sebagai perpanjangan tangannya.

Sejak kuberitahu Tuan Mahesa tentang itu, beberapa pasienku mulai kena dampaknya, mereka yang seharusnya sembuh malah sakit lebih parah.

Lalu kini ayahnya. Tapi apa mungkin dia juga yang meracuni ayahnya sendiri?

"Sial!" hardikku, bukan saatnya aku khawatir pada hal itu, sekarang diriku sendiri dalam bahaya.

"Anda punya pesan terakhir, dok?" tanya Tom kembali mengarahkan pistol itu tepat di dahiku.

"Setidaknya biarkan aku pulang malam ini. Ada yang harus kusampaikan pada istriku." pintaku dengan suara pelan.

Cerita Ketika Aku di SiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang