05

381 40 0
                                    

Chika tengah berkeliling kampus, niatnya sih sekedar lihat-lihat saja. Tujuannya sebenarnya ada atap bangunan kampus, yg dia pikir akan kosong, pasalnya ini masih jam pelajaran, tapi ternyata langkahnya terhenti saat mendengar suara nyanyian yg sangat familiar tidak jauh dari tempatnya sekarang.


Dia tengah berada di tangga darurat yg menghubungkan semua bangunan termasuk atap kampus. Keadaannya memang sepi ternyata, hanya ada satu orang di sana tengah duduk di atas tangga.


Matanya fokus menatap gadis itu, entah kenapa wajah gadis itu terlihat sangat tenang, tidak seperti biasanya, yg selalu tampak menyebalkan. Ya benar, gadis itu Ara. Dan nggak seperti biasanya, gadis itu terlihat tengah bernyanyi dengan kedua mata tertutup.


Ini bukan kali pertama Chika mendengar nyanyian Ara, karena gadis itu termasuk anggota teater. Dan meski anak itu terkenal pembuat onar, tapi tidak di pungkiri dia termasuk salah satu unggulan di teater, yg tentunya mampu menarik banyak orang.


Chika tahu benar, anak itu punya segudang bakat. Hanya saja, sangat jarang ia bisa bisa menyaksikan gadis itu setenang ini. Aneh saja rasanya melihat Ara seperti itu.


Ara hanya duduk di sana, menyanyikan lagu Lantas by Juicy Luicy, tanpa tahu kalau ada seseorang yg sedang mendengarkan nya.

"Lantas mengapa ku masih menaruh hati?
Padahal ku tahu kau telah terikat janji.
Keliru ataukah bukan? Tak tahu
Lupakan mu, tapi aku tak mau"


Suara tepuk tangan menyadarkan Ara. Dengan cepat ia berhenti lalu melihat ke arah bawah, dan sisanya terlihat Yessica Tamara berdiri dengan jarak 10 langkah dari tempatnya. Gadis itu nampak menempelkan tubuhnya ke dinding, lalu fokus menatapnya.

Chika pikir Ara akan merasa terganggu. Tapi tidak ia sangka gadis itu akan terang-terangan menampakan lewat wajahnya yg terlihat sewot karena telah di ganggu.


"Ngapain Lo disini?" Sarkas Ara, seolah dirinya tak di undang di sana


Chika yg sama sewotnya dan benci dengan gadis itu mengangkat bahunya, acuh, dengan santai duduk di samping Ara.


"Lah memang kenapa, sekolah ini juga bukan punya Lo, lagian nih, gue ngingetin Lo, kalau gue itu anak OSIS di sini" ucapnya dengan alis terangkat, seolah menantang gadis di sampingnya.


Ara yg sudah malas duluan, menghela napasnya frustasi, lalu menutup kedua matanya kembali berharap bisa rileks sedikit.

Sumpah dia benar-benar tidak mau bertemu gadis itu pagi-pagi begini. Kenapa? Ya simpel karena ia tahu malam ini Mira dan Chika akan ngedate. Dan Ara hanya ingin menenangkan diri saja, dia ingin melawan rasa sakit itu sendiri dan dengan tenang. Tapi sepertinya semesta tidak berpihak padanya.

Kediaman melanda keduanya selama beberapa menit. Anehnya rasa nyaman itu hadir, terutama Chika. Kalau bisa jujur sih, semua momen dia dengan Ara selama ini membuatnya jengkel setengah mati. Dan ini pertama kalinya, di tempat yg sama, di waktu yg sama, tidak terjadi peperangan di antara mereka. Dan itu sedikit membuat Chika takut, karena dia tidak tahu kapan ia mulai merasa nyaman dengan keberadaan gadis itu.


Mungkin memang dia tidak tahu kapan mulai nya, tapi Chika setidaknya tahu, berada di dekat Ara itu seperti bertengkar ala anak kecil. Jadi seperti tidak ada beban atau hal-hal rumit yg ia rasakan.

Berada di dekat gadis itu, Chika tak perlu menjaga sikap, tak perlu menjaga image. Tidak perlu menjadi orang lain yg diinginkan orang lain darinya. Dia bisa menjadi seperti anak kecil yg tidak perduli dengan apapun. Dan itu membuatnya merasa nyaman.

"Lo mau pergi kan sama Mira jam 7 nanti malam? Tanya Ara dengan mata tertutup. "Lo nggak perlu berusaha supaya cantik atau apa. Mira tidak terlalu perduli hal-hal kayak gitu..."

"Hmmm....sejak kapan Lo mulai jadi ahli dalam percintaan?" Tanya Chika, niat ingin mencairkan suasana, dan tidak memulai pertengkaran baru di antara mereka

Saat itulah, senyuman khas Ara kembali,
"Sejak Mira matahin hati gue."


"Oh..."

Suasana kembali sunyi, sebelum akhirnya Chika kembali bersuara.

"Memang bener?....Lo beneran suka sama Kak Mira? Memang gimana rasanya suka sama dia?" Chika sadar itu pertanyaan bodoh. Tapi ia sangat penasaran.

Pertama, Chika tidak pernah menyangka sebelumnya Ara akan suka pada sahabatnya sendiri. Kedua, dia bahkan tidak pernah berpikir bahwa seorang Ara akan suka atau bahkan jatuh cinta pada seseorang.

Seperti itulah selama ini Chika menilai gadis itu, sosok yg tidak pernah bisa serius dalam hal apapun.

"Rasanya seperti....Lo cuma bisa lihat dia dari jauh. Anehnya Lo tetap deg-degan, tapi di saat yg sama Lo juga ngerasa sedikit sakit disini..." Tunjuk Ara tepat di hatinya, lalu tertawa pelan "dan akhirnya Lo berharap nggak pernah suka dia sama sekali"

"Itu berarti Lo benar-benar suka sama dia...."

"Hmmm......kalau Lo gimana? Gimana rasanya di ajak jalan sama pujaan hati Lo?"

Chika tidak menduga keadaan akan berbalik padanya, apalagi pertanyaan Ara padanya.

Tapi tetap ia jawab

"Gue bahagia...Rasanya sangat senang disini..." Tunjuk Chika pada dadanya lengkap dengan senyuman manisnya

"tapi anehnya, seperti masih ada ruang kosong di sana, tempat dimana gue ngerasain sesuatu yg lain....rasa takut, mungkin?"

"Kenapa" Alis Ara terangkat satu, menatap Chika bingung.

"Karena Lo"

Chika tidak tahu kenapa ia bisa mengatakan itu. Ia sadar kebahagiaannya justru akan membuat Ara menderita.

Chika termasuk orang yg cuek, tapi entah kenapa rasa bersalah itu justru tumbuh dalam dirinya, dan Chika tidak bisa menolak itu. Dia seolah tidak bisa melukai gadis di hadapannya.

Ara terlihat acuh dengan kalimatnya. Justru gadis itu malah mengambil sesuatu dalam tasnya, yg ternyata surat kabar. Chika hendak bertanya maksud gadis itu, saat Ara justru sibuk melipatnya hingga membentuk sebuah bunga lalu memberikan padanya.

"Nih buat lo. Kalau gue sekarang ngajak Lo jalan sore ini, Will you say yes?" Tanya Ara serius, kedua matanya menatap Chika penuh harap, yg justru membuat Chika bingung sendiri. Nih anak apa sih maksudnya

"Gue...ke-kenapa? Bicara apa sih Lo? Mau Lo apasih?" Tidak mengherankan jika sekarang Chika agak terkejut dengan aksi Ara. Entah apa maksud gadis itu. Berharapnya sih Ara akan berkata itu hanya candaan lalu kembali tertawa seperti yg lalu-lalu. Tapi tidak, gadis itu tetap dalam mode serius...dan Chika bingung harus melakukan apa.

"Ya udah, nggak usah di jawab. Kalau gitu gue pergi" Ara berdiri, memasang tasnya. "Lo nggak mau balik ke kelas bareng gue? Udah mau mulai nih."

Chika segera berdiri, bahkan ia sampai lupa waktu. Di bersihkannya roknya lalu kembali menatap Ara, yg sepertinya sudah kembali menjadi Ara yg menyebalkan.

Lebih baik begitu, karena Entah kenapa Chika bingung menghadapi sosok Ara yg serius.

Memang apa yg disangkakannya selama ini tentang gadis itu benar. Ara gadis aneh dan gila.

Senyuman jail terbit di bibir Ara, melirik Chika "sembari kita jalan ke kelas, mau main game nggak?"

Dan lagi-lagi entah apa yg mendorong Chika setuju dengan Ara. Yg pasti keduanya kemudian bermain gunting batu kertas, dan siapapun yg menang akan mengambil dua langkah ke depan. Sebenarnya sih nggak menyenangkan sama sekali. Tapi untuk mereka berdua anehnya justru itu sangat menyenangkan.


Tapi kesenangan itu tak bertahan lama, saat Chika menang di detik terakhir, hanya untuk melihat langsung pemandangan tepat di hadapannya dimana Ada Mira di sana tengah menggandeng tangan seorang gadis. Sementara gadis itu mendaratkan sebuah kecupan di pipi Mira.























DIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang