Match Maker

11.5K 2.2K 201
                                    

Hal yang menyenangkan dalam mempersiapkan Bazaar adalah punya lebih banyak teman baru, belajar banyak hal, dan aku merasa hari-hariku berguna dan makin berwarna. Menjelang Desember, kami harus stop persiapan dulu karena mesti fokus untuk ulangan umum. Setelahnya, kami cuma punya waktu dua minggu sebelum hari-H. Dan semua orang mulai kerja gila-gilaan pol-pol'an deh pokoknya semua.

Tiga hari menjelang Bazaar, aku kerja bakti di kelas bikin dekorasi stand. Seru banget sih, nih. Sekolah bolehin kami nginep di kelas rame-rame, wali kelas ikutan untuk jagain, dan suasananya lebih menyenangkan ketimbang acara karyawisata yang kamarnya misah-misah. Soalnya semua orang kumpul dalam kelas, bangku-meja digeser dan kami ngumplek di tengah beralaskan matras dari ruang olahraga, tidur pake sarung, selimut, bantal bawa dari rumah...

"Aaaaaa gue pengen mandi, sumpah!" Fanny muncul di pintu kelas. Dia beneran jadi anggota tim keamanan, dan ikutan latihan segala macam, baru selesai lari rutin yang dibimbing sama polisi sekitar. Ternyata untuk jaga keamanan, ada bantuan Polda setempat, karena acara pensi lagi rawan kemasukan minuman keras dan bahkan obat-obatan terlarang. Jadi tim keamanan harus paham banget soal ini. Aku cukup kagum sama Fanny. Dia ternyata tabah juga jadi satu dari sedikit banget cewek di tim keamanan. Apapun kayaknya, demi bisa sedikit akrab sama Inyo, eh, Alfa.

"Mandilaaaah." Ano, KM kami berseru.
"Takut. Gelap. Dingin."
"Sana minta temenin Alfa..." Erin yang lagi mengecat sterofoam berbentuk hati, berseru.
"Maluuuuuu. Lo aja yaaa, Nda. Temenin gue, lo udah selesai ngecat kan?" Fanny membujukku.
"Ayo, deh." Kasihan juga.

Fanny lalu ngambil tasnya, dan kami jalan ke kamar mandi sekolah yang ada di dekat lapangan basket. Dalam dua bulan terakhir ini, kami jadi dekat, bukan cuma urusan Inyo, eh, Alfa, tapi juga ternyata sama-sama cocok. Aku mulai nonton Ghibli, dan Fanny mulai baca Abarat. Kami ngobrolnya seru, dan entah kenapa, Fanny mulai lebih sering menghabiskan waktu bersamaku dibandingkan teman-temannya yang biasa. Aku tadinya cuma menganggapnya teman sekelas cantik yang manja dan agak caper, tapi belakangan malah mulai sayang dan ngertiin kelakuannya yang kadang terlalu polos dan lugu. Dan kagum dengan usahanya PDKT. Bener-bener pecinta Jepang sejati, dia sering banget nyemangatin diri untuk bisa ngobrol sama Alfa, eh, Inyo, untuk kemudian mendadak bisu pas ketemu.

"Lo mandi, gue tungguin sini ya."
"Makasiiiih, Ndaaaa."

Aku duduk di bagian luar kamar mandi, yang menghadap lapangan sepakbola dan dua lapangan basket. Malam ini beberapa truk mulai datang untuk membawa rangka panggung, jadi suasananya ramai. Ican dan Mas Adi bareng beberapa panitia sedang ngobrol di tengah lapangan, ada anak-anak G&F lagi ngukur buat memastikan ukuran dekorasi utama, beberapa tim dokumentasi di berbagai sudut. It's really cool. Kadang-kadang orang gak paham kalau pensi itu banyak banget manfaatnya...buat siswa. Ada juga yang pakai EO untuk ngerjain banyak hal, tapi di SMA 173 yang sangat minim dana ini, semua orang harus terlibat. Bahkan Irena aja ikutan bikin mural di depan sekolah, kok.

"Kamu nginep?"
Sebuah suara membuatku mendongak.

Inyo. Baru keluar kamar mandi, kayaknya habis selesai mandi, rambutnya basah acak-acakan, pakai setelan sweater dan sweatpants biru tua, bersandal dan bawa handuk.
Ini pertama kalinya aku melihat dia dalam kondisi gak rapi.

"I...iya." Mendadak aku gagap. Waduh.
Ia duduk di sampingku dan mengeringkan rambutnya santai. "Dua hari lagi. Deg-deg'an gak?" Inyo bertanya sambil memandang lapangan.

"Deg-deg'an." Aku menjawab jujur. Karena Bazaar, dan juga karena dia mendadak terlihat sangat...menggemaskan, entah kenapa.
Menurutku, cowok cakep adalah cowok yang masih ganteng meski dalam keadaan terkucel sekalipun. Bukan yang udah nyisir, pakai gel rambut, milih baju keren dan rapi.
Dan Inyo cakep banget pake baju tidur gini.
Mana wangi pula.

Tujuh Belas TahunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang