Aku mens, dong. Sungguh ngeselin saat kamu tiba-tiba menstruasi yang gak sesuai jadwal. Mestinya kayak 3-4 hari lagi, dan tiba-tiba hari ini. Aku cuma punya dua pembalut cadangan, dan setelah nanya ke semua cewek lain di villa ini, beneran gak ada yang bawa.
Bisa gitu kan. Kzl.
"Ke minimarket ada pasti, tapi harus ke dekat kota, 40 menit pakai mobil lah..." Uli berkata. Like, seriously? Udah jam 10 malam. Tapi gimana lagi? Aku yakin banget bakalan byor malam ini.
"Minjem mobil." Aku berbisik pada Inyo yang lagi ngobrol sama Om-omnya.
Dia cuma memandangku, mengerutkan kening dan menggeleng.
"Gue mesti beli pembalut. Pergi sendiri gapapa."
Inyo mengangkat alis, "Kamu udah coba tanya sama cewek-cewek..."
"Udah. Gak ada yang bawa. Mana sini kuncinya?"Inyo gak menjawab, tapi berdiri dan berjalan ke arah kamar. Padahal dia bisa bilang aja gitu ya.
Aku mengikuti langkah-langkah panjangnya naik tangga. Sengaja banget dia lompatin tangga dua-dua. Padahal dia tahu aku ngos-ngosan. Dan mulai kram perut. Emang rese.Ia membuka pintu kamar, dan si kunci ada di atas meja. Saat aku mengulurkan tangan untuk meraihnya, dia meraupnya duluan.
"Aku antar. Kamu pakai jaket."
"Gak usah. Gue nanti minta antar Uli."
Ia mendecak dan bergerak pergi keluar.
Aku meraih jaket Inyo, tas berisi dompet dan ponsel, lalu berjalan menyusulnya.***
Masalah kami sebetulnya...ya kami berdua aja sih. Mungkin sama-sama udah gak cocok. Aku butuh hidup dinamis tapi sering banget dianggap rempong oleh Inyo yang udah ngerasa hidupnya cukup. Dia cukup, wajar karena sudah sampai ke titik tertinggi karir dalam waktu singkat. Aku? Sejak lulus kuliah sampai sekarang, gak pernah promosi jabatan di kantor. Pindah, gak naik-naik pula. Sekarang akhirnya jadi producer konten, eh, Covid.
"Kamu terlalu versatile. Orang males kasih promosi karena kamu bisa segala macem dan kegampangan disuruh-suruh. Kalau kamu naik jabatan, mana bisa diperbudak lagi." Suatu hari Inyo pernah berkata padaku.
"Aku gak disuruh-suruh kok."
"Lebih parah lagi, kamu seringnya mengajukan diri." Inyo menyipitkan matanya, dan aku sadar dia benar.
Aku tuh gemes banget kalau ada yang bisa kukerjain, trus orang yang kerjain, dan hasilnya gak oke. Obsesif gak sih? Apalagi pas aku benerin dan jadi lebih bagus. Gitu aja terus. Sampai aku sadar kalau teman-teman sekantorku kok udah pada jadi manajer, tapi aku masih jadi senior doang.
Di sisi lainnya, kalau gak terlalu tertarik, aku beneran bisa gak peduli. Hal ini banyak terkait sama rumah dan isinya. Selama menikah, aku jarang banget ngurusin rumah kami, karena:
1. Aku gak minat
2. Aku gak bakat
3. Inyo suka ngurus rumah
Suatu saat, dia pergi ke luar kota ninggal aku beberapa hari, dan pas dia pulang, rumah berantakan, dia marah-marah sampai aku minggat, nginep di hotel saking sebelnya. Dia bilang aku gak peduli, egois dan childish. Aku jawab, aku udah gak mau ngurusin rumah karena akan selalu salah juga, mengingat Inyo tuh Domestic God. Lama-lama aku ngerasa gak memiliki rumah tempat kami tinggal, cuma sekedar tempat tidur dan makan doang.Apalagi sekarang, setelah kami pisah kamar.
Aku bangun subuh, solat, mandi, pergi ngantor, sarapan di jalan. Makan siang di luar. Pulang ke rumah sudah makan, langsung masuk kamar, mandi, tidur. Besoknya gitu lagi.
Kantorku adalah perusahaan yang bikin podcast, jadi bisa dibilang itu isinya orang bicaraaaaaaa semua dari pagi ampe pagi lagi. Penyiar, produser radio, PR, resepsionis, semuanya ceriwis, jadinya seru abis. Kebutuhan sosialku sebagai seorang extrovert seutuhnya, terpenuhi di kantor. Keuangan, yaaah, mayan lah. Gajiku beneran buat hidupku ngantor aja gak pake nabung, gak pake bayar listrik, air, belanja bulanan di rumah karena semuanya Inyo yang cover. Inyo tiap bulan kirimin aku uang, di rekening yang udah gak kusentuh sama sekali. Dari yang kubaca, pengajuan cerai baru bisa dilakukan kalau suaminya gak kasih nafkah lahir batin kan. Nah itu nafkah lahir bisa dibalikin dah, kalau perlu. Sementara nafkah batin, halaah...sudahlah. Udah gak tau kapan terakhir kami pegangan tangan, apalagi lebih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tujuh Belas Tahun
RomanceNda dan Inyo, sudah berada di tepi jurang perceraian. Pernikahan keduanya, membosankan dan sangat melelahkan. Saat keduanya harus liburan di tengah-tengah pandemi, beberapa rahasia dan kisah masa lalu muncul, membuat Nda dan Inyo memikirkan ulang se...