DOUBLE UPDATE, cuy!
Yamanaka Ino, sendirian menyiapkan segala makanan untuk malam ini. Makan malam kali ini akan menjadi spesial, itu janjinya. Tidak biasanya Shimura Danzo, si pembisnis dunia gelap bisa meluangkan waktu apalagi setelah kematian istri dan putra sulungnya. Melupakan kejadian itu pasti membutuhkan waktu yang lama.
Khusus malam ini, Ino sendiri yang akan memasak. Jarang-jarang orang yang lebih mementingkan penampilan melakukan hal yang mustahil dilakukan—memasak.
Sepasang tangan kekar melingkari pinggang ramping Ino. Kepala Sai bertengger manis di ceruk leher wanitanya. Hidungnya mengendus-endung wangi Ino yang melekat.
"Kapan pulang?" Ino tidak menolak atas perlakuan Sai. Menikmati saja, toh, hatinya sudah dibelenggu oleh Sai erat-erat. Pria pucat ini tidak akan melepaskannya lagi.
"Baru saja." Ino menggeliat kegelian ketika Sai mencium leher jenjangnya. "Aku mencium baru lezat di sini, kau memasak?" Ino mengangguk mengiyakan.
"Ayahmu akan pulang, kau tau?" Sai mengangguk, melepaskan rengkuhannya. Duduk di salah satu bangku meja makan. Memandangi semua makanan buatan Ino. Jarang-jarang wanita pirang ini memasak. Sai jadi tidak rela bila makanan buatan wanitanya disantap oleh orang lain. "Sai, bagaimana kabar Sakura? Kudengar dia diculik? Dia baik-baik saja?" cerocos Ino mengingat dia ingin bertanya soal ini pada Sai.
"Hampir menikah, tapi gagal. Si jelek itu terselamatkan," jawab Sai malas dengan topik mengenai 'si jelek'. Menurutnya, wajahnya pas-pasan, heran saja kenapa Sasuke begitu terjerat cinta oleh si pinky itu. Padahal Ino juga lebih menawan. "Aku harap dia menikah dengan Indra," gumamnya.
Ctak!
"Hei, sakit!" ringis Sai.
"Jangan mengada-ngada atau tidak ada jatah!" ancam Ino.
"Baiklah, Sakura baik-baik saja," ralat Sai.
"Sekarang..." Sai mendekati Ino, menghimpit tubuh wanita itu. "...aku ingin jatah," tagihnya.
"Baru pulang langsung minta jatah?" Ino mendorong Sai agar menyingkir dari hadapannya.
"Ayolah," bujuk Sai.
"Sai jangan—huekk!" Ino memuntahkan isi perutnya di wastafel. Ino meremat perutnya yang terasa teraduk-aduk, sementara Sai memijat-mijat tengkuk Ino agar merasa lebih baik. "Huekk... huekk.."
"Sudah lebih baik?" Ino menggeleng.
"Panggil dokter," suruh Sai pada satu pelayan.
"Tidak perlu memanggil dok—AAA!" Ino memekik kala Sai mengangkat tubuh mungilnya ala pengantin. Sai berjalan ke arah lift mansion, menekan tombol ke lantai atas.
"Sai, tidak usah!" ujar Ino menolak diperiksa dokter.
"Jangan membuatku khawatir," peringat Sai.
Sesampainya di kamar, Sai meletakkan tubuh Ino dengan hati-hati selayaknya barang yang mudah rapuh.
"Jangan memanggil dokter kemari, kumohon," pinta Ino memelas.
"Ino kau—argh!" Sai mengerang frustasi melihat mata puppy eyes Ino. "Baiklah, tidak kupanggil dokter," putusnya membuat Ino bersorak riang.
"Sai, bisa ke kamar mandi," pinta Ino lagi.
"Kenapa?" Ino menggeleng sembari tersenyum seakan dia bahagia. Sai mengernyit, apa dia melewatkan sesuatu?
