Episode 34. For Jashin-sama!

2K 259 21
                                    

Bukan lagi ada di Paris, melainkan di Russia. Benua terluas di dunia. Tempat bagi para penjahat dunia bawah bertransaksi dan menjalankan aksi—Russia merupakan tempat yang sempurna dibanding negara lain.

Crown Devil—menyaksikan dengan kedua mata, bisnis transaksi senjata sudah dihancurkan. Pembeli sudah mati. Tempat pertemuan, yaitu di pelabuhan—sudah hancur berkeping-keping.

Sebagian anggota Akatsuki ikut menyaksikan. Pelabuhan itu hancur. Otak mereka berputar memikirkan dalang dibalik semua kejadian ini.

Satu nama,

Otsutsuki Isshiki.

"SIALAN!" umpat Naruto kencang. Pria itu sudah mendengar kabar tentang si adik bungsu. Jasadnya tidak ditemukan—Naruto menemukannya—di pasar gelap. "Biadab! Tidak akan kuampuni dia!" Napas Naruto mengembang-ngempis. Marah dengan apa yang dilakukan Isshiki. Adiknya tidak pernah ikut campur, tapi ini peraturannya; satu orang ikut campur, maka keluarga akan kena imbas. "Dia akan mati. Pasti akan mati," janji Naruto dengan wajah menggelap.

"Sakura menghubungi," beritahu Sasori.

"Hn?" Sasuke berdeham. Gadisnya pasti sudah bergerak. Sakura tidak akan diam saja setelah pergerakan Isshiki yang mendadak ini. Uzumaki Naruko sudah mati meninggalkan banyak duka, terutama bagi sahabat kecebongnya—Naruto. Percayalah, walau sedingin-sedinginnya dia, Sasuke masih peduli pada Naruto sebagai seorang sahabat. "Gadisku sudah bergerak, kah?"

"Dua target selanjutnya yang memungkinkan akan Isshiki incar." Konan lanjut menyahut. "Putra dari Sasori..." Konan melirik Sasori. Pria itu yang telah menjadi seorang ayah tampak marah. "...dan Hyuuga Hanabi." Selanjutnya raut muka Neji yang pias—khawatir pada si bungsu Hyuuga. "Dua orang ini adalah kemungkinan target Isshiki."

"Kita harus segera kembali sebelum terlambat," ujar Neji berusaha bersikap datar. Jangan sampai kabar ini membuat emosinya tidak terkendali.

"Akan sulit untuk pulang." Obito, terkadang dia dipanggil Tobi saat otaknya berbalik. Kali ini, si Uchiha menampilkan wajah serius. "Alat kendaraan kita dihancurkan." Mereka mengumpat. Sepertinya mereka sudah dijebak. "Pengamanan penerbangan di bandara juga diperketat. Mustahil melewatinya. Kita hanya membawa pasukan kecil."

"Rei Gaara, biarkan dia mengurusnya," putus Sasuke. Tidak ada pilihan lain. Tolong, digaris bawahi. Sebenarnya tidak sudi meminta bantuan, tapi ini darurat menyangkut nyawa. Nyawa Sakura juga sedang menjadi taruhannya.

"Selagi kita mencari jalan pulang, Deidara dan Hidan akan membantu mereka di sana," ucap Yahiko selaku ketua Akatsuki.

Kemudian Yahiko menatap wajah pucat Sai. Khawatir dengan wanitanya yang tengan mengandung buah cinta mereka. "Sai, kau ingat pembunuh ibu dan kakakmu?" Tubuh Sai meremang digantikan wajahnya dengan senyum palsu. "Dia maju selangkah bersama Otsutsuki."

"Dan itu bagianku." Sai membalas dengan senyum palsu tercetak di wajahnya. Jelas sekali.

"Kau bilang ada orang yang akan membantu kita." Sasuke memandang si ketua Akatsuki datar. Belum ada kabar dengan dia yang membantu mereka itu. Sepertinya dia akan menjadi sekutu mereka jika tidak salah praduga. "Siapa dia?"

Yahiko tersenyum penuh arti. "Maruko Shion."

-o0o-

"ARGH! TIDAK!"

"HELP!"

Hidan dengan semangat memgambil pisau yang sudah dilumuri darah. Darah dari korban barunya. Sebulan penuh tidak lagi memangsa korban membuatnya kembali bernapsu saat melihat seorang wanita jalang di gang sempit.

"Matamu cantik," puji Hidan tersenyum penuh arti. "Tapi lebih cantik milik adikku—Tenten."

"J-jangan. Kumohon, Tuan," pintanya terisak.

JLEB!

"AKHH! JANGANN!"

"Kau tau?" Hidan bertanya dengan suara dibuat-buat sedih. "Beberapa hari yang lalu, si merah itu memberi bandana cantik untuk gadisnya." Kemudian Hidan tersenyum. "Aku juga ingin memberikan sesuatu untuk adikku—dari organ dalammu," bisiknya.

"Aku iri. Aku iri." Hidan tertawa terbahak-bahak sembari menancapkan pisau di perut si wanita cepat. "Aku iri dengan Gaara! Kau tau tidak?!" teriak Hidan tepat di wajah wanita itu.

"J-jangan. AKH!" Wanita itu menjerit sekencang-kencangnya berharap ada orang yang berlalu menolong. "T-tolong."

"Oh, Jashin-sama," desah Hidan penuh nikmat merasakan sensasi pisau itu berbalik menusuk lengannya. "Aku pengikut setiamu. Sebagai pengikutmu akan kuberi engkau persembahan." Hidan lalu tertawa. Emosinya berubah-ubah—ciri kental seorang psikopat. "Izinkan aku mempersembahkan wanita berdosa ini padamu, Jashin-sama." Tiba-tiba Hidan bersujud dihadapan wanita yang tengah sekarat itu. Wanita itu diam hendak menutup mata—sudah pasrah bila nyawanya akan diambil.

"Le-lepaskan aku," lirih si wanita.

"Lepaskan?" Hidan bangkit sembari terkekeh. "Jashin-sama menyukaimu sebagai persembahan. Kau akan kupersembahkan padanya! HAHAHA!"

Hidan beralih pada kapak tua di tong sampah. Dia berterima kasih banyak pada orang yang membuang benda pusaka ini. Kapak ini akan menjadi akhir bagi wanita itu.

"J-jangan, Tuan. Ku-kumohon." Wanita itu bergerak gelisah. Bergerak pun tidak bisa. Dua tangan dan kakinya sudah dipasung dengan pisau. Perih merajalela kala Hidan menuangkan minuman keras ke semua luka. "J-jangan... AKHHH! JANGANNNN!"

Hidan mengangkat dua kaki wanita itu tinggi-tinggi yang sudah termutilasi. "Ini untuk Gaara." Hidan menunjuk kaki kanan. "Dan ini untuk adikku tercinta muachh..." Hidan mencium kaki kiri wanita itu dengan gemas tanpa rasa jijik. "Imut," gumamnya.

"Kau mati?" tanya Hidan polos tidak mendengar deru napas dari si wanita. "Tidak apa-apa!" Hidan berucap dengan senyum sumringah. "Kau akan punya tempat baru di pasar nanti. Di perut kanibal HAHAHAH!!!"

Malam itu, Hidan berhasil membuat Jashin-sama senang.

Handsome DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang