Pertemuan

92 18 5
                                    

Pembaca yang baik akan meninggalkan vote, komentar serta saran untuk motivasi author^^

Jangan lupa follow akun ini juga, ya!

17-6-2021

Kamis

🌸🌸

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~Jakarta , 6 Tahun Kemudian ...~

"Huwaaa!"

Astaga, ini pagi indah tanpa polusi atau pagi yang siap menerkam dengan kebisingan, sih? Telingaku seperti ditusuk paku berkarat, perih akan teriakan seorang anak kecil yang bahkan jam alarm pun kalah kencangnya.

"Nina! Kenapa kamu teriak begitu, sih?" tanyaku sembari keluar dari dapur dengan spatula di tangan kanan. Dalam hati aku berdoa semoga kebisingan ini tidak membuat masakanku gosong.

"Nana gak mau bagi kerupuknya!" tangis Nina pecah sembari menunjuk Nana yang tengah menikmati kerupuk sembari menonton kartun pagi.

Aku menghela napas, berjalan cepat ke arah toples kerupuk dan memberikan Nana makanan favoritnya.

"Eh, ada yang masak, ya?! Bau gosong, nih!" seru Mbak Nia.

Astaga! Masa hanya ditinggalkan semenit saja, telurnya sudah gosong? Kakiku dengan cepat berlari ke dapur, membalikkan telur yang ternyata memang hampir gosong. Hah, Avyra, kamu memang super jenius! Kenapa harus menggunakan api besar ketika memasak telor ceplok, sih?

"Avyraaa! Ini jilbabnya!" seru ibu dari depan.

"Bentar, Bu!" teriakku sembari mengambil nasi dan memberikannya kepada Nina juga Nana, "Mbak Nia! Avy udah kasih makan Nina dan Nana, ya!"

"Makasih, Vy!"  balas Mbak Nia yang terlihat repot mengurus bayi rewelnya itu.

"Kamu, ih! Udah tau interview pagi, tapi masih saja keteteran begini!" yeah, ibu mulai bertutur tidak jelas sembari menyetrika tumpukan baju keluarga.

"Makasih, Bu!" sahutku cepat dan berlari ke depan cermin. Oke, lupakan semua ocehan yang hanya membuatmu greget pada keluarga kecil yang rempongnya minta ampun itu. Lebih baik perhatikan penampilan yang menjadi poin penting dalam penerimaan kerja.

"Abah, Avy berangkat dulu, ya!" ucapku sembari menyalami punggung tangan Abah yang tengah berbincang dengan burung-burung peliharaannya.

"Iya, Vy. Semoga berhasil, ya!" ucap Abah.

"Makasih, Ba. Avy pergi dulu!"

"Teh Avy! Baim mau ikut, dong!" ah, keponakanku satu itu malah berlari mengejarku.

"Baim, tunggu aja di rumah, ya! Ntar Papa Anis marah, lho!" ucapku. Yakali, bawa anak kecil buat interview kerja? Sebelum masuk buat wawancara juga udah ditendang duluan. Haduh!

"Pokoknya Baim mau ikut!" rengek Baim.

"Baim, jangan gangguin Teh Avy! Dia mau ke biro jodoh!" seru Ilham terbahak.

Aku menyipitkan mata. Adik bungsuku itu memang ingin dilempar batu pahat.

"Bang Aniiis! Baim rewel, nih!" seruku ketika kakak tertuaku itu keluar dari rumah.

"Baim, jangan begitu. Sini, sama ayah." ucap Bang Anis sembari menggendong Baim.

"Udah, ya? Avy pergi dulu. Assalamu'alaikum!" seruku berlari menjauh dari pekarangan rumah yang penuh dengan pernak pernik kehidupan itu, menuju pada kehidupan yang lebih bewarna dan menantang.

AvyraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang