Kami punya kebiasaan yang kami rahasiakan dari teman-teman. Aku dan Yuri senang bercerita apapun di chat handphone. Saat di sekolah kami terlihat biasa saja, tak terlihat kalau kami akrab.
Lambat laun kami merasa bosan kalau cuma berdua, akhirnya kami memutuskan untuk menambah teman. Bukankah lebih seru jika ada banyak rahasia yang bisa kami gosipkan?
Teman pertama yang kita ajak tentu saja anak yang paling pendiam di kelas. Dia selalu sendirian dan sulit bergaul.
Ini menjadi tantangan tersendiri jika kami berhasil membuatnya bergabung. Aku dan Yuri mulai mendekati anak itu selama seminggu, sampai akhirnya dia percaya pada kami.
"Kita buat group chat yuk, pasti seru! Kita bisa ngobrol sampai malam." seru Yuri
"Iya." Anggukku setuju.
Kulihat si anak pendiam itu mulai tertarik, "Ayo." jawabnya dan itu membuat aku dan Yuri sama-sama tersenyum.
Tugas Yuri adalah bertanya apapun mengenai keluarganya, sungguh diluar perkiraan, si pendiam mau menjawab dan cerita semuanya.
Mulai dari pertengkaran kedua orang tuanya, kakak laki-lakinya yang pacaran di kamar. Soal dia yang pernah mencuri. Apapun itu, kami seru sekali membahas semuanya.
Yuri akan pura-pura tidak tahu apapun soal masalah keluargaku, jadi dia juga bertanya satu dua hal mengenaiku.
Lalu kami juga mulai memata-matai teman sekelas, tugas si pendiam adalah mengambil foto anak cewek di kamar mandi. Kami suka menebak apa ukuran dada mereka atau siapa pacar mereka.
Group chat kami adalah dunia rahasia kami. Sampai suatu hari, tiba-tiba si pendiam mendatangiku dan menangis.
"Rika, tolong bantu aku. Hp ku diambil kakakku!" serunya sambil menguncang kedua lenganku.
"Apa maksudmu?"
"Kemarin sewaktu dia bersama pacarnya di kamar, aku diam-diam mengambil fotonya. Tapi ternyata ketahuan! Dia marah dan langsung mengambil hpku, bagaimana ini?" tanyanya cemas dengan air mata yang menggenang.
"Aku takut dia membaca group chat kita." lanjutnya panik.
"Tenang dulu.... Tenang! Sekarang di mana hp itu? Di rumah atau dibawa kakakmu?"
"Aku tidak tahu, tapi sepertinya di rumah. Soalnya tadi pagi sebelum berangkat, dia mengunci kamarnya dan melotot padaku. Biasanya dia tidak pernah mengunci kamarnya." jelasnya gugup.
"Kalau begitu, kamu harus pulang ke rumah sekarang dan ambil hp itu!" ucapku menatapnya serius.
"Tapi, itu artinya aku akan bolos pelajaran. Aku tidak berani."
"Tenang saja, nanti aku yang jelaskan ke wali kelas."
"Kamu mau bilang apa ke wali kelas?" tanyanya cemas.
"Kamu tidak percaya padaku?" bentakku.
"Bukan begitu, la- lagipula aku tidak punya kunci kamarnya." jawabnya panik.
"Kamu tinggal rusakin saja pintunya, nanti jangan cuma hp yang kamu ambil tapi juga uang dan buat kamarnya berantakan, supaya terlihat seperti kasus pencurian."
"Apa?" tanganya sampai bergetar padahal dia baru membayangkan ide itu.
"Cobalah, ayo! Atau kita semua dalam masalah," ucapku berusaha menyakinkannya. "Cepat sana pulang!" aku menepuk punggungnya.
"Iya." jawabnya kemudian berlari pulang.
Sementara itu, aku ngechat Yuri dan menceritakan semuanya.
"Dasar si bego itu!" balas Yuri.
"Kita harus dapatkan hpnya. Nanti kita buang saja hp itu!" lanjut balasan chat dari Yuri.
Kami menunggunya di gang belakang sekolah, sesekali kami kumpul di sana untuk ngobrol.
"Lama banget!" gerutu Yuri, "Jangan-jangan dia gak berhasil mengambilnya."
"Kedepannya gimana nih?" tanyaku.
"Udahan ah, bubar saja groupnya. Kita cari lagi yang lain." Yuri terkekeh, namun ucapannya barusan ternyata terdengar sama si pendiam.
"Kok kalian tega sih? kita teman kan?"
Kulihat dia berjalan agak pincang, bibirnya juga berdarah, "Kamu kenapa?" tanyaku menghampirinya.
"Aku bela-belain mengambil hp ini sampai terjatuh dan dipukul oleh kakakku. Tapi kalian malah mau membuangku." ucapnya marah sambil melempar hp itu ke badan Yuri.
"Oi!" teriak Yuri marah.
"Tenanglah." Aku menghalangi Yuri yang ingin memukulnya.
"Apa kakakmu membaca group chat kita?" tanyaku.
"Tidak, sepertinya tidak, dia hanya mengecek galeri." jawabnya masih dengan tatapan marah.
Saat Yuri menghembuskan nafas panjang karena lega, si pendiam malah bertambah marah, "Kamu hanya khawatir dengan group chat, kamu bahkan tidak bertanya tentang lukaku!"
"Ah sudahlah! Lebay amat sih... Salah sendiri ambil foto bisa ketahuan." jawab Yuri cuek.
"Yuri!" bentakku. Aduh anak ini bukannya nenangin malah bikin tambah rusuh.
Si pendiam yang tidak terima perkataan Yuri berlari menghampiri dan memukul wajahnya, akibatnya Yuri menjadi marah dan berbalik memukul.
Aku menarik badan si pendiam dan mendorongnya hingga terjatuh.
"Kenapa?" Dia mulai menangis memandangku.
"Aku akan laporkan kalian kepada guru!" ucapnya kemudian berlari meninggalkan kami.
Kami panik dan hendak mengejarnya tapi sial, saat dia keluar dari gang, dia tertabrak mobil dan meninggal.
Kami segera pergi dari sana.
"Rika, bagaimana ini?" ketik Yuri di group chat kami.
"Tenanglah, kita lihat dulu apa beritanya besok," jawabku. Kulihat jam dinding di kamarku, sudah menunjukkan pukul 11 malam. "Aku tidak bisa tidur." lanjutku mengetik.
"Sama." balas Yuri.
"Hp si pendiam kamu buka ya?" tanyaku.
"Enggak, kenapa? Hpnya masih di dalam tasku."
"Tapi kok, di status, dia baca chat yang aku tulis?" ketikku.
Lama aku menunggu balasan chat Yuri,
"Oi... Yuri."
"Yuri."
Namun Yuri tak pernah membalas chatku, bahkan sampai keesokan harinya kami tidak bisa menemukan keberadaan Yuri.
Malam harinya, group chat di hpku menyala, ada pesan masuk di dalamnya.
Saat kubuka, ada pesan dari si pendiam.
"Aku akan jemput kamu sekarang!"-End-
![](https://img.wattpad.com/cover/272553144-288-k936059.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Ketika Aku di Sini
FantasyKumpulan cerpen ini saya buat selama 30 hari ke depan dalam memenuhi tantangan menulis #30harikonsistenmenulis Semua cerita yang ada adalah bagian dari kerajaan khayalku yang ingin kubagikan kepada semuanya. Btw, judul mana yang paling kalian suka d...