"Ke sana saja, ayo!" usir Ino mendorong tubuh Sai hingga melangkah mundur beberapa langkah.
Sai menurut. Pintu kamar mandi dia biarkan terbuka. Di ranjang, Ino memandangi pintu kamar mandi sembari tersenyum-senyum sendiri.
"ADA APA DISINI?" tanya Sai berteriak dari kamar mandi.
Ino memberengut kesal. Bentuknya besar tapi tidak terlihat. Sai harus dibelikan kacamata lain kali.
"DI SANA!" balas Ino tak jelas.
Sai menggelengkan kepala. Terkadang Ino bersikap aneh, contohnya saja menjawab pertanyaannya dengan jawaban yang tidak jelas sama sekali.
Menghidupkan kran air, Sai mencuci tangannya. Pandangannya tak sengaja bertemu dengan selembar kertas dengan—testpack?
Segera saja, Sai mengambil testpack tersebut kemudian membacanya. Satu garis negative, bila dua garis berarti...
"YAMANAKA INO!" teriak Sai kencang melampiaskan rasa gembiranya.
Ino tersenyum terduduk di atas ranjang. "I'm yours, Mr. Shimura."
-o0o-
"Siapa dia tadi, dattebayo?" tanya Naruto memgernyit tidak suka melihat keberadaan Saara di mansion Sasuke.
Pagi hari yang dingin, bukannya memakai pakaian panjang, Saara justru memakai lingrie hitam. Tanpa malunya berjalan keliling mansion dengan pakaian haram itu. Niatnya menjemput sahabat kecebongnya malah melihat hal yang seperti itu.
Naruto jijik melihatnya.
"Jangan dihiraukan, ya." Naruto mengangguk menerima elusan tangan lembut Hinata.
"Namanya Saara. Dia penghuni baru di rumah kami!" ucap Sakura tersenyum sumringah.
Rahang Naruto merosot. Dia harap Sakura masih waras?
"Tanya saja pada, Sasuke!" Naruto beralih paling pada Sasuke. "Benar 'kan, Sasuke?" Pria yang ditanyai mengangguk malas.
"Aku tidak ingat jika Saara itu pelacur," ujar Naruto kemudian menggaruk tengkuknya.
"Yah, dia memang murahan," timpal Neji.
"BABI!" pekik Sakura memeluk sahabat kecilnya rindu ketika sampai di kelas.
"AH, JIDAT! I MISS YOU!" Ino memeluk Sakura tak kalah erat.
"Kau baik-baik saja kan?" tanya Ino memeriksa keadaan sahabatnya.
"Aku hampir mengucapkan janji sucinya." Ino melongo kaget kemudian memekik.
"Jangan berteriak, bodoh!" peringat Temari menarik dua telinga Sakura dan Ino keras-keras saking gemasnya.
"SAKIT!" seru mereka serempak.
"Ino, duduklah. Jangan sampai kelelahan." Ino menurut dan duduk di samping Sai. "Jangan buat dirimu stres, oke?"
"Ada apa denganmu? Sakit jiwa?" celetuk Sakura asal.
Temari kembali menegur Sakura dengan pukulan. "Heh! Jangan sembarangan!"
"Dia hamil, Sakura. Tidak mengerti juga," celetuk Tenten akhirnya membongkar.
"Tenten!" rengek Ino tak terima sahabatnya tau kabar ini dari mulut orang lain. Padahal Ino sudah mau memberitahukan kabar gembira ini sebentar lagi, tapi Tenten menghancurkan segalanya.
"SASUKE! HAMILI AKU SEKARANG!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Handsome Devil
FanficMature. "Ada apa kemari?" ketus Sakura tak ingin berlama-lama. "Cepatlah aku tak punya waktu untukmu." "Aku ingin..." "Ingin apa?" "Sasuke, minggir!" suruh Sakura yang tak dituruti oleh Sasuke. Justru pemuda itu terus maju dan maju. "I want you to b...