Calon Bini

61 14 3
                                    

Pembaca yang baik akan meninggalkan vote, komentar serta saran untuk motivasi author^^

Jangan lupa follow akun ini juga, ya!

19-6-2021

Sabtu

🌸🌸🌸

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

~19.30 WIB~

"Mbok Buni, tolong teko sari jeruknya," ujar seorang lelaki yang baru saja menarik kursi meja makan.

Mbok Buni mengangguk, "Baik, Tuan,"

"Malam!" sapa Ryza memasuki ruang makan.

Rendra Adimas, atau yang kerap disapa Papa Rendra, serta dan Mama Iin yang tengah bersiap untuk menyantap makan malam, menolehkan kepala atas kedatangan anak laki-laki mereka.

"Kamu terlambat," ucap Papa Rendra sembari membalikkan piring putih.

"Maaf, Pa. Tadi ada urusan bentar sama Rey," sahut Ryza. Ia memang bertemu dengan Rey dan Kim di kafe, tapi ia selalu menyanggah tiap kali duo sibling's itu ingin membicarakan tentan interview pekerja baru. Hah, itu melelahkan. Sudah Ryza bilang jika urusan itu ia serahkan sepenuhnya pada Rey.

"Lha, Den Eja udah pulang," sapa Mbok Buni.

"Bun Bun!" seru Ryza, lalu memeluk Mbok Buni dengan erat, "Eja kangen banget sama Bun Bun! Kenapa lama banget pulang kampungnya?"

Mbok Buni tersenyum, mengelus kepala Ryza dengan penuh kasih sayang selayaknya anak kandung sendiri. Ryza sudah ia kenal sejak masih di dalam kandungan Mama Iin. Tidak salah bila Ryza lebih lekat dan dekat dengan Mbok Buni yang mengasuhnya sejak kecil itu. Apalagi ketika Mama Iin lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah karena pekerjaannya. Itu membuat Ryza semakin menempel pada asisten rumah tangga keluarga Addraff itu.

"Maaf, toh. Anak Mbok lagi liburan kerja, jadi pulang kampung buat ketemu keluarga. Yo, Mbok harus pulang, deh," tutur Mbok Buni lembut.

"Eja ada kerjaan saja. Kalo gak ada, Eja udah ikut Mbok ke kampung kayak dulu. Kangen liat sawah di sana," ujar Ryza.

"Nanti, ya. Kapan-kapan Mbok ajak kamu liat air terjun di sana," ucap Mbok Buni penuh semangat.

"Ekhem,"

Ryza menolehkan kepala atas Mama Iin yang berdeham. Ah, beliau memang tidak suka orang yang banyak bicara, apalagi di saat waktunya makan bersama. Mama Iin terlalu menuntut kedisiplinan sesuai dengan martabat tinggi sebuah keluarga. Dan itu semua sebenarnya membosankan bagi Ryza dan bahkan Papa Rendra.

Mbok Buni menyuruh Ryza duduk di atas kursi. Cowok itu membalikkan piring dan mengambil beberapa sendok nasi.

"Bagaimana, kamu sudah memikirkan tentang Sherly tadi?" tanya Mama Iin tanpa menatap Ryza.

Ah, seharusnya Ryza tau jika Mama Iin masih keras untuk menjodohkannya pada cewek tebal dempul itu.

"Hm, gimana, ya? Pilihan mama itu biasanya terbaik sekali," senyum Ryza cemerlang, membuat Mama Iin juga ikut tersenyum tipis, bangga atas pujian anaknya itu.

"Jadi, kamu setuju?" tanya Mama Iin lagi.

Enggak, lah. Duit gue bakal abis jadi dempul aja! Ryza masih tersenyum. Pertanyaannya hanya satu, apa Sherly bisa memasak sebaik Mbok Buni?

AvyraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